OPINI  

Dinasti Politik, Cermin Buruknya Demokrasi

Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn

Catatan : Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn *)

Isu politik dinasti keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi), kembali mencuat menyentak perhatian publik, setelah DPR berusaha menyiasati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan cara mengebut revisi UU Pilkada sebagai momen monumental mengenai keburukan demokrasi.

Berbagai elemen masyarakat langsung bereaksi dan turun ke jalan, memprotes Baleg DPR yang diduga ‘membegal’ konstitusi. Ini adalah akal-akalan yang tidak bisa ditoleransi, di tengah upaya MK untuk kembali ke jalan yang benar untuk mengembalikan marwahnya.

Pasalnya, putusan MK adalah putusan yang final dan mengikat sesuai perintah UUD 1945.

Meski revisi UU Pilkada tersebut gagal disahkan, namun rakyat kadung ‘terluka’ oleh sikap DPR yang dinilai tidak jujur.

Sikap delapan fraksi yang menjadikan putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 sebagai legitimasi syarat usia minimal pencalonan merupakan hal yang tidak beralasan. Sebab, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXI/2024 juga telah mengatur syarat usia minimal calon kepala daerah pada putusannya.

Bahkan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, dikebutnya RUU Pilkada hanya untuk meloloskan Kaesang Pangarep, yang tak lain putra bungsu Presiden Jokowi untuk maju di pilkada, karena sudah terlanjur dideklarasikan.

Isu politik dinasti keluarga Jokowi menjadi catatan buruk perjalanan demokrasi di Indonesia, yang sudah kita bangun dengan susah payah dan berdarah-darah.

Demokrasi saat ini sangat mengkhawatirkan dan tidak menyenangkan. Pasalnya, tatanan hukum berpotensi kembali dirusak, hanya untuk kepentingan pihak tertentu saja.

Dinasti politik sering dianggap sebagai antitesis dari hadirnya demokrasi. Namun, tampaknya hal ini justru telah menjadi bagian dari demokrasi modern.

Dinasti politik tampaknya sulit dihindari. Partai politik kerap terjebak melanggengkan dinasti politik dari internalnya, kebanyakan demi mempertahankan eksistensinya.

Mengutip dari the conversation, di Indonesia sejumlah partai politik menganggap bahwa mereka atau calon kader yang berada dalam garis keluarga dengan politikus senior telah memiliki reputasi tersendiri dan lebih mudah dikenal oleh publik, dan ini dilihat sebagai suatu keuntungan. Ini pada akhirnya membuat partai terus mendorong hadirnya keluarga politik bertumbuh di Indonesia.

Di samping itu, kader yang berasal dari dinasti politik biasanya telah memiliki akses sumber daya yang jauh lebih mumpuni. Mereka telah siap dengan sumber daya kampanye, mulai dari pendanaan, relawan, hingga dukungan media.

Fenomena dinasti politik sangat merugikan bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara, karena dinasti politik juga erat kaitannya dengan pihak tertentu yang mengambil keuntungan dengan adanya hubungan khusus dengan pengambil kebijakan hingga akhirnya terbentuk birokrasi patrimonial (hubungan birokrasi antara patron dan klien yang bersifat pribadi). Kondisi ini membuat urusan yang semestinya dijalankan secara profesional, seperti putusan MK, berakhir dengan mengakomodasi kepentingan masing-masing.

Ini semua pada akhirnya menciptakan sistem yang membuat kekuasaan, hak istimewa, dan kemakmuran hanya dinikmati oleh sekelompok kecil elit. Sementara mayoritas penduduk dibiarkan kehilangan kendali atau tak lagi memiliki pengaruh.

Lebih jauh lagi, dinasti politik dapat meningkatkan risiko korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan. Sistem yang mengutamakan hubungan pribadi dan loyalitas daripada aturan formal dan transparansi akhirnya rentan terhadap praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Sudah saatnya partai politik mengedepankan sistem meritokrasi (berdasarkan prestasi dan kompetensi) dalam seleksi kandidat, sehingga kualifikasi, pengalaman, dan integritas yang menjadi pertimbangan utama, bukan hubungan keluarga.

Terakhir, partai politik butuh mendorong partisipasi aktif masyarakat dan media dalam mengawasi proses politik, termasuk seleksi kandidat oleh partai.

*) Akademisi, Praktisi Hukum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *