NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Di tengah era globalisasi, ketahanan Pancasila kembali diuji. Hal ini terlihat banyaknya idiologi asing merasuk dalam segenap sendi-sendi bangsa, melalui media sosial, yang begitu mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa. Salah satunya, adanya klaim oknum Habib dan kelompok tertentu yang mencoba untuk melakukan propaganda negatif dengan mengaburkan sejarah kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Oknum Habib tersebut telah melakukan propaganda negatif dengan membangun gagasan-gagasan yang mereka kehendaki sesuai dengan tujuan mereka, untuk disebar di beberapa media online atau media sosial dan diharapkan propaganda mereka tersampaikan. Adapun tujuan tulisan dari mereka tersebut adalah agar masyarakat Indonesia mempercayai informasi-informasi tersebut. Propaganda mereka tersebut diharapkan dapat menghipnotis seluruh masyarakat Indonesia dan masyarakat Indonesia mendukung apa yang menjadi gagasan mereka.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Wartawan Republik Indonesia [DPP PWRI] Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn, melalui keterangan, Sabtu 1 Februari 2025
Pancasila, kata Suriyanto, sejatinya merupakan idiologi terbuka, yakni idiologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidup bangsa.
“ Pancasila itu fleksible, elastis dan bisa diterapkan dalam situasi apapun, termasuk di era globalisasi ini. Namun, yang menjadi masalah saat ini, penyerapan dan penerapan nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri yang kian rapuh, terutama generasi muda. Ini harus menjadi perhatian kita semua, terutama institusi yang terkait seperti Kemendikbudristek dan Badan Penerapan Idiologi Pancasila,” kata Suriyanto.
Namun di sisi lain, kata Suriyanto, sangat penting kewaspadaan nasional terhadap munculnya idiologi baru.
“ Apabila kita tidak cermat, maka masyarakat akan mudah larut dan cenderung ikut arus idiologi luar tersebut, sedangkan idiologi asli bangsa Indonesia, yakni Pancasila, malah terlupakan, baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Suriyanto mengatakan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi saat ini. Tantangan pertama adalah banyaknya ideologi alternatif melalui media informasi yang mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme, konsumerisme. Hal tersebut juga membuat masyarakat mengalami penurunan intensitas pembelajaran Pancasila dan juga kurangnya efektivitas serta daya tarik pembelajaran Pancasila.
Kemudian tantangan selanjutnya adalah eksklusivisme sosial yang terkait derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Bonus demografi yang akan segera dinikmati Bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah arus globalisasi.
“ Salah satu cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di era globalisasi, terutama kepada generasi muda, adalah memanfaatkan kemajuan teknologi yang menarik bagi generasi muda dan masyarakat dan membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan atau pembelajaran yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Pendidikan Moral Pancasila dan P4 harus kita perkuat,” ujar Suriyanto
“ Hal ini hendak dapat kita semua menyikapi secara cermat agar kita Bangsa Nusantara tidak terpecah oleh para Oknum habib yang bersorban jualan agama dan Dzuriah nabi tetapi berperilaku seperti iblis, berbanding terbalik oleh kaum Bangsa Arab yang menyebarkan Islam di Nusantara yang dapat membaur dengan ke arifpan lokal Banga Nusantara hingga kini,” pungkasnya,
[Jagad N]