OPINI  

Two State Solution, Solusi atau Akar Masalah?

Foto ilustrasi

Oleh: Ifah Rasyidah (Penulis/Pegiat Literasi Islam)

Hari ini umat Islam di berbagai penjuru dunia menunjukkan pembelaan tersebut dengan berbagai bentuk. Namun, di tengah gelombang aksi pembelaan itu, terdapat pernyataan sikap Presiden Prabowo yang menuai banyak kontroversi.

Sikap awal Presiden Prabowo yang mendukung kemerdekaan Palestina. Namun saat ini menyatakan sikap mendukung Two State Solution pada pertemuan PBB beberapa waktu lalu. Membuat masyarakat bingung dengan sikap ambigu yang diambilnya menghendaki perdamaian tapi terkesan sangat pragmatis, sebagaimana ungkapan beliau pada pertemuan tersebut.

Hanya dengan cara itu (two state solution) kita bisa mendapatkan kedamaian yang sebenarnya, kebenaran tanpa kebencian dan kecurigaan …. Satu-satunya solusi adalah two state solution. Dua keturunan Ibrahim harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmonis,….. Kita akan mengakui Israel jika Israel mengakui Palestina” tutur Prabowo saat berpidato dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025).

Sikap ini telah mencederai hati umat Islam yang teguh memperjuangkan pembebasan Palestina. Mereka berpegang teguh pada prinsip dukungan penuh terhadap Palestina dan menolak segala bentuk legitimasi terhadap pendudukan Israel. Bagi mereka, pengakuan Israel, bertentangan nilai kemanusiaan, dianggap sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina dan umat Islam secara menyeluruh.

Tanpa disadari sikap Presiden Prabowo adalah bentuk pelanggaran terhadap amanat konstitusi Indonesia yang menentang penjajahan. Sejumlah aksi damai untuk Palestina dan seruan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel menjadi bukti ketidakberpihakan umat Islam terhadap kedzaliman Israel terhadap rakyat Palestina.

Two State Solution Hanya Tameng Politik.

Secara sederhana, solusi dua negara adalah kerangka yang mengusulkan berdirinya dua negara merdeka, yakni Palestina dan Israel. Usulan pembagian wilayah mulai diusulkan dalam Rencana Pembagian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1947. Entitas Yahudi Israel akan mendapat 56 persen wilayah Palestina, meskipun orang-orang Yahudi hanya 31 persen dari populasi. Padahal di lapangan mereka hanya memiliki 20 persen tanah yang ada. Solusi itu telah menjadi formula yang berakar pada upaya diplomatik sejak Perjanjian Oslo dan berbagai Resolusi PBB sebelumnya.

Pada November 1988 PBB secara resmi mengakui Israel dan secara simbolis memproklamirkan negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Itu pertama kalinya solusi dua negara secara resmi diterima Palestina. Sejak saat itu pula, upaya untuk menyelesaikan konflik berdasarkan solusi dua negara.

Hampir di setiap konflik Palestina-Israel berakhir pada perjanjian damai terakhir serangan tahun 2012 diakhiri dengan perjanjian damai “ Two State Solution “ pada 2014. Namun kembali di langgar oleh Israel.

Tidakkah kita belajar dari sejarah kelam penjajahan Israel atas Palestina. Setiap perjanjian damai termasuk yang dilakukan saat ini hanya dijadikan sebagai tameng PBB dari kecaman dunia. Langkah tersebut hanya akan memperkuat posisi Israel tanpa memberikan jaminan nyata bagi hak-hak Palestina. Dan fakta yang terjadi pemetaan wilayah Israel saat ini semakin luas akibat perjanjian-perjanjian damai yang dilakukan.

Alurnya permainannya sangat jelas,   zionis Israel melakukan penjajahan dengan mengkapling wilayah jajahan baru, melakukan perjanjian damai dengan peresmian wilayah baru selanjutnya dilanggar lagi dengan penjajahan baru. Sehingga wilayah zionis Israel semakin meluas dan Palestina semakin kecil.

Maka solusi ini bukan hal baru, namun merupakan senjata utama bagi zionis Israel untuk melegitimasi keberadaan mereka di atas tanah Palestina.

Penyesatan Opini Masalah Palestina

Masalah Palestina adalah masalah umat Islam. Bukan masalah warga Palestina atau masalah bangsa Arab saja. Akar masalah Palestina yang terjadi sejak lama adalah adanya penjajahan dan pendudukan Zionis Israel atas tanah Palestina. Lahirnya Yahudi Israel yang ilegal dibidani oleh negara-negara Eropa, khususnya Inggris di awal kemunculannya. Dan sampai saat ini didukung penuh oleh Amerika Serikat.

Kejahatan para penguasa di Dunia Islam semakin nyata dengan penyesatan politik untuk menutupi kelemahan mereka. Mereka seolah-olah tampil sebagai pembela Palestina dengan menyatakan mendukung pendirian negara Palestina sebagai bagian solusi dua negara (Two States Solution).

Padahal secara gamblang diketahui bahwa solusi dua negara ini tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Pasalnya, perjanjian damai ini adalah pengakuan keberadaan penjajah Yahudi secara resmi. Perkara yang justru menjadi akar masalah utama. Dan ini yang tidak dipahami sebagian besar umat Islam yang mendukung langkah tersebut sebagai solusi akhir Palestina.

Sekali lagi Two State Solution adalah bentuk pengkhianatan pemimpin negeri-negeri muslim atas Palestina dan umat Islam.  Solusi tersebut adalah legitimasi keberadaan Israel sebagai sebuah negara yang berdampingan dengan Palestina.

Oleh karena itu, solusi yang harusnya menjadi satu-satunya pilihan adalah menghilangkan penjajahan tersebut atau mengusir Zionis Israel dengan jihad pengiriman pasukan militer ke Palestina. Namun bagaimana mungkin pengiriman pasukan militer akan dilakukan jika para pemimpin negeri-negeri muslim duduk berdampingan dengan penjajah dunia.

Maka langkah seharusnya untuk menyikapi Two State Solution atas Palestina adalah menolak solusi tersebut dan tidak menjadi bagian darinya. Inilah yang sejatinya dilakukan para penguasa negeri Islam yang  dengan otoritasnya mampu menggerakkan tentara dan kekuatan militer yang mereka miliki.

Sejarah mencatat, pada tahun 1897 Theodore Herzl (pemimpin Zionis) menemui Khalifah Sultan Abdul Hamid II  untuk membeli tanah Palestina, tetapi ditolak tegas oleh Khalifah. Khilafah menjaga Palestina dari upaya Zionis menguasasi tanah Palestina. Israel berdiri justru setelah Khilafah Islam sebagai penjaganya runtuh tahun 1924. Dan sungguh kita merindukan sosok pemimpin tegas seperti Khalifah Sultan Abdul Hamid II yang berani melawan penjajah dan tidak bermanis muka dengan zionis penjajah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *