NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Tinjauan perspektif ekonomi yang ‘tersandera’ oleh kepentingan politik kekuasaan dibawah kendali oligarki melalui korporasi besarnya tampaknya akan menjadi benang kusut perekonomian Indonesia dalam semester akhir tahun ini hingga periode 2023.
Demikian kesimpulan yang diperoleh dari Diskusi Forjis bersama salah seorang Analis Ekonom terkemuka Indonesia, Anthony Budiawan.
Anthony mengatakan, analisa tersebut didasari pada kenyataan upaya pemerintah untuk mempertahankan tingkat inflasi berjalan melalui kebijakan Bank Indonesia untuk tidak menaikkan suku bunga perbankan tetapi justru melalui intervensi pada kurs mata uang asing khususnya USD. Pertanyaannya adalah akan bertahan berapa lama, sementara Bank Central Amerika The Fed telah menaikan suku bunganya hingga kisaran 2,25 persen.
“ Yang cukup memprihatinkan adalah tiadanya kemampuan membayar hutang secara sehat karena surplusnya penerimaan negara, tetapi kewajiban hutang itu dibayar melalui hutang pula. Tentu saja perbesaran rongga hutang akan melebar manakala proyeksi penerimaan pajak tahun berjalan dipastikan menurun serta defisit transaksi berjalan,” kata Anthony Budiawan.
Dalam diskusi tersebut, salah seorang peserta menanyakan terkait ambruknya ekonomi di negara Srilanka.
Atas pertanyaan tersebut Anthony Budiawan mengatakan, bahwa adanya ‘lepas tangan’ dukungan global menjadi penyebab situasi di Srilanka. Sementara Indonesia hingga ini masih mendapat dukungan global tersebut. Namun kemesraan hubungan dengan Tiongkok bisa saja merubah peta politik dan ekonomi Indonesia.
Meskipun demikian, sebut Anthony, mega proyek Kereta Api Cepat Jakarta Bandung mulai memperlihatkan gejala ‘batuk pilek’ akut. Sehingga menurut Anthony memandang perlu didiagnosa oleh sebuah tim audit independen melalui Pansus DPR. Patut diduga terjadi tingkat inefisiensi atau pemborosan jenis koruptif diluar kewajaran.
Masih kata Anthony, di lain sisi adalah fakta bahwa daya tahan strategi ekonomi Indonesia dipicu naiknya harga sejumlah komoditas, namun sayangnya ‘durian runtuh’ ini tidak dinikmati rakyat banyak, tapi hanya korporasi oligarki dan pemerintah.
“ Usulan saya beberapa waktu lalu untuk mengkoreksi penguasaan korporasi atas sektor komoditas negara dapat diartikan perlunya nasionalisasi adalah sebuah keniscayaan pula,” tuturnya.
“ Kondisi negatif kesenjangan yang cukup besar antara rasio kewajiban membayar pajak kelompok korporasi oligarki dibanding yang dibayarkan oleh masyarakat menengah ke bawah menjadikan jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin semakin tak terbendung,” beber Anthony
Atas semua permasalahan itu, maka Anthony Budiawan mengatakan rakyat harus memilih Pemimpin yang memiliki kemampuan mengelola negara demi kemakmuran bangsanya di masa depan.
[Adian Radiatus/red]