HUKUM  

Tabir Yang Berpindah: Teka-Teki Dibalik Mutasi Kejari Cirebon

Foto ilustrasi

NUSANTARANEWS.co, Cirebon – Di tengah derasnya arus kasus korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon, publik justru dikejutkan oleh kabar mutasi dua pejabat penting: Kepala Kejari M Hamdan dan Kepala Seksi Intelijen Slamet Haryadi. Mutasi itu datang tiba-tiba, seolah tanpa tanda, di saat masyarakat masih menunggu babak akhir dari perkara besar pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon.

Mutasi adalah hal biasa dalam birokrasi penegakan hukum. Namun waktu dan situasinya di saat kasus sedang mencapai titik krusial menimbulkan pertanyaan yang tak bisa diabaikan.

“Mengapa mereka dipindahkan saat Cirebon sedang menanti kebenaran?”

Kasus Gedung Setda: Jejak Miliaran dan Misteri yang Belum Tuntas

Kisah ini berawal dari proyek pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon yang berlangsung pada 2016–2018 dengan nilai kontrak mencapai Rp 86 miliar. Pada Agustus 2025, Kejari akhirnya menetapkan enam tersangka, termasuk mantan Wali Kota Cirebon. Dari hasil audit, negara disebut merugi sekitar Rp 26,5 miliar.

Dalam konferensi pers, pihak Kejari menampilkan barang bukti uang tunai sekitar Rp 788 juta.
Namun, di sinilah teka-tekinya bermula.

Proyek sudah selesai sejak 2018, tapi uang tunai baru muncul pada 2025 delapan tahun kemudian. Tidak pernah dijelaskan secara gamblang dari mana asal dana itu.
Apakah hasil pengembalian dari tersangka? Apakah berasal dari sisa aliran dana proyek? Atau sesuatu yang baru ditemukan selama penyidikan?

Publik hanya tahu bahwa uang itu menjadi barang bukti, tapi bukan jawaban.
Dan sejak saat itu, tidak ada lagi penjelasan lanjutan.

> “Uang rakyat sudah di atas meja. Tapi asalnya, arah pengembaliannya, dan siapa yang bertanggung jawab tetap menjadi kabut.”

Empat Saksi dan Dua Angin Berbeda

Kejari juga telah memanggil empat saksi dalam kasus ini.
Dua di antaranya merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Cirebon pada periode proyek berjalan. Dua lainnya bukan.

Publik pun bertanya-tanya:

“Mengapa mereka yang bukan anggota Banggar ikut dipanggil? Apakah karena posisi administratif, atau ada peran lain yang belum terungkap?”

Sampai kini, hasil pemeriksaan mereka tak pernah diumumkan secara terbuka. Tidak ada keterangan resmi, tidak ada tindak lanjut. Dan di saat semua menanti perkembangan, dua pejabat Kejari justru dimutasi ke luar daerah.

Sejak itu, kabar soal kelanjutan penyidikan meredup. Seperti bara yang dipadamkan perlahan.

Ketika Tabir Bergeser, Bukan Hanya Orang yang Pindah

Mutasi di tubuh Kejari Cirebon memang tidak bisa langsung diartikan sebagai intervensi.
Namun publik berhak bertanya, apakah perpindahan ini sekadar penyegaran organisasi, atau bagian dari pola yang berulang: kasus besar muncul, pejabat berganti, lalu kasus menghilang.

Empat Kasus Lain yang Sunyi

Kasus Gedung Setda bukan satu-satunya yang berhenti di tengah jalan.
Ada empat kasus lain yang kini nyaris tenggelam dalam kesunyian:

1. Kasus Bank Pasar (Bank Cirebon) yang sempat menjadi sorotan karena dugaan penyimpangan dana kredit, kini tak terdengar kabarnya lagi.

2. Kasus PDAM Kota Cirebon penyelidikan sempat dibuka terkait dugaan kerugian keuangan daerah, namun tidak ada tindak lanjut publik.

3. Kasus Pompa Riul yang sempat muncul di pemberitaan lokal, kini hilang begitu saja dari ruang sidang dan ruang berita.

Empat kasus ini kini menjadi gema sunyi.
Mereka adalah potret bagaimana publik perlahan kehilangan kepercayaan terhadap janji keadilan

Cirebon, Kota yang Menyimpan Banyak Tanya

Di kota yang dikenal dengan warisan luhur dan sejarah panjang peradaban, kini masyarakat dihadapkan pada paradoks modern:
gedung-gedung menjulang, tapi keadilan justru kehilangan suara.

Dari lorong Kejari hingga ruang rapat DPRD, nama-nama beredar dalam bisik.
Tapi media tak punya bukti, dan hukum menuntut kesabaran.
Yang bisa dilakukan masyarakat hanya satu terus bertanya.

“Apakah kasus ini akan padam, atau justru akan membuka tabir baru?”

“Dan jika benar keadilan masih hidup di kota ini, kapan ia akan berbicara?”

Cirebon tidak butuh sensasi, hanya kejelasan.
Barang bukti sudah ada, saksi sudah dipanggil, pejabat sudah berganti.
Yang belum ada hanyalah kepastian.

Keadilan tidak akan muncul dari diam, tapi dari keberanian publik untuk menuntut transparansi.
Dan selama masyarakat masih mau bertanya, kasus ini tidak akan benar-benar padam.

( Raden Prawira )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *