OPINI  

Pentingnya Pengembangan Pariwisata Berbasis Ekologis (ecotourism) di Provinsi Papua Barat.

 

Oleh. Marten Luter Salossa
Inisiator dan koordinator Komunitas Save Ayamaru Lakes (SAL)

Maraknya perkembangan pariwisata di Tanah Papua yang salah dieksploitasi sebagai tempat untuk sekedar berselfie sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Mulai dari danau Imfonte atau yang viral dikenal dengan danau love di Jayapura, Pianemo di Raja Ampat sampai Mos Framu di danau Ayamaru.

Para pengunjung bervariasi namun paling sering didominasi kaum milenial. Apakah karena korban dari acara MyTripMyAdventure? (salah satu acara di tv swasta) atau korban sosial media.

Tujuan mereka melakukan perjalanan ke suatu lokasi wisata hanyalah untuk selfie, mengejar rating postingan di sosmed dan sekedar dijadikan tempat permandian.

Sudah jelas di sini bahwa kebanyakan masyarakat kita saat ini masih belum memahami secara baik apa itu konsep pariwisata secara spesifik misalnya untuk edukasi tentang pengenalan lingkungan alam sekitar.

Pariwisata yang bermunculan di berbagai daerah di Papua masih dikategorikan sebagai pariwisata konvensional yang bertujuan semata-mata untuk leisure (bersantai dan kesenangan) atau berpiknik.
Konsep semacam ini dilihat oleh pengelolah tempat wisata baik masyarakat maupun pemerintah lokal sebagai model wisata yang harus dikembangkan oleh mereka, sehingga mereka membangun fasilitas di lokasi wisata yang bertujuan untuk menarik para pemburu selfi serta fasilitas lain yang bertujuan hanya untuk menjawab kepuasan pengunjung yang sifatnya sementara.

Mereka memasang pernak pernik baik itu para-para (tempat duduk), tulisan-tulisan yang memancing para selfi mania. Tulisannya beragam dengan dialek daerah yang populer misalnya `Sa Sayang Ko´ Ko mau dia’ Ingat aku selalu´ dan masih banyak lagi.

Tulisan ini dipajang di area sekitar tempat wisata, ada yang dipancang di pepohonan yang merupakan tumbuhan alami sekitar area wisata. Penerapan konsep pariwisata semacam ini akan memberikan dampak yang buruk bagi para pengunjung terutama kaum milenial karena penyampaian pesan wisata yang tidak bersifat edukatif atau mendidik. Selain itu dapat mengusik keaslian tempat wisata terutama spot yang masih alamiah menjadi terkesan artifisial belaka.

Dengan melihat berbagai macam tempat wisata di Papua yang pada umumnya terdapat di alam dan masih bersifat alamiah, maka seharusnya konsep yang diterapkan adalah pariwisata berbasis ekologis (Ecotourism).

Di sini para pengunjung akan mendapatkan informasi yang bersifat edukatif karena disuguhkan dengan informasi flora dan fauna endemik setempat dan suasana alam yang masih alami juga dapat menenangkan pikiran bagi para pengunjung yang berasal dari perkotaan.

Selain itu para peneliti baik dalam dan luar negeri bisa datang mengadakan penelitian yang berkelanjutan. Konsep pariwisata berbasis ekologis selain ramah lingkungan memiliki potensi besar dalam mendatangkan income atau PAD terutama devisa bagi daerah.

Misalnya sebagian besar turis mancanegara yang latar belakang mereka pada umumnya sebagai peneliti dan pecinta alam. Tujuan utama mereka berkunjung ke Kepulauan Raja Ampat adalah untuk melihat spesies ikan Pari Manta Ray, sejenis Oktopus yang langka, Telaga Ubur-ubur (Stingless Jellyfish), Terumbu Karang yang tumbuh subur dan unik serta spesies-spesies endemik lainnya yang hanya terdapat di Kepulauan Raja Ampat.

Contoh yang lain para pengunjung mancanegara yang berkunjung ke danau Ayamaru bertujuan untuk melihat ikan Pelangi danau Ayamaru di alam secara langsung karena danau Ayamaru dikenal dunia dari spesies ikan endemiknya yaitu ikan Pelangi “Melanotaenia boesemani”. Ikan ini cukup populer di kalangan penghobi akuarium ikan hias air tawar di seluruh dunia. Begitu pun Kab. Pegunungan Arfak menjadi destinasi turis mancanegara untuk pengamatan burung Cenderawasih.

Adapun para turis mancanegara yang hendak pergi untuk melihat Penyu Belimbing di pesisir Pulau Amsterdam dan Middelburg (sebutan untuk Pulau Miossu) di Kab. Tambrauw.

Keanekaragaman hayati yang tinggi ini yang harus dipromosi sebagai aikon daerah untuk tujuan pengembagan ekowisata (ecological tourism).

Konsep pariwisata berbasis ekologis (ecotourism) sejalan dengan Paris Agreement untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan alam dan telah diadopsi oleh provinsi Papua Barat sebagai provinsi konservasi. Pencanangan Provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi membuat gubernur Dominggus Mandacan menerima penghargaan sebagai “Pahlawan Konservasi Global” di Los Angeles, AS tahun 2019. Penghargaan tersebut merupakan pengakuan dunia internasional atas upaya Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam menjaga hutan, laut serta menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat asli Papua Barat dengan pendekatan pembangunan yang berkelanjutan serta ramah lingkungan.

Untuk mencanangkan konsep pariwisata berbasis ekologi (Ecotourism) maka pemerintah daerah harus melakukan identifikasi potensi ekologis daerah yang terkandung di alam tersebut.

Setelah melakukan identifikasi kemudian dilakukan promosi dan kampanye berupa edukasi ke masyarakat akan potensi yang terkandung di alam sekitar serta juga manfaatnya secara ekonomi dan hubungannya dengan kearifan lokal masyarakat setempat.

Melalui tahapan edukasi yang baik maka akan muncul suatu kesadaran yang tinggi dari masyarakat lokal setempat akan pentingnya menjaga alam dan akhirnya mudah untuk diadakan program konservasi.

Program konservasi oleh pemerintah sangat penting karena akan diperkuat dengan pembuatan regulasi yang pro lingkungan. Tujuan akhirnya alam sekitar tetap terjaga, ekonomi masyarakat dapat tumbuh secara berkesinambungan dengan ramah terhadap lingkungan, Income daerah dapat ditingkatkan bersinergis dengan program konservasi alam.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *