Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
Dampak Efisiensi Anggaran terhadap Kinerja Kementerian dan Lembaga
Pemangkasan anggaran yang dilakukan secara sembrono dan serampangan berisiko besar terhadap kinerja kementerian dan lembaga negara.
Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun.
Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun, dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik.
Pemotongan anggaran yang drastis terhadap kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang kehilangan lebih dari 70% anggarannya, telah berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital.
Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan.
Dampak lainnya juga terlihat pada lembaga strategis seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang mengalami pemotongan lebih dari 50%.
Akibatnya, kapasitas BMKG dalam memberikan peringatan dini bencana melemah, meningkatkan risiko terhadap keselamatan masyarakat.
Hal ini menjadi bukti bahwa efisiensi yang tidak terencana dapat berujung pada dampak yang lebih besar dan berbahaya.
Tidak hanya itu, pemotongan anggaran ini telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI.
Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius.
Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional di sektor-sektor vital.
Positif dan Negatif dari Kebijakan Efisiensi Anggaran ala Presiden Prabowo
Kebijakan efisiensi anggaran memang tidak sepenuhnya buruk.
Ada beberapa aspek positif yang dapat diambil, seperti pengurangan pemborosan anggaran dan peningkatan efisiensi operasional di kementerian dan lembaga.
Namun, tanpa perencanaan dan eksekusi yang cermat, dampak negatifnya jauh lebih besar dan merugikan rakyat secara langsung.
Dampak Positif:
Pengurangan Pemborosan: Dengan adanya pemangkasan anggaran, pengeluaran yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas dan pengadaan barang yang kurang prioritas, dapat diminimalisasi. Hal ini seharusnya membuat anggaran lebih fokus pada program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Peningkatan Efisiensi: Pemotongan anggaran memaksa kementerian dan lembaga untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber daya, misalnya dengan mengoptimalkan teknologi dan digitalisasi dalam pelayanan publik.
Dampak Negatif:
Penurunan Kualitas Layanan Publik: Banyak layanan esensial menjadi terganggu akibat pemangkasan anggaran yang tidak terencana. Sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan kebencanaan adalah yang paling terdampak.
PHK Massal dan Ketidakpastian Tenaga Kerja: Banyak pegawai di berbagai lembaga pemerintah menghadapi risiko kehilangan pekerjaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap ekonomi nasional.
Gangguan pada Proyek Infrastruktur: Pemotongan anggaran di sektor infrastruktur telah menyebabkan penundaan atau pembatalan proyek-proyek strategis.
Hal ini akan berdampak pada konektivitas nasional, daya saing ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat luas.
Pengawasan untuk Mengamankan Anggaran yang Sudah Dipotong
Jika efisiensi anggaran tetap dilakukan, maka diperlukan mekanisme pengawasan yang ketat agar anggaran yang telah dipotong tidak dikorupsi atau dialihkan ke pos-pos yang tidak semestinya.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan pengelolaan anggaran tetap transparan dan akuntabel meliputi:
Penguatan Pengawasan Internal: Setiap kementerian dan lembaga harus memperkuat mekanisme pengawasan internal untuk mencegah potensi penyalahgunaan anggaran. Auditor internal harus lebih independen dan memiliki kewenangan lebih besar dalam mengawasi penggunaan anggaran.
Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah harus membuka laporan keuangan dan penggunaan anggaran secara berkala agar masyarakat dapat ikut memantau. Digitalisasi sistem keuangan pemerintah dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transparansi.
Kolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum: KPK, Kejaksaan Agung, dan kepolisian harus lebih aktif dalam mengawasi implementasi efisiensi anggaran. Setiap indikasi penyimpangan harus segera ditindaklanjuti dengan sanksi yang tegas.
Pelibatan Masyarakat Sipil dan Media: Organisasi masyarakat sipil dan media memiliki peran penting dalam mengawasi penggunaan anggaran. Investigasi independen dan laporan dari masyarakat dapat membantu mencegah terjadinya korupsi dan penyelewengan dana negara.
Rekomendasi: Jangan Buru-Buru, Perencanaan Matang Diperlukan
Efisiensi anggaran bukanlah hal yang salah, tetapi jika dilakukan tanpa perencanaan yang matang, hasilnya justru dapat merusak layanan publik dan merugikan rakyat.
Pemangkasan anggaran yang sembrono telah berdampak pada terhambatnya proyek infrastruktur, menurunnya kualitas layanan publik, dan meningkatnya angka PHK.
Dengan rencana pelaksanaan tahap kedua dan ketiga yang masih akan berjalan, potensi dampak negatif ini bisa semakin meluas.
Pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran.
Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana.
Evaluasi menyeluruh harus dilakukan agar kebijakan ini tidak merugikan kepentingan publik.
Rakyat harus bersikap kritis dan menolak jika kebijakan efisiensi ini lebih banyak membawa dampak buruk dibanding manfaat.
Pengawasan ketat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, media, dan lembaga penegak hukum, menjadi kunci agar anggaran yang telah dipotong tetap dikelola secara transparan dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pihak.
Efisiensi seharusnya bukan sekadar penghematan angka di atas kertas, tetapi harus berdampak nyata pada kesejahteraan rakyat.
END