Oleh: Syahril Syam *)
Seorang arif berkata, “Harus diketahui bahwa memperbaiki hati lebih penting daripada kajian tentang hakikat hati itu sendiri dan lebih penting daripada membuat istilah-istilah yang berkaitan dengannya, karena baik dan rusaknya hati merupakan pangkal kebahagiaan dan kesengsaraan manusia.
Alangkah banyaknya orang yang tenggelam dalam istilah serta berupaya memahami definisi, tetapi akhirnya lupa akan hatinya sendiri dan tidak memperbaikinya. Untuk itu, hendaklah manusia menjadikan perbaikan dan penyempurnaan hati sebagai tujuan utamanya sehingga ia dapat meraih puncak kebahagiaan dan tahapan-tahapan tertinggi di alam gaib.”
Mengapa penyucian hati menjadi begitu penting?
Melalui panca indra, kita merekam semua data yang masuk dari pengalaman kita yang beragam di kabel sinaptik otak. Saat kita memutuskan untuk melakukan sesuatu, maka saat itupula telah terbersit niat kita melalui apa yang kita pikirkan, baik secara sadar maupun tidak. Dan kemudian melahirkan perasaan yang spesifik. Apa yang kita lakukan akhirnya terekam dan membentuk ingatan spesifik. Apakah kita mengembangkan konsep baru dalam pikiran kita, mempelajari informasi baru , memiliki pengalaman baru, mengulangi pengalaman yang sama, atau melatih keterampilan, proses mengasosiasikan apa yang kita ketahui untuk memahami apa yang tidak kita ketahui, dan kemudian mengulangi proses berpikir lagi dan lagi, akan menyebabkan neuron membentuk pola bersama sebagai komunitas saraf. Produk akhir dari aktivitas ini adalah jaringan saraf baru.
Artinya, niat, pikiran, perasaan, dan pengalaman yang spesifik dan baru akan membentuk jaringan saraf yang juga spesifik. Ketika kita berada di tengah-tengah pengalaman baru, semua indra kita terlibat dalam peristiwa tersebut. Apa yang kita lihat, cium, dengar, cicipi, dan sentuh/rasakan mengirimkan rangsangan sensorik yang sinkron melalui lima jalur berbeda ke otak sekaligus. Ketika data itu mencapai otak, hutan neuron menyala dan mengatur ulang, dan ada pelepasan neurotransmiter kimia yang sangat besar di ruang sinaptik serta di daerah otak lainnya.
Pola neurologis sinaptik baru mulai membentuk otak untuk memetakan pengalaman itu sebagai ingatan baru dalam bentuk jaring saraf yang spesifik. Pelepasan bahan kimia otak yang berbeda menghasilkan perasaan tertentu. Akibatnya, produk akhir dari setiap pengalaman adalah perasaan atau emosi yang juga spesifik. Jadi kalau seseorang memiliki niat dan pikiran “untuk pamer” saat bersedekah, maka hal ini akan membentuk jaringan saraf “pamer”, dan melahirkan perasaan “ingin pamer” saat mengalami pengalaman bersedekah. Terbentuklah niat, pikiran, dan perasaan “ingin pamer” pada suatu pengalaman spesifik berupa bersedekah.
Perasaan adalah ingatan kimiawi. Oleh karena itu, kita dapat mengingat pengalaman dengan lebih baik karena kita dapat mengingat bagaimana perasaan tersebut. Kombinasi dari apa yang kita alami dengan apa yang kita rasakan secara alami membentuk kenangan abadi yang tertanam dalam diri kita. Sehingga kapanpun dan dimanapun ketika ingin bersedekah, maka pola kebiasaan “ingin pamer” ini akan selalu muncul. Perasaan ingin (termotivasi) bersedekah selalu dibarengi perasaan “ingin pamer”. Ini berarti, setiap niat, pikiran, dan perasaan pada suatu pengalaman adalah suatu ikatan yang sangat spesifik.
Namun hal ini bisa diubah ketika kita mengubah niat dan pikiran kita saat bersedekah. Saat kita secara sadar berniat untuk hanya semata-mata mengharap Ridha-Nya, maka pikiran kita pun akan membentuk jaringan saraf yang berbeda dan juga menghasilkan perasaan yang berbeda. Saat jaringan saraf ini berkombinasi dengan pengalaman (dalam hal ini bersedekah), maka akan membentuk jaringan saraf yang juga spesifik dan berbeda dengan jaringan saraf sebelumnya. Perasaan yang dirasakan pun akan terasa berbeda.
Karena emosi/perasaan adalah produk akhir dari semua pengalaman, baik dan buruk, diketahui dan tidak diketahui, maka jika kita memiliki perasaan yang sama setiap hari, ini berarti kita tidak memiliki pengalaman baru. Pasti ada pengalaman yang belum kita terima yang bisa menghasilkan emosi baru. Dengan demikian, mengecek dan mengoreksi hati kita adalah penting bagi penyucian diri (jiwa) kita. Karena perasaan yang dirasakan akan selalu terikat secara spesifik dengan niat dan pikiran kita, yang terkombinasi dengan pengalaman yang kita lakukan.
Pengetahuan adalah awal dari pengalaman. Ketika kita mempelajari informasi baru dan menerapkan apa yang kita pelajari dengan memodifikasi perilaku kita, kita menciptakan pengalaman baru. Karena emosi adalah produk akhir dari pengalaman, hasil dari tindakan kita yang disengaja haruslah menghasilkan pengalaman baru dengan emosi baru yang bersifat benar dan baik. Karena apa yang keluar dari jiwa, itu juga yang kembali kepada jiwa, maka setiap perbuatan baik, mestinya terikat pada jaringan saraf niat, pikiran, dan perasaan yang benar dan baik pula. Bukan berupa perasaan yang merupakan penyakit-penyakit hati. Karena apa yang dirasakan hati-lah yang akhirnya menentukan seberapa bahagia diri kita dan menjadi penggerak bagi perbuatan kita.
@pakarpemberdayaandiri