Dedi Mulyadi Soroti Bandara Kertajati di Majalengka yang Terus Merugi

Bandara Kertajati Majalengka [Foto istimewa]

NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka dilaporkan terus merugi. Berdasarkan informasi terbaru, bandara ini menanggung kerugian lebih dari Rp60 miliar per tahun untuk operasionalnya, dengan utang mencapai Rp3 triliun.

Beberapa faktor penyebab BIJB terus merugi diantaranya minimnya penerbangan. Menurut informasi yang dihimpun, Kertajati hanya memiliki sedikit penerbangan (misalnya, 3 kedatangan dan 3 keberangkatan per hari), jauh di bawah kapasitas bandara internasional.

Selain itu, lokasi bandara dianggap kurang strategis, terlalu jauh dari Bandung dan Jakarta, serta kurangnya studi kelayakan yang memadai sebelum pembangunan.

Faktor penyebab lainnya adalah persaingan dengan Bandara lain. Masyarakat cenderung memilih Bandara Soekarno-Hatta atau Bandara Husein Sastranegara (sebelum ditutup) karena aksesibilitas dan ketersediaan jam terbang.

Melansir dari Kompas.com, Bandara Kertajati pernah dimasukkan dalam Program Strategis Nasional (PSN) dengan pembangunan sejak 2015 hingga 2017 dilakukan menggunakan anggaran APBN melalui Kementerian Perhubungan.

Anggaran ini belum termasuk biaya dari APBD yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk pembebasan lahan.

Setelah melalui proses panjang, Bandara Kertajati resmi beroperasi pada 24 Mei 2018. Proses pembangunan Bandara Kertajati dilaporkan menelan biaya hingga Rp 2,6 triliun.

Saat ini, pengoperasian Bandara Kertajati menjadi tanggung jawab PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB). BIJB merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibentuk oleh Pemprov Jawa Barat pada 24 November 2013.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti kerugian operasional Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka, yang mencapai lebih dari Rp 60 miliar per tahun.

Menurutnya, bandara ini tidak beroperasi secara optimal, bahkan disebutnya sebagai “peuteuy selong” (petai kering) karena minimnya aktivitas penerbangan.

Ia juga mengungkapkan bahwa Pemprov Jabar terbebani biaya operasional, dengan utang bandara mencapai Rp 3 triliun, yang berisiko disita jika tidak terbayar.

Dedi mendorong optimalisasi bandara, termasuk rencana pemanfaatannya untuk jemaah haji, dan tidak menentang usulan reaktivasi Bandara Husein sebagai solusi alternatif.

“Majalengka ke sananya sudah ada bandara. Padahal sekarang udah berubah jadi peuteuy selong. Kenapa jadi peuteuy selong (Bandara Kertajati sepi)? Kan nggak ada pesawatnya, nggak maju-maju,” ujar Dedi Mulyadi di hadapan jajaran Forkopimda dan anggota DPRD Majalengka.

Dedi Mulyadi mengakui, selama tiga bulan menjabat sebagai Gubernur Jabar, ia belum bisa mengambil langkah cepat terhadap kondisi BIJB Kertajati saat ini. Ia juga mengungkapkan, Pemprov Jabar harus menanggung biaya operasional bandara sebesar Rp 60 miliar per tahun.

Kondisi ini, menurut Dedi, menjadi beban yang perlu dicarikan solusi.

“Kan nombok setiap tahun Rp 60 miliar untuk bandara. Harus bagaimana (solusi Bandara Kertajati sepi),” tanya Dedi.

Untuk mengatasi kerugian Bandara Kertajati, sejumlah pihak mengusulkan beberapa solusi diantaranya :

Optimalisasi Lahan dan Fasilitas: Manfaatkan lahan seluas 1.800 hektar untuk membangun fasilitas strategis yang terintegrasi, seperti kawasan industri atau pusat logistik, untuk meningkatkan aktivitas ekonomi di sekitar bandara.

Peningkatan Trafik Penerbangan: Tambah rute dan jadwal penerbangan untuk meningkatkan jumlah penumpang. Promosi agresif melalui media sosial dan kerja sama langsung dengan maskapai juga dapat menarik lebih banyak pengguna.

Transformasi Fungsi Bandara: Ubah Bandara Kertajati menjadi pusat pemeliharaan pesawat (Maintenance, Repair, and Overhaul/MRO) dan Aerospace Park untuk mendiversifikasi pendapatan, seperti yang direncanakan pemerintah melalui kerja sama dengan GMF.

Perbaikan Aksesibilitas: Sediakan transportasi umum yang murah dan efisien, seperti kereta dan bus dengan jadwal rutin dari Bandung, Karawang, dan Cirebon. Percepatan pembangunan infrastruktur seperti Tol Cileunyi juga dapat memudahkan akses.

Reaktivasi Bandara Husein Sastranegara: Mengoperasikan kembali Bandara Husein di Bandung dapat mengurangi beban operasional Kertajati, dengan fokus pada penerbangan domestik tertentu untuk membagi trafik.

Promosi dan Branding: Bangun citra bandara yang jelas melalui promosi intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menarik maskapai serta penumpang.

Dukungan Pemerintah: Alokasi dana dari APBN melalui Program Strategis Nasional dapat membantu menutupi kerugian operasional sambil mengembangkan ekosistem bandara.

Solusi ini memerlukan koordinasi antara pemerintah daerah, pusat, dan pengelola bandara untuk mengatasi tantangan seperti aksesibilitas dan rendahnya jumlah penerbangan. Namun, solusi seperti reaktivasi Bandara Husein atau penutupan Bandara Halim masih kontroversial dan perlu kajian mendalam.

[jgd/red]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *