NUSANTARANEWS.co, Medan — Seiring berjalannya waktu, modus-modus transaksi judi online (judol) kian berkembang. Sindikat judol terus mencari celah dengan memanfaatkan berbagai peluang. Modus-modus baru ini sedang ditelusuri dan mulai ditindak tegas oleh BI, OJK, PPATK, dan juga didukung pelaku sistem pembayaran, seperti OVO. Demikian diungkapkan Presiden Direktur OVO, Karaniya Dharmasaputra.
Karaniya menjelaskan, setelah ruang gerak para pelaku judol makin sempit, kini mereka mencari berbagai jalan lain, antara lain berusaha bersembunyi di balik merchant-merchant palsu. Mereka juga berupaya menyalahgunakan dan bersembunyi di balik transaksi off-us (transaksi yang melibatkan merchants yang diakuisisi melalui pihak ketiga, seperti merchant aggregator), termasuk transaksi off-us QRIS.
Tujuan para pelaku judol adalah untuk menyulitkan regulator dan perusahaan sistem pembayaran melakukan deteksi.
“Modus ini memang menyulitkan perusahaan-perusahaan sistem pembayaran seperti kami untuk melakukan pendeteksian karena pelaku judol bersembunyi di balik merchant-merchant off-us yang palsu,” kata Karaniya dalam Profit CNBC Indonesia, Selasa (15/4/2025).
“Karena itu kami mengapresiasi BI, PPATK, dan lain-lain, yang telah mengambil langkah tegas dalam menelusuri dan mewajibkan perusahaan-perusahaan jasa pembayaran untuk bekerja sama dalam mengidentifikasi dan memblokir merchant-merchant mencurigakan yang terkait judol,” tuturnya.
Para merchant palsu itu, ujar Karaniya, biasanya menggunakan nama yang sepertinya terlihat normal ditemukan seperti warung bakso atau kedai kopi. Namun, jika ditelusuri pola transaksinya terlihat mencurigakan, misalnya berlangsung tengah malam, frekuensi dan total transaksi dalam jumlah besar, tapi nilainya kecil-kecil.
Karaniya menambahkan, pemberantasan judol perlu dilakukan secara simultan di tiga area, yakni produk berupa aplikasi atau website judol, alat pembayaran, dan pemilik produk yakni merchant-merchant palsu yang menjadi tempat bersembunyi para bandar judol.
Dia menegaskan, QRIS adalah inovasi pembayaran yang selama ini telah membawa manfaat luas dalam pertumbuhan sistem pembayaran elektronik di Indonesia. Yang menjadi masalah adalah upaya-upaya bandar judol yang culas dan menyalahgunakan teknologi ini sehingga namanya seolah-olah seperti merchant biasa.
“Sebagaimana wajar terjadi di semua inovasi teknologi, justru kita semua harus terus mendukung pengembangan QRIS di Indonesia dan bekerja sama dalam menutup setiap celah yang bisa disalahgunakan pelaku kriminal, termasuk pelaku judol,” kata Karaniya, seperti dikutip dari cnbcindonesia.com, Kamis (17/4/2025) sore.
(KTS/rel)