Catatan Mbah Jagad

Mpok Romlah, pedagang nasi uduk di ujung gang, terlihat manyun sambil mengaduk kopi item pesanan saya. Mukanya kusut tak seperti biasanya. Pedagang nasi uduk yang berdandan ala milenial tetangga saya ini, seperti menyimpan persoalan yang tak kunjung terpecahkan. Sebagai tetangga yang sudah mengenal cukup lama, saya mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
“ Mpok, kenape sedari tadi manyun aje? Kopi pesenan gue elu aduk-aduk kagak selesai-selesai?” tanya saya.
Mpok Romlah kaget, lamunannya pun buyar. Sambil tersenyum agak kecut, dia coba buka suara.
“ Maaf bang, kagak nyadar gue aduk-aduk terus kopi pesanan ente,” jawabnya lirih
“ Memang ada masalah ape mpok?” kata saya
“ Biasa bang, pusing, ni hari harus bayar bangke, sudah tiga hari ini gue kagak setor,” jawabnya.
Awalnya, saya sedikit bingung dan gagal paham dengan istilah bangke, seperti yang disampaikan Mpok Romlah. Usut punya usut bangke itu hanya isitilah ibu-ibu menyebut bank keliling.
“ Duh Gusti, ada-ada saja,” ucap saya menahan geli.
Bank keliling atau istilah mpok Romlah bangke, merupakan fenomena baru di tempat saya tinggal. Di sini, ibu-ibu yang mengalami kesulitan keuangan, akan memilih bank keliling sebagai solusinya. Prinsip mengatasi masalah timbul masalah, rupanya tak terfikirkan oleh ibu-ibu nasabah bank keliling ini, yang penting, saat itu juga solusi uang cash sudah di depan mata.
Tahu kan bangke atau bank keliling? Itu loh sekelompok orang yang mengaku dari koperasi simpan pinjam yang sewaktu-waktu siap memberi pinjaman. Bank keliling, kalau dulu hanya menyasar pemilik usaha atau warung, kini mereka membidik mangsa baru.
Untuk meminjam uang bank keliling, syaratnya mudah tak berbelit-belit, cukup tahu rumahnya, dan bank keliling akan menggelontorkan duitnya.
Dengan alasan malu pinjam tetangga atau saudara, mereka lebih memilih bank keliling, meski pada akhirnya bikin pusing tujuh keliling. Mudahnya persyaratan dan cara pembayaran yang dicicil harian, membuat ibu-ibu banyak terjebak.
Misalnya nih, kalau kita pinjam Rp 400 ribu, maka pengembaliannya bisa dicicil Rp 20 ribu per hari selama 30 hari. Artinya total pinjaman yang mereka harus bayar yang semula Rp 400 ribu bisa menggendut menjadi Rp 600 ribu.
Pada saat terjadi transaksi pinjaman, si peminjam tidak utuh menerima Rp 400 ribu, namun ada potongan yang katanya untuk biaya administrasi dan tabungan.
Fenomena sosial ini, rupanya sudah merebak dimana mana. Banyak ibu-ibu kepepet yang tergoda tawaran bank keliling ini. Dan konyolnya ada ibu-ibu yang menjadi mediator bank keliling untuk ibu-ibu yang lain.
Karena cara pembayaran yang dianggap ringan dalam per hari, anggap seperti uang jajan, maka ada beberapa ibu-ibu yang memilih tak bilang pada suaminya. Pikirnya, urusan keuangan rumah tangga kan di tangan istri, jadi suami tidak perlu tahu dan semua bisa diatur.
Yang menjadi masalah sekarang adalah, akhirnya pada ketagihan meminjam bang keliling. Bukan hanya satu bank keliling saja yang menawarkan pinjaman, bahkan ada puluhan bank keliling.
Kecanduan meminjam ini, membuat kebablasan akhirnya pinjaman membengkak jadi jutaan, akhirnya memilih gali lubang tutup lubang, alias meminjam baru untuk menutupi pinjaman sebelumnya.
JIka tak biasa bayar, bisa seharian dia mengurung diri di kamar seakan akan bepergian. Bisa lebih dari 1 motor penagih yang nongkrong di depan rumahnya. Kondisi seperti ini akhirnya membuat runyam. Setelah ketahuan suami, akhirnya suami marah dan memilih bercerai karena tidak tahan dengan kelakuan istrinya yang kecanduan pinjam bank keliling.
Ada peristiwa yang lebih lucu, takut ketahuan suaminya, ibu muda tetangga saya kalau bayar cicilan bank keliling disimpan di pot bunga. Penagih sudah tahu tempat pembayaran itu.
Agar fenomena bank keliling ini tidak semakin mewabah dan menjerat kaum ibu yang kesulitan keuangan, sudah saatnya pemerintah atau instansi terkait turun tangan, semisal mengajarkan ibu-ibu ketrampilan dengan menciptakan peluang-peluang usaha baru yang bisa bermanfaat untuk menggerakkan roda ekonominya. Atau paling tidak, setiap RT memiliki lembaga keuangan sendri seperti koperasi untuk mengatasi keuangan warganya. Dengan cara ini jeratan bank keliling akan teratasi.
Jangan biarkan para penggoda pinjaman ini masuk ke wilayah Anda, karena mereka beroperasi mencari keuntungan, bukan niat ingin menolong.
Mator sakalangkung…