DAERAH  

ALAMP Aksi Aceh Tolak Perpanjangan Izin HU PT Socfindo Lae Butar Aceh Singkil

 

NUSANTARANEWS.co, Aceh – Alamp Aksi kembali menggelar demo di Kantor Gubernur Provinsi Aceh, Senin[20/5].

Alamp aksi  yang di komandani oleh Mahmud Padang berorasi di depan kantor tersebut dengan menutup mulut dengan lakban.

“ Tak perlu lagi kami bicara panjang lebar di depan bapak bapak sekalian jikalau permintaan masyarakat Aceh Singkil itu tidak di tindak lanjutkan, kami juga menduga ada permainan dibalik perpanjangan izin PT ini dan kami meminta kepada Pj gubernur Aceh untuk menampakkan kekuatannya dengan cara menuntaskan permasalahan yang berbelit-belit ini di kabupaten aceh singkil tercinta itu kami juga tidak mau ini menjadi modal para hidung belang untuk pesta demokrasi pilkada yang akan datang,” kata Mahmud Padang sebelum memakai lakban di mulutnya.

Mahmud mengatakan, tujuan Alamp aksi, sama halnya dengan beberapa kali sudah mereka berdemonstrasi di kantor Gubernur Aceh dan kantor kepala Kanwil BPN provinsi Aceh untuk menuntut penolakan pemberian izin lokasi PT Socfindo Lae Butar Aceh sSngkil kepada kepala kanwil BPN provinsi Aceh.

Alamp aksi sudah tiga kali melakukan aksi unjuk rasa pada kasus perpanjangan izin lokasi HGU PT Socfindo ini dengan sangat menyayangkan penentangan  pihak PT Socfindo terkait beberapa permintaan pemda dan masyarakat Aceh Singkil yang menuai timur barat

Adapun permintaannya ialah:

1.masyarakat Aceh Singkil dan alam aksi meminta kepada pemerintah pusat,baik presiden, DPR-RI kementerian agraria /ate,agar mendukung permintaan perluasan kawasan penduduk yang di butuhkan masyarakat gunung meriah dan simpang kanan 272.89 H di kembalikan ke Pemda dalam hal ini masyarakat Aceh Singkil.dan PJ bupati Aceh Singkil Drs Azmi M AP jangan gegabah .direkomendasikan ijin perpanjangan HGU yang di duga sudah berakhir 31 Desember 2023 yang lalu

2.meminta  kepada pihak PT Socfindo perkebunan Lae Butar agar memberikan plasma 20% kepada masyarakat dari total luas lahan 3414 hektar.

3.meminta kepada PT socpindo perkebunan Lae Butar membuat tempat pembuangan akhir tpa sampah yang ada di komplek pasar mingguan Rimo,pasar harian Rimo atau pasar tingkat

4.mobil pengangkut TBS agar memakai jaring pengaman TBS jangan asal menempel saja,demi keselamatan lalulintas di ikat sesuai SOP Kata mahmud padang.

Berakhirnya izin HGU PT Socfindo pada 2023 lalu merupakan peluang bagi rakyat Aceh khususnya masyarakat pribumi Singkil untuk terbebas dari penjajahan modern ala HGU yang selama ini terjadi dibumi Syekh Abdurrauf As- Singkily. PT Socfindo sudah menggarap lahan di Aceh Singkil selama kurang lebih 90 tahun lamanya.

Berdasarkan surat yang pernah diterbitkan Badan Pertanahan Aceh Selatan tahun 1998 (ketika Aceh Singkil masih bagian Aceh Selatan) luas HGU PT Socfindo kurang lebih 4.414 Ha dan izinnya telah berakhir pada tahun 2023, sehingga operasional perusahaan tersebut semestinya sudah dihentikan karena belum adanya  perpanjangan izin. Ini merupakan peluang bagi Pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi rakyatnya untuk merdeka dari penguasaan asing di bumi yang daerahnya yang berdaulat.

Berdasarkan Undang-undang UU No.18 tahun 2004 sebagaimana juga diubah dalam UU N0.39 tahun 2014 tentang Perkebunan, dimana dalam Pasal 58 menyatakan bahwa Perusahaan Perkebunan yang memiliki izin Usaha Perkebunan atau izin Usaha Perkebunan untuk budidaya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.

Kemudian di dalam Permentan No 26 Tahun 2007 pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan. Kemudian adapun regulasi hukum terkait kewajiban plasma 20 persen ini juga diatur dalam Permentan No. 98 Tahun 2013 dan Permen Kepala ATR No.7 Tahun 2017, PP 44/1997 tentang Kemitraan, Permentan 26/2007 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan dan Permen Agraria/ Kepala BPN nomor 2/1999 tentang izin lokasi.

Namun mirisnya, tercatat dari sejak tahun 1930 hanya sekitar 8 hektar yang dihibahkan oleh PT Socfindo kepada Pemerintah Aceh Singkil, sementara selama ini persoalan kebun plasma 20% tak pernah direalisasikan. Sehingga dapat dikatakan selama ini perusahaan itu sudah mengabaikan kewajibannya sebagaimana aturan,  belum lagi pengelolaan CSR yang diwajibkan dalam undang-undang juga selama ini tak transparan dan tak jelas manfaatnya kepada masyarakat.

Di dalam UU Perkebunan No. 39 tahun 2014 diwajibkan perusahaan mengikuti standar pembangunan kebun kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mengikuti ketentuan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia, yakni perusahaan perkebunan wajib memperhatikan faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan. Faktanya sangat sedikit putra-putri Aceh Singkil yang bekerja secara tetap di perusahaan tersebut selama ini, seakan putra putri Aceh Singkil hanya dipakai untuk buruh harian lepas (BHL), padahal mereka berpuluh tahun mengambil keuntungan di daerah kita.

Padahal sebagaimana amanat dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Disisi lain, juga sering kejadian kolam limbah PT Socfindo  mencemari sungai Lae Cinendang, sehingga persoalan lingkungan juga menjadi sesuatu kekhawatiran masyarakat selama ini, karena dampak lingkungan dari pencemaran sungai tersebut sangat serius ini menjadi catatan penting bagi pemerhati lingkungan khusunya dikalangan DLHK kabupaten aceh singkil sendiri.

Tak hanya itu, sesuai dengan qanun Aceh Singkil Nomor 2 Tahun  tentang RTRW Aceh Singkil tahun 2012-2032 terdapat beberapa titik lokasi yang tak lagi sesuai dengan keberadaan PT Socfindo, dimana terjadi tumpang tindih dengan area permukiman penduduk bahkan termasuk dalam kawasan jantung kota Gunung Meriah yaitu Rimo.

Melihat kondisi itu, kami menilai Presiden RI melalui kepala BKPM untuk tidak memperpanjang izin HGU Perkebunan PT Socfindo Lae Butar Aceh singkil. Sebenarnya, persoalan ini seharusnya dipertegas dalam rapat komisi VI DPR RI dengan mitra nya Kepala BKPM yang memiliki wewenang untuk mencabut izin HGU tersebut, namun mirisnya selama ini anggota DPR RI komisi VI DPR RI dari Aceh banyak tidur dari pada jaga, banyak tidak peduli dan hanya butuh masyarakat ketika pemilu saja, sehingga persoalan yang dialami masyarakat Aceh Singkil ini tak pernah disuarakan sama sekali. Sehingga harapan masyarakat kini digantungkan kepada Pj Gubernur dan Pj Bupagi Aceh Singkil sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah untuk serius memperjuangkan agar izin PT Socfindo tersebut tak lagi diperpanjang.

Melihat kondisi tersebut, kami menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Meminta Kementerian ATR melalui Kepala Kanwil BPN Aceh untuk tidak lagi menerbitkan surat perpanjangan terkait lokasi PT Socfindo di Aceh Singkil karena ditolak oleh masyarakat dan rawan terjadi konflik sosial karena telah tumpang tindih secara koordinator dengan perkampungan warga;
  2. Mendesak Pj Bupati Aceh Singkil selaku pemda untuk tidak main mata kepada pihak PT tersebut dan tidak memberikan rekomendasi perpanjangan izin HGU PT Socfindo di Aceh Singkil;
  3. Kepala bpn Aceh singkil dan Pj Bupati Aceh Singkil segera menyurati Presiden dan Kepala BKPM agar tidak memperpanjang lagi izin HGU PT Socfindo mengingat banyak aturan hukum yang tidak dijalankan di lapangan dan sudah terlalu lamanya perusahaan ini mengambil manfaat di Aceh tanpa kontribusi nyata untuk masyarakat dan daerah, bahkan kewajiban perusahaan selama ini belum direalisasikan secara maksimal, sehingga bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan sebagaimana disebut diatas.
  4. Mengecam anggota DPR RI Komisi VI asal Aceh yang dinilai tidak peka dengan persoalan rakyat, karena seharusnya sebagai mitra BKPM/Kementerian Investasi, anggota DPR tersebut sudah bersuara persoalan PT Socfindo di Aceh Singkil ini dalam rapat kerjanya dengan BKPM. Namun, karena tak peduli, tak mengerti dan peka terhadap persoalan rakyatnya maka DPR tersebut tak kunjung bersuara padahal masalah perizinan bagian dari pada tupoksi di komisi VI DPR RI. Untuk itu, kami ajak masyarakat Aceh Singkil tak lagi memilih wakil rakyat yang tak peduli persoalan rakyatnya tersebut, karena selama ini dewan tersebut hanya perlu rakyat untuk suara pemilu saja;
  5. Meminta KPK RI mengawasi proses perpanjangan perizinan PT Socfindo Aceh Singkil ini karena dalam perpanjangan perizinan HGU sangat rawan terjadi suap/gratifikasi, sehingga mengabaikan aturan perundang-undangan, merugikan rakyat dan negara;

[ded/rel]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *