Sekilas kondisi rumah gubernur pada masa Hindia Belanda di Medan

Teks foto: Penampakan bekas rumah dinas Residen Sumatra Timur saat ini.

NUSANTARANEWS.co, Medan — Kota Medan memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda. Salah satunya adalah bangunan bekas rumah Residen Van Oostkust atau Residen Sumatra Timur (Gubernur Sumatra Timur).
Keresidenan sendiri merupakan pembagian administratif dalam sebuah provinsi di masa Hindia Belanda di Indonesia. Pembagian administratif ini bertahan sampai sekitar 1950-an.

Rumah dinas Residen Sumatra Timur itu berada di Jalan Imam Bonjol, Kecamatan Medan Maimun. Tepatnya berada di samping Hotel Danau Toba.

Di rumah dinas itu saat ini ditempati Standard Chartered Bank yang berpusat di London, Inggris. Bangunan itu saat ini didominasi cat berwarna putih dengan khas gaya Eropa tua.

Dari informasi yang dihimpun, bangunan ini memiliki luas 750 meter persegi, dengan tinggi 20 meter, panjang 30 meter, dan lebar 25 meter. Di bagian depan bangunan terdapat 4 pilar besar. Pintu dan jendela pada bangunan itu juga besar dan tinggi yang menunjukkan ciri khas bangunan bergaya Eropa.

Jika melintas di Jalan Imam Bonjol maupun di Jalan Palang Merah, bangunan tersebut bakal mencuri perhatian. Sebab bangunan itu sangat kental dengan arsitektur bernuansa Eropa.

Sejarawan Universitas Sumatra Utara (USU), M Azis Rizky Lubis, mengatakan, gedung itu dibangun di masa pusat Kota Medan saat ini dibangun. Momen itu terjadi sekitar 1888.

“Bangunan bekas rumah dinas residen Sumatra Timur didirikan pada 1888. Bangunan ini dibangun F.M.E.L. Kersten dan L.J.C van Es dari BOW (Burgerlijke Openbare Werken) yang dulunya merupakan Dinas Pekerjaan Umum milik pemerintah Kolonial Belanda,” kata M Azis Rizky Lubis, Kamis (6/2/2025).

Pusat atau ibu kota Keresidenan Sumatra Timur awalnya berada di Bengkalis, Riau. Kemudian pusat Keresidenan kemudian dipindahkan ke Kota Medan, Sumut pada 21 Februari 1887.

Hal itu sesuai dengan surat ordonansi staatblad nomor 45 tentang perpindahan ibu kota Residen Sumatra Timur dari Bengkalis ke Medan. Salah satu penyebabnya adalah semakin berkembangnya Kota Medan saat itu dengan komoditas utamanya adalah tembakau Deli.

Residen Sumatra Timur yang pertama kali mendiami rumah dinas itu adalah GA Scherer yang menjabat pada 1886-1889. Sementara yang menjabat sebagai Residen Sumatra Timur terakhir adalah FJ Bruggeman pada 1938 hingga berakhir di masa pendudukan Jepang.

Pada saat Indonesia merdeka, pemerintah kemudian melakukan nasionalisasi aset asing. Namun tidak ada catatan apakah bangunan itu dimiliki siapa saat ini.

“Posisi kan masa penataan masa Indonesia baru merdeka. Jadi banyak juga aset yang awalnya dimiliki asing nggak jadi milik kita. Ada juga yang masih milik orang asing. Kalau Standard Chartered ini kan kita lihat dia perusahaan luar negeri. Kita juga kurang tahu apakah mereka posisinya menyewa atau asetnya sudah dimiliki Pemprov atau belum,” ucapnya.

Bangunan itu sendiri merupakan aset cagar budaya Kota Medan. Hal itu sesuai dengan SK Wali Kota Medan Bobby Nasution pada 2023.

“Dia (bangunan itu) tetap masuk dalam perlindungan cagar budaya yang dikeluarkan Pemko Medan tahun 2023” ujarnya.

Azis mengaku tidak memiliki informasi lengkap bangunan itu dikelola atau dijadikan apa setelah Indonesia merdeka. Pada 1993, Standard Chartered Bank diresmikan Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatra Utara saat itu

“Pada 25 April 1991, Raja Inal Siregar yang menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara pada saat itu, meresmikan gedung tersebut sebagai Gedung Standard Chartared Bank,” jelasnya.

Sementara sejak Indonesia merdeka, Gubernur Sumatra Utara telah mendiami rumah dinas di Jalan Sudirman hingga saat ini.

“Kalau yang (rumah dinas Gubernur Sumatra Utara) yang di Jalan Sudirman itu memang sejak Indonesia merdeka,” tuturnya, seperti dikutip dari detikSumut, Sabtu (8/2/2025) malam.

(KTS/rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *