NUSANTARANEWS.co, Serang, 4 November 2024 – Forum Aspirasi Sultan (FAS) mendatangi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Banten untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten terkait tayangan iklan layanan masyarakat.
FAS menyerahkan beberapa bukti pelanggaran dalam laporannya, yang diterima langsung oleh Zaenal Mutakin, Kepala Divisi Sengketa Perkara di Bawaslu Provinsi Banten, di Kantor Bawaslu, Ciceri, Kota Serang.
Dalam laporannya, FAS menuduh KPU Provinsi Banten melanggar kode etik karena menayangkan iklan masyarakat yang memperlihatkan gestur acungan satu jari, yang dianggap sebagai bentuk dukungan terselubung terhadap salah satu pasangan calon (paslon) Gubernur Banten.
Zaenal Mutakin menyambut baik kedatangan tim FAS, menerima laporan mereka beserta seluruh kelengkapan administrasi, dan berjanji untuk menindaklanjuti temuan tersebut. “Kami dari Bawaslu akan mempelajari laporan ini dan segera mengembangkan investigasi, terlebih dengan adanya bukti yang kuat dan administrasi yang lengkap,” ujar Zaenal.
Walaupun iklan layanan tersebut sudah diturunkan dari beberapa stasiun televisi atas instruksi KPU, FAS tetap bertekad untuk melanjutkan proses hukum guna memberi edukasi politik yang netral kepada masyarakat. Roni, Ketua FAS, mengungkapkan keprihatinannya atas dampak yang sudah ditimbulkan oleh iklan tersebut.
“Meskipun iklan tersebut telah ditarik, namun telah tayang dan ditonton oleh jutaan pasang mata di Banten. Ini jelas dapat mempengaruhi masyarakat, terutama yang awam, seolah-olah diarahkan untuk memilih salah satu paslon. Ini jelas melanggar kode etik,” ujar Roni.
Toha, Kepala Bidang Informasi Publik FAS, berharap Bawaslu segera memproses laporan ini hingga tuntas agar tidak muncul kesan ketidakadilan dalam penegakan hukum. “Jangan sampai karena KPU adalah lembaga tertinggi lalu bebas dari tindakan atas pelanggaran kode etik, sementara instansi yang lebih kecil langsung ditindak. Ini namanya tidak adil,” tegasnya.
Tim FAS juga menyesalkan bahwa iklan tersebut dapat lolos dari proses screening dan editing. Dewi, salah satu anggota FAS, mempertanyakan mengapa gerakan yang diduga melanggar kode etik itu bisa ditayangkan. “Seharusnya iklan itu melewati proses screening atau editing. Apakah ada unsur kesengajaan atau keberpihakan pada salah satu paslon? Ini jelas tindakan yang tidak netral,” ujar Dewi.
Ade, anggota FAS lainnya, menyoroti soal anggaran yang digunakan untuk produksi iklan yang kini dianggap gagal tayang.
( Red )