OPINI  

MBG: Mengorbankan Masa Depan Desa Demi Makan Gratis?

Ekonom Achmad Nur Hidayat

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ

Penggunaan Dana Desa untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menuai perdebatan yang cukup hangat. 

Di satu sisi, program ini bertujuan untuk memberikan manfaat langsung berupa makanan bergizi kepada masyarakat desa, yang memang membutuhkan asupan nutrisi yang memadai. 

Namun, di sisi lain, alokasi anggaran sebesar 20 persen dari Dana Desa untuk program ini memunculkan sejumlah pertanyaan penting mengenai prioritas pembangunan, efektivitas implementasi, dan dampaknya terhadap keberlanjutan desa.

Program ini, meskipun terlihat mulia, berpotensi mengorbankan tujuan utama Dana Desa, yaitu pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kesejahteraan jangka panjang. Pendekatan ini, dalam beberapa aspek, justru dapat menimbulkan dampak negatif yang mengancam keberlanjutan ekonomi dan sosial desa.

Salah satu kritik utama terhadap program MBG adalah pengalihan prioritas Dana Desa dari pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.

Selama ini, Dana Desa digunakan untuk membangun fasilitas dasar seperti jalan, irigasi, pasar desa, fasilitas kesehatan, dan pendidikan. Infrastruktur-infrastruktur ini memainkan peran penting dalam mendorong produktivitas masyarakat desa, membuka akses pasar bagi produk lokal, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Dengan dialokasikannya sebagian besar anggaran untuk program MBG, ada risiko bahwa proyek-proyek pembangunan vital tersebut akan terabaikan.

Dalam jangka panjang, kurangnya infrastruktur yang memadai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi desa, yang justru akan memperburuk masalah kemiskinan dan ketahanan pangan yang ingin diatasi oleh program MBG.

Selain itu, penggunaan Dana Desa untuk memberikan makanan gratis juga menimbulkan risiko ketergantungan masyarakat terhadap bantuan. Ketergantungan ini berpotensi melemahkan semangat dan inisiatif masyarakat untuk bekerja keras meningkatkan taraf hidup mereka secara mandiri.

Sebagai contoh, alih-alih mendorong petani lokal untuk meningkatkan produksi pangan mereka, program ini justru dapat menciptakan situasi di mana masyarakat lebih mengandalkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.

Hal ini bertentangan dengan prinsip pemberdayaan masyarakat yang menjadi dasar utama program Dana Desa. Dengan kata lain, program ini bisa dianggap memberikan “ikan” alih-alih “kail” kepada masyarakat desa.

Di sisi lain, implementasi program MBG juga menghadapi tantangan besar dari segi manajemen dan pengawasan. Program ini memerlukan mekanisme distribusi yang efisien agar bahan pangan dapat sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Namun, pengalaman menunjukkan bahwa banyak desa masih kekurangan kapasitas dalam hal manajemen keuangan dan pengawasan. Tanpa pengelolaan yang baik, ada risiko penyalahgunaan dana, ketidakmerataan distribusi, atau kualitas makanan yang tidak sesuai standar.

Akibatnya, tujuan mulia dari program ini mungkin tidak tercapai, sementara Dana Desa yang terbatas telah habis terpakai.

Dampak negatif lainnya adalah berkurangnya dukungan terhadap pemberdayaan ekonomi lokal. Dana Desa selama ini digunakan untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pelaku usaha di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.

Dengan memprioritaskan program MBG, dana untuk inisiatif-inisiatif produktif ini kemungkinan akan berkurang. Padahal, pengembangan UMKM lokal dapat memberikan dampak yang lebih berkelanjutan bagi perekonomian desa.

Contohnya, jika dana digunakan untuk memberikan pelatihan dan modal usaha kepada petani atau peternak, masyarakat desa dapat meningkatkan produksi dan pendapatan mereka, sehingga mampu membeli makanan bergizi tanpa harus bergantung pada program makanan gratis.

Ketidaksesuaian antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam program MBG juga patut menjadi perhatian. Memberikan makanan bergizi gratis memang dapat memberikan manfaat langsung, tetapi tidak menjamin bahwa masyarakat desa akan memiliki akses berkelanjutan terhadap makanan bergizi setelah program ini selesai.

Sebaliknya, investasi pada infrastruktur, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi memiliki dampak yang lebih berjangka panjang. Misalnya, dengan membangun pasar desa atau fasilitas penyimpanan pangan, masyarakat desa dapat mengakses dan menjual produk mereka dengan lebih mudah, menciptakan sirkulasi ekonomi yang menguntungkan seluruh komunitas.

Menghadapi kritik-kritik ini, perlu dipertimbangkan alternatif solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk meningkatkan gizi masyarakat desa. Salah satunya adalah melalui program subsidi bergizi berbasis produksi lokal.

Alih-alih memberikan makanan gratis, pemerintah desa dapat menyediakan subsidi bagi petani atau produsen lokal untuk meningkatkan hasil pangan mereka. Produk pangan yang dihasilkan kemudian dijual kepada masyarakat dengan harga yang terjangkau.

Model ini tidak hanya membantu masyarakat mendapatkan makanan bergizi, tetapi juga memberdayakan petani dan produsen lokal, sehingga memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas.

Selain itu, edukasi tentang pentingnya makanan bergizi dapat menjadi bagian dari program Dana Desa. Pemerintah desa dapat mengadakan pelatihan atau kampanye kesadaran tentang cara memanfaatkan bahan pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Program ini akan membantu masyarakat memahami pentingnya pola makan sehat dan mendorong mereka untuk mengolah sendiri bahan pangan yang tersedia di desa. Langkah ini tidak hanya berbiaya lebih rendah, tetapi juga lebih berkelanjutan dibandingkan dengan memberikan makanan gratis.

Pengembangan infrastruktur ketahanan pangan juga menjadi opsi lain yang layak dipertimbangkan. Dana Desa dapat digunakan untuk membangun fasilitas seperti gudang penyimpanan makanan, irigasi untuk mendukung pertanian, atau bahkan pasar desa yang dapat mendukung rantai pasok lokal. Dengan infrastruktur ini, masyarakat desa dapat memastikan ketersediaan pangan yang stabil sepanjang tahun, bahkan dalam situasi krisis.

Di samping itu, pemberdayaan ekonomi berbasis gizi juga dapat menjadi solusi yang efektif.

Pemerintah desa dapat memberikan bantuan modal kepada kelompok masyarakat atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengembangkan usaha yang memproduksi makanan bergizi, seperti peternakan ayam, pengolahan ikan, atau pengolahan hasil pertanian.

Dengan demikian, masyarakat tidak hanya mendapatkan akses ke makanan bergizi, tetapi juga memperoleh sumber pendapatan baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.

Kesimpulannya, meskipun tujuan program MBG untuk meningkatkan gizi masyarakat desa patut diapresiasi, alokasi Dana Desa untuk program ini memiliki banyak kelemahan.

Mulai dari pengalihan prioritas pembangunan, risiko ketergantungan, hingga tantangan manajemen dan pengawasan, semua ini menunjukkan bahwa program ini mungkin bukan pendekatan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Sebaliknya, pemerintah desa perlu mempertimbangkan opsi lain yang lebih berkelanjutan dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, Dana Desa dapat memberikan dampak yang lebih signifikan, berkelanjutan, dan merata bagi kemajuan desa.

END

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *