Irisan Rempah untuk Corona

foto ilustrasi

Oleh : Emi Hidayati *)

 

Emi Hidayati

Keprihatinan selalu menghadirkan hikmah, seperti saat ini , wabah yang melanda warga dunia melahirkan inovasi – temuan – ramuan, baik dari peneliti atau pelajar yang peduli sehingga turut menguatkan warga bangsa yang sedang panik tanpa mengetahui solusi- solusi yang sangat terjangkau, apalagi bagi warga hanya mendengar berita ekstrim nya ( bahayanya, sebarannya, jumlah penderitanya yang mengerikan ) lalu harus mematuhi instruksi dan banyak tutorial pencegahan.

Warga selanjutnya mencari pilihan sikap yang lebih mudah dijangkau oleh sumberdaya yang dimiliki.
Semisal himbauan para kyai untuk ber do’a, sholawat, wiridan dzikir adalah pilihan penangkal yang langsung diambil tanpa reserve, tanpa penolakan.

Sementara temuan ramuan yang ” sesungguhnya” telah lama menjadi bagian dari kearifan leluhur Negeri ini, saat ini menjadi pilihan solusi yang sangat ditunggu oleh banyak kalangan. Apalagi jika temuan nya melalui uji kepercayaan .

Bahkan yang sekedar menyampaikan info hasil temuan saja, langsung dilahap tanpa me- ribet kan proses nya, bagaimana tiba – tiba saat ini banyak jahe, kunyit, kencur, bawang merah, sere menjadi menu yang lebih penting dari rawon, gulai, kare, lodeh yang juga berbumbu rempah – rempah. Ada sayur bening kelor, klentang gambas yang butuh geprekan sereh, bawang merah , lengkuas.
Terjadi gejala lupa diri yang bisa dimaklumi bahwa ada sejarah panjang tentang rempah-rempah Nusantara yang sempat menjadi motif perebutan , perdagangan, penjajahan dan juga motif kerjasama. Perubahan standar pembangunan Negara yang bergeser pada fisik dan infrastruktur, dengan meminggirkan fungsi agraria telah menghilangkan banyak sejarah rempah rempah sebagai kekayaan Nusantara.

Kekayaan dapat dimaknai sumber untuk kaya, seperti yang pernah dikisahkan oleh Pak guru Russell Conwell setelah menjelajahi Amerika itu berkisah tentang seorang pedagang Indian yang telah dijanjikan oleh peramal akan menjadi kaya raya luar biasa hanya jika dia mencari harta karunnya.

Kemudian pedagang itu berkeliling dunia hanya untuk kembali ke rumah dalam kondisi tua, bangkrut kalah dan sedih, saat dia memasuki kembali rumahnya dia merasa butuh minum air , tetapi sumurnya sudah tertimbun lumpur. Dengan lelah, dia mengambil sekop dan menggali sumur baru tanpa diduga, dia menemukan Golconda , tambang berlian terbesar di dunia.

Pesan moral kisah Pak Conwell itu mencengangkan jutaan orang, bahwa para pemimpin negara-negara Dunia Ketiga dan bekas komunis tidak perlu mengikuti kementrian – kementerian asing di dunia dan institusi – institusi finansial I MLM Mio Internasional dengan tanpa arah hanya untuk keberuntungan mereka. Karena sebenarnya di perkampungan perkampungan dan lingkungan termiskin sekalipun terdapat berhektar-hektar berlian dan trilyunan uang, semuanya akan menjadi sumber kekayaan yang dapat digunakan jika bersedia menyingkap dan mengelolanya.

Bisa jadi hikmah keprihatinan wabah Corona ini akan dapat menyingkap khazanah kekayaan Nusantara yang terabaikan menjadi kesadaran baru untuk menghargai asset bukan sekedar jadi alat transaksi , tetapi menjadi kekayaan yang memanusiakan.

(red)

*) Ketua LPPM Universitas Ibrahimi,  Genteng, Banyuwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *