NUSANTARANEWS.co, Makassar – Ma’REFAT Institute (Makassar Research for Advance Transformation) kedatangan tamu dari luar Sulsel, yakni Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Provinsi Sulawesi Barat, Said Usman Umar, S.Pd., M.Ag yang sekaligus menjadi salah satu pemantik dalam perhelatan Ma’REFAT INFORMAL MEETING Ke-8 (REFORMING#8), Rabu [27/12/2023]
Pemantik lainnya yang juga dihadirkan ialah Ir. Mohammad Muttaqin Azikin, S.T., IPM merupakan seorang Planolog dan Pemerhati Tata Ruang. Tema yang diperbincangkan, “Sinergitas Mengawal Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Tahapan Pilkada.” Kegiatan ini diselenggarakan di Kantor LINGKAR-Ma’REFAT Kota Makassar sebagai agenda akhir tahun 2023.
Diskusi ihwal politik saat ini, adalah hal yang lazim dan jamak kita jumpai. Terlebih penyelenggaraan Pilpres tak lama lagi akan dilaksanakan, yaitu pada 14 Februari 2024. Pilkada serentak pun juga akan digelar tahun depan, yang awalnya direncakan pada November 2024, namun ada kemungkinan dimajukan ke September 2024.
Salah satu dasar dari Pilkada dilakukan serentak, agar target-target pembangunan bisa tercapai sesuai dengan perencanaan yang dilakukan bersama-sama, oleh setiap tingkat Kepala Daerah ditinjau dari segi waktu. Pembangunan juga belum tercapai sesuai harapan karena berkaitan dengan keselarasan dokumen perencanaan pembangunan dan kepatuhan terhadap dokumen tersebut . Hal ini kemudian mendorong adanya pilkada serentak. Topik inilah yang membuat perbincangan kali ini menjadi menarik, sebab agak berbeda dengan umumnya diskusi politik selama ini.
Ketua KPU Sulbar tampil sebagai pemantik awal. Ia terlebih dulu memberi apresiasi kepada Ma’REFAT Institute dengan gelaran diskusi yang dibuat, di mana menurutnya tema yang diangkat sangat menarik, dan teramat berbeda dengan topik-topik selama ini yang ia isi.
Topik yang lazim biasanya diarahkan pada seputar bagaimana partisipasi pemilih dan etika politik. Tetapi diskusi ini menarik, karena berkaitan dengan bagaimana pengawalan dokumen perencanaan dalam tahapan pilkada, imbuhnya.
Dalam Peraturan KPU (PKPU), ada satu dokumen persyaratan pencalonan dan persyaratan calon yang penting menjadi perhatian yaitu “Naskah Visi-Misi dan Program pasangan calon mengacu pada RPJP Daerah, yang di tanda tangani pasangan calon.”
“ Namun faktanya, tidak banyak calon yang ingin berkontestasi, mematuhi regulasi ini. Padahal, naskah itulah kemudian yang dimasukkan ke KPU. Hanya saja KPU tidak memiliki kewenangan mutlak untuk menilai kesesuaian pernyataan ini dengan RPJPD. Lalu kemudian, apakah Bawaslu berani mengambil posisi dalam menyoal masalah itu? Inilah yang kemudian membuka ruang sengketa,” ujar Said Usman.
Selanjutnya, Ia mengatakan perlunya diupayakan untuk menetapkan beberapa regulasi, terkait empat hal yang spesifik, antara lain: 1). Menetapkan desain pelantikan serentak. 2). Percepatan proses penetapan di MK. 3). Secara teknis, perlu adanya tim independen yang dibentuk oleh KPU yang berasal dari Ahli Perencana untuk menilai apakah Visi-Misi para calon sesuai dengan RPJPD. Ini akan memudahkan KPU untuk menentukan tindak lanjut Visi Misi yang diajukan oleh setiap calon. 4). Mendorong terciptanya MoU bersama Bappeda untuk membicarakan tentang Dokumen Perencanaan.
Berikutnya, giliran Mohammad Muttaqin Azikin menyampaikan pandangannya. Tema yang dibicarakan kali ini menurutnya, merupakan rangkaian dari tema-tema sebelumnya yang berbicara tentang proses politik dan kaitannya dengan pengarusutamaan tata ruang, yang berkisar seputar pengawalan dokumen perencanaan dalam tahapan pilkada. Ini menjadi penting karena dokumen perencanaan yang dirumuskan, baik yang saat ini menjadi pedoman ataupun yang saat ini sedang dirancang di waktu mendatang, secara keseluruhan merupakn produk resmi yang harus dipegang teguh sebagai rujukan atau panduan.
Dalam hal itu, sebagai warga kita perlu mencermati dua dokumen penting. Yang mana akan menentukan arah dari pembangunan daerah kita. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen perencanaan pembangunan; RPJPN – RPJPD Provinsi – RPJPD Kabupaten/Kota, juga RPJMN – RPJMD. Dokumen-dokumen tersebut termasuk dalam kategori perencanaan strategis. Ada juga dokumen lain selain itu, yaitu dokumen perencanaan spasial/ruang, yakni, RTRW Nasional – RTRW Provinsi – RTRW Kabupaten/Kota. Kedua jenis dokumen ini sesungguhnya tidak dapat dipisahkan. Karena keduanya saling terkait dan saling berhubungan, yang menentukan arah pembangunan Indonesia, dan juga secara khusus daerah-daerah kita.
Periode sekarang ini, terhitung sebagai tahap akhir dari periode RPJPD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sehingga saat-saat ini pula, merupakan tahun-tahun yang menentukan karena semua daerah berada dalam masa perumusan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang baru atau RPJPD untuk 20 tahun mendatang.
“Pertanyaan pentingnya, apakah dokumen-dokumen perencanaan tersebut betul-betul menjadi perhatian bagi setiap kontestan? Masalahnya, dalam pengamatan saya sejauh ini, hampir-hampir dokumen tersebut tidak dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan kontestasi Pemilu maupun Pilkada,” Ungkap Muttaqin
“Sebagai contoh, Kota Makassar yang di-branding sebagai “Kota Dunia”. Dalam Satu-Dua Dekade terakhir ini, kita tidak tahu ke arah mana sebetulnya pembangunan Kota Makassar. Pembangunan yang dilakukan seolah tidak berpijak pada dokumen perencanaan, namun semata berbasis proyek. Ini kondisi yang mengerikan dan tidak baik-baik saja. Dokumen perencanaan tidak menjadi rujukan dalam penetapan program-program yang dijalankan. Problemnya, anggaran yang digunakan adalah anggaran yang bersumber dari publik, sementara kita sebagai warga tidak mengetahui ke arah mana pembangunan kota kita,” ujarnya.
Karena problematika semacam itulah, sehingga Ma’REFAT Institute sejak 2017 lalu, mengusung wacana serta gagasan, agar kontestasi pemilu dan pilkada senantiasa merujuk pada dua dokumen tadi, dalam merumuskan Visi-Misi dan Program. Minimal, para konsultan politik yang mendampingi para kontestan pilkada menjadikan dokumen tersebut sebagai rujukan dalam merumuskan visi-misi program, bukan hanya sekadar menyusun konsep yang terlihat bombastis dan keren, tapi problematik dalam implementasinya di saat terpilih.
“ Dalam kaitannya dengan Visi Misi pada regulasi PKPU, sesungguhnya mungkin perlu dipikirkan untuk tidak hanya menjadikan sebagai syarat kelengkapan administratif saja. Sebab, Visi Misi itu merupatan sesuatu yang sangat fundamental dan substansial. Di mana dari rumusan itulah, publik akan mengetahui ke mana arah sebuah daerah akan dikembangkan serta bagaimana tahapan-tahapan pembangunan dilakukan selama satu periode kepemimpinan yang dijalankan oleh Kepala Daerah. Dan pada konteks ini, posisi KPU menjadi sangat penting dan strategis. Karena, merupakan pintu awal untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya “malapetaka” pembangunan di daerah-daerah kita,” tutup Muttaqin dalam paparannya.
Sebagaimana tema yang diangkat, maka sinergitas untuk mengawal dokumen perencanaan agar menjadi prioritas perhatian setiap kontestan pilkada nanyinya, mesti dilakukan oleh berbagai stakeholder, bila kita berharap terwujudnya perbaikan-perbaikan dalam proses pembangunan yang berlangsung di negeri ini dan terkhusus di daerah kita.
Seperti biasanya, diskusi REFORMING ke-8 ini pun dihadiri berbagai latar, yaitu; akademisi, peneliti, aktivis NGO, ASN, usahawan muda, tenaga pendidik serta mahasiswa. Dan jelang magrib tiba, agenda rutin bulanan Ma’REFAT Institute ini kemudian diakhiri
[nug/red]