Nugroho – Kontributor DKI Jakarta
NUSANTARA-NEWS.co, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sampaikan kabar duka atas wafatnya AN (15), siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara, yang diduga meninggal akibat bunuh diri.
Retno Listyarti, Komisioner KPAI mengungkapkan, peristiwa bunuh diri tersebut diduga dipicu banyaknya tugas sekolah secara daring yang belum dikerjakan korban, sejak tahun ajaran baru. Hal itu membuat korban tak bisa mengikuti ujian akhir semester.
“ Ibunda korban menjelaskan, bahwa AN pendiam dan memiliki masalah dengan pembejalaran daring. Anak korban lebih merasa nyaman dengan pembelajaran tatap muka,” kata Retno melalui keterangan resmi, dikutip dari CNN Indonesia.com, Sabtu (31/10/2020).
Retno menilai, sistem pembelajaran jarak jauh selama ini tidak disertai penjelasan langsung dari guru yang bersangkutan, dan malah murid dibebankan tugas-tugas berat yang sulit dikerjakan.
Retno juga menjelaskan, bahwa pada 26 Oktober 2020, ibu korban mengaku mendapat surat dari sekolah yang menyampaikan bahwa korban AN memiliki sejumlah tagihan tugas pada 11 mata pelajaran.
Hal itu yang membuat AN terbenani dengan tugas-tugas sekolah yang belum diselesaikan. Oleh sebab itu, pihak keluarga menduga kuat bahwa surat tersebut turut memicu sang anak nekat mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Anak tersebut, kata Retno, tidak menyelesaikan tugas bukan karen malas, tetapi karena tidak memahami materi yang diberikan. Di lain sisi, orang tua korban tak bisa membantunya karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Terkait persoalan ini, Retno mengatakan, KPAI mendorong Kemendikbud RI, Kementerian Agama RI, Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada fase kedua yang sudah berjalan selama 4 bulan.
(red)
Artikel ini sudah tayang di www.strateginews.co, dengan judul KPAI Ungkap, Kasus Bunuh Diri Siswa Diduga Karena Banyak Tugas Selama PJJ
