Prof. Dr. Muhammad Azhar, MA – Dosen FAI-Pascasarjana UMY dan LARI (Lingkar Akademisi Reformis Indonesia)
Pada tanggal 18-25 Mei 2024 yang lalu, Indonesia menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) di Bali sebagai forum internasional terbesar di sektor air. Suksesnya penyelenggaraan event bertaraf internasional ini, tidak terlepas dari kesiapan Indonesia dalam menjaga dan memastikan kelancaran serta keamanan acara.
Forum Air se-Dunia ini memiliki tujuan utama, untuk: (1) Meningkatkan pentingnya air dalam agenda politik; (2) Meningkatkan kesadaran di kalangan pengambil keputusan, bidang air dan profesional lainnya, media dan masyarakat luas mengenai isu-isu air dunia yang menjadi perhatian kritis; (3) Mendukung pendalaman diskusi menuju penyelesaian permasalahan air internasional; (4) Menyediakan platform untuk bertukar pandangan, informasi dan pengetahuan mengenai isu-isu terkini dan informasi terkait air global; (5) Menyajikan pengetahuan tentang penilaian air global, tantangan dan solusi potensial; (6) Menghasilkan komitmen politik untuk perbaikan pengelolaan air.
Forum ini bekerja sama dengan Dewan Air Dunia. Forum Air Dunia merupakan acara multipihak untuk memaparkan misi, pandangan, dan pencapaian komunitas air. World Water Forum (WWF) ke-10 ini mengusung tema “Water for Shared Prosperity” telah menghasilkan sejumlah hal, salah satunya Deklarasi Menteri.
World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali ini sangat penting karena ada tiga hal yang membedakan dengan penyelenggaraan sebelumnya. Di antaranya adalah adanya KTT, dihasilkannya Deklarasi Menteri, dan adanya Compendium of Concrete Deliverables and Actions (Ringkasan Hasil-Hasil dan Tindakan).
Di Indonesia, forum ini mengusung tema Air untuk Kesejahteraan Bersama. Forum ini fokus pada isu-isu seperti konservasi air, air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam. Forum ini juga sangat relevan dengan adanya fenomena La Nina dan El Nino.
Problematika Air dan Lingkungan
Di dunia terutama Indonesia dewasa ini, mengalami banyak masalah lingkungan terutama persediaan air bersih. Info terbaru, 15 danau di Indonesia sudah tercemar. Banyak sungai yang mengalami penyempitan dan pendangkalan seperti di Jakarta. Beberapa sungai yang dulunya lebar 15 meter, kini tersisa hanya 5 meter. Akibat menumpuknya sampah rumahtangga serta bangunan pemukiman kumuh di dua sisi pinggir kali yang ada.
Sebagian warga juga masih memiliki kesadaran yang rendah tentang pentingnya sungai dan sumber air bersih. Tidak sedikit warga yang sering membuang sampah di sungai dan selokan.
Tanaman pohon besar perlu dijalankan secara massif. Memperluas kembali RTH (ruang terbuka hijau), taman-taman tempat bermain yang asri dan nyaman di setiap RT. Idealnya, setiap rumah keluarga, hanya membangun 60/70 persen saja dari tanah yang ada. Sisa tanah sekitar 40/30 persen dibiarkan sebagai halaman tanah yang terbuka untuk tanaman hijau, sekaligus menampung air di musim hujan. Juga sekaligus menyiapkan beberapa sumur resapan di sekitar halaman rumah untuk cadangan air bersih.
Inisiatif Solusi Krisis Air dan Lingkungan
Contoh kasus, proyek sodetan Ciliwung Jakarta, yang dulu sempat mangkrak, kini sudah dapat menyelesaikan masalah banjir di enam kelurahan. Demikian pula, inisiatif jajaran Polri yang sudah menyentuh dan mengatasi permasalahan air bersih di Kec. Palue, patut ditiru oleh instansi lainnya di seluruh bumi Indonesia. (https://www.youtube.com/watch?v=3qy9BeWUxwE#:~:text=World%20Water%20Forum%20adalah%20forum,dipikul%20oleh%20Kepolisian%20Republik%20Indonesia.)
Demikian pula inisiatif Menteri Pertahanan (sekaligus Presiden terpilih) Prabowo Subianto, sudah mewujudkan secara kerja nyata, sebanyak 88 titik yang sudah di laksanakan pengeboran dan 44 titik lagi yang masih dan sudah siap untuk di bor. Ini bentuk kerjasama dengan Unhan, menggunakan teknologi alat mesin bor yang bagus sehingga dapat meminimalisir waktu pengeboran. Proyek ini juga berkolaborasi dengan TNI sebagai tentara rakyat, sebisa mungkin berbuat yang terbaik untuk rakyat. (https://www.tatarmedia.id/nasional/2023304698/88-titik-sumur-bor-program-kementerian-pertahanan-prabowo-subianto-pesan-ini-ke-masyarakat)
Presiden Jokowi juga telah banyak membangun berbagai embung dan bendungan lainnya untuk pemanfaatan air bagi kemandirian dan ketahanan pangan nasional, terutama di daerah yang kering seperti NTT, melalui Kementerian PUPR. dll.
Berbagai peresmian, penandatanganan prasasti peresmian dan dilanjutkan dengan menebarkan bibit ikan di bendungan serta penanaman pohon disekitar lokasi bendungan. NTT merupakan salah satu propinsi yang mengalami krisis air. Tanpa air, semua aspek pembangunan menjadi macet. Untuk itu, Pemerintah Pusat melalui Kementeriaan PUPR membangun tujuh bendungan di Provinsi NTT. Dua bendungan sudah selesai yakni Raknamo dan Rotiklot. Sedangkan lima bendungan lainnya masih dalam tahap pembangunan. Menurut Jokowi, NTT merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mendapat proyek bendungan paling banyak. Di tempat lain, lanjut Presiden hanya satu atau dua bendungan saja, tetapi untuk NTT dibangun tujuh bendungan.
Dengan selesainya bendungan Rotiklot akan bisa menampung air dengan kapasitas total 3.300.000 M3 dengan tampungan efektif 2.330.000 M3, di harapkan dapat menyediakan air untuk lahan irigasi seluas 139 ha padi, dan palawija seluas 500 ha. Juga pengendalian banjir daerah hilir di kawasan Ainiba, supply air baku untuk kebutuhan rumah tangga, tyempat wisata. Sehingga bendungan sekarang ini sudah memiliki multi tujuan. Masyarakat petani dapat panen dua kali dengan lancarnya pengairan ke daerah pertanian.
Perwakilan BPKP Provinsi NTT melakukan evaluasi rutin terhadap proyek PSN yang ada di NTT, termasuk bendungan Rotiklot, untuk memetakan progress fisik dan keuangan, mengidentifikasi hambatan tercapainya tujuan PSN. (https://www.bpkp.go.id/berita/readunit/31/21996/0/Presiden-Jokowi-Air-Merupakan-Kunci-utama-Keberhasilan-Pembangunan-di-NTT)
Krisis iklim yang semakin menggila, memunculkan gagasan agar pemerintah segera membuka Sekolah BMKG.
Solusi Beberapa Negara
Dunia, khususnya Indonesia, dapat belajar dari beberapa negara dalam mengatasi krisis air global, seperti Argentina, Vietnam, India, Brasil, Thailand, Maroko, dll.
Sejumlah pakar Argentina membuat ‘pohon cair’ untuk menghilangkan karbon dioksida dari udara dan menghasilkan oksigen di daerah perkotaan.
Tsunami sampah elektronik melanda Ibu Kota Vietnam, Ho Chi Minh. Masyarakat putar otak mendaur ulang barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai itu.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240506083731-201-1094294/foto-siasat-vietnam-tangkal-tsunami-limbah-elektronik.
Menurut World Resources Institute (WRI), Lembaga Nasional untuk Transformasi India (NITI Aayog) mengatakan India sempat mengalami krisis air terburuk dalam sejarah pada 2018. Krisis ini menyebabkan jutaan nyawa serta berbagai mata pencaharian terancam.
Dalam menghadapi masalah itu, India memprioritaskan semua penggunaan air, termasuk pasokan air minum, dan sanitasi, di bawah satu payung pemerintahan.
Tak hanya itu, India juga melakukan praktik irigasi yang lebih efisien, pun juga pelestarian dan pemulihan danau, dataran banjir, dan daerah resapan air tanah.
Brasil merupakan negara yang kaya akan sumber daya air. Negaran itu memiliki 12 hingga 14 persen cadangan air dunia. Namun, air di negara ini tidak terdistribusi secara merata. Sekitar 70 persen air ditemukan di Sungai Amazon, sementara 1,6 persen lainnya ditemukan negara bagian São Paulo.
Melihat kondisi air di Sao Paulo, Proyek Pemulihan Air Sao Paulo (REÁGUA) dilaksanakan. Proyek ini dilakukan untuk meningkatkan volume air yang dipulihkan, pun juga meningkatkan kualitas air dengan memperbaiki sistem air limbah.
Ibu kota Thailand, Bangkok, terletak di dataran rendah Delta Sungai Chao Phraya. Ketinggian datarannya hanya berjarak 1,5 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang tinggi di musim hujan juga membuat daerah itu rawan banjir.
Tak hanya itu, kota ini juga terancam tenggelam akibat permukaan laut yang naik dan terlalu banyak air yang dipompa dari akuifer di bawah kota, dilansir CNN.
Dalam mengatasi masalah ini, arsitektur Thailand Kotchakorn Voraakhom mendesain Centennial Park.Taman ini bukan hanya (tentang) kecantikan atau rekreasi, tetapi juga membantu kota menangani (masalah) air. Taman ini dibangun di atas tanjakan, dengan halaman utama dan atap yang dibuat miring juga. Fungsi kemiringan ini adalah untuk mengalirkan air hujan.
Selesai mengalir melalui taman, air akan terkumpul di lahan basah buatan. Dari sana, air mengalir ke kolam retensi, yang dapat menampung air hampir 480.000 galon (1.800 meter kubik). Tak hanya itu, taman ini juga memiliki tanah berpori yang mampu berfungsi sebagai tangki air dengan kapasitas hampir 160.000 galon (600 meter kubik). Secara keseluruhan, taman ini dapat menampung hingga satu juta galon (4.546 meter kubik) air.
Sejak 2013, Maroko telah memanfaatkan sistem jaring yang dapat menangkap kabut dan mengubahnya menjadi air. Teknologi ini digunakan untuk menghadapi masalah perubahan iklim dan kurangnya curah hujan di wilayah Maroko Selatan.
Menurut New York Media, jaring kabut yang dikembangkan oleh organisasi nirlaba berkelanjutan Dar Si Hmad dipasang di wilayah Gunung Boutmezguida. Di lokasi itu kabut muncul secara berkala. Mengutip US News, 800 orang di 15 desa terdekat menerima air yang berasal dari jaring kabut ini. Di bawah proyek ini, sekitar 47 juta meter kubik air per tahun dapat disimpan. Volume ini setara dengan seluruh pasokan air tahunan yang dibutuhkan kota berpenduduk 800.000 orang.
Indonesia sendiri juga mengalami krisi air terutama Jakarta. Jakarta sempat dihebohkan dengan kabar wilayahnya dapat tenggelam. Mulai dari abrasi pantai maupun penurunan tinggi daratan. Banyak penyebab mengantarkan wilayah Jakarta pada kemungkinan terendam ditelan lautan. Penurunan tinggi daratan Jakarta salah satunya diakibatkan oleh pemakaian air tanah yang berlebihan.
Melansir Reuters, pengambilan air tanah di Jakarta selama bertahun-tahun menyebabkan lapisan batuan dan sedimen daratan itu perlahan-lahan bertumpuk antara satu sama lain. Peristiwa ini menyebabkan sebagian wilayah kota mulai tenggelam. Tak hanya itu, Lowy Institute pada 2019 menyebut hampir setengah air tanah Jakarta terkontaminasi oleh kotoran manusia. Sementara itu, 80 persen air tanah di kota itu juga mengandung bakteri E.coli, penyebab utama penyakit diare.
Penggunaan air tanah yang berlebih, pun juga banyaknya sumber air yang tercemar, menjadikan Jakarta sebagai kota yang terancam kekurangan air bersih.
Solusi Keagamaan
Menurut data, 80 persen, wilayah Indonesia rawan bencana. Masing-masing daerah memiliki kekhasan bencana seperti: banjir, longsor, gempa dan tsunami, gunung api, puting beliung, kebakaran hutan, kekeringan, dll. LIPI juga memberi wanti-wanti bahwa tahun 2050, pulau Jawa akan tandus dan gersang seperti Afrika, jika tidak sejak dini menjaga lingkungan dan air bersih. Secara global, berbagai bencana lingkungan juga terjadi di negara Saudi, Dubai, Iran, Turki, China, Eropa dll.
Sebelum prediksi dan realitas bencana tersebut menjadi nyata, bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim, sebenarnya perlu menyadari bahwa agama Islam, sebagai contoh, memilik banyak doktrin tentang bagaimana upaya mengatasi krisis air global diatas. Dalam Qur’an, disebutkan bahwa air sebagai sumber segala kehidupan di muka bumi. Air melahirkan banyak tumbuhan, hujan, tanah yang subur serta larangan melakukan hal yang destruktif terhadap air dan lingkungan (QS Al-A’raf, 56-58).
Secara regulatif, Indonesia juga telah lama memiliki Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Secara lebih spesifik keislaman, doktrin Islam ada yang bersifat tekstual terutama wilayah ritual, namun banyak hal yang berkaitan dengan perkara kontekstual kehidupan (muamalah). Islam sangat integratif antara konsep: God, Human being, dan Nature (hablun minallah, hablun minan-nas, hablun minal-‘alam). Dalam pengelolaan kehidupan manusia dan alam, Islam membolehkan konsep exploration, namun sangat melarang prilaku exploitation.
Beberapa konsep kealaman dan lingkungan hidup (termasuk urusan air), dikenal beberapa konsep: (a) Ketundukan alam (Taskhiir); (b) Keseimbangan (Tawaazun); (c) Mengambil pelajaran tentang kebaikan (I’tibaar); (d) Upaya perbaikan, pelestarian/preservation (Ishlaah); (e) Memakmurkan bumi (I’timaar); (f) Tidak ada yang sia-sia di muka bumi (maa khalaqta hadza baathilan); (g) alam bersifat objektif (Sunnatullah); (h) Pemanfaatan hasil bumi, pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi, seperti Hilirisasi, (Intifaa’), dll.
Musibah juga umumnya karena ulah manusia sendiri, seperti: banjir sebagai akibat tidak merwat hutan dengan baik; fenomena hutan beton di perkotaan; menyempitnya RTH (ruang terbuka hijau); sungai yang semakin sempit dan dangkal akibat buang sampah sembarangan; polusi udara (efek rumah kaca); abrasi
pantai karena semakin hilangnya hutan mangrove; hutan yang gundul berakibat longsor; penggunaan pupuk non-organik yang berakibat pencemaran tanah dan air seperti yang pernah terjadi di sebuah kota kecil di Amerika.
Oleh sebab itu, warga dunia, khususnya bangsa Indonesia, saatnya kembali memakmurkan bumi (green earth) dengan menghemat air bekas wudlu’ untuk menyiram tanaman. Di Indonesia ada sekitar 800.000 masjid. Jika seluruh masjid tersebut bisa memanfaatkan air bekas wudlu’ yang belum bercampur dengan air sabun dan zat kimia lainnya, sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk menyiram tanaman, karenan tanaman akan memberikan udara bersih bagi manusia. Jika ini dilakukan secara disiplin, jutaan ember air bersih perhari bisa dihemat untuk pelestarian linkungan. Demikian pula diperkaya dengan pengelolaan sampah organik dengan baik, dll.
Udara bersih juga dapat diperoleh dengan penanaman minimal satu pohon besar di setiap rumah penduduk. Merawat parit, selokan dan sungai agar tetap bersih dari sampah dan kotoroan kimiawi lainnya.
Air merupakan sumber utama kehidupan. Sudah saatnya dunia, terutama warga Indonesia sebagai bangsa terbesar ke-4 dunia, segera menseriusi pentingnya penyelamatan air bersih ini. Beberapa problemtika diatas sekaligus beberapa usulan solutif, dapat segera dieksekusi oleh segenap warga bangsa. Baik secara governrment, maupun personal dan sosial. Perlu juga dicermati beberapa kritik dari LSM yang peduli air dan lingkungan, terutama yang terkait dengan privatisasi dan kapitalisasi air yang mempersempit akses air bersih bagi rakyat.
Akhirnya, setiap tanggal 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Enviroment Day sebagai bentuk pengingat dan upaya untuk menjaga bumi, termasuk air.
Jangan mewariskan air mata kepada anak cucu kita, tetapi mari secara bersama-sama, kita semua mewariskan Mata Air. Wallahu a’lam bisshawab.