NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Ucapan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi terkait teror pengiriman kepala babi ke kantor media Tempo telah memicu beragam reaksi dari masyarakat dan kelompok sipil.
Ucapan Hasan tersebut dinilai telah menciderai demokrasi dan tidak memiliki empati terhadap teror yang dialami jurnalis.
Hasan awalnya menyebut bahwa insiden tersebut tidak perlu dibesar-besarkan dan bahkan berkomentar, “Dia masak saja lah,” merujuk pada kepala babi yang dikirim sebagai bentuk teror.
Pernyataan ini ia lontarkan dengan alasan bahwa jurnalis Tempo, Fransisca Christy Rosana, menanggapi kejadian tersebut dengan candaan di media sosial, sehingga menurutnya itu bukan ancaman serius.
Koalisi Masyarakat Sipil, mengecam keras pernyataan tersebut, dan menyebut Hasan tidak berempati dan mencerminkan sikap arogan dari pejabat publik.
Komentar Hasan menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam menjaga kebebasan pers serta menganggapnya meremehkan tindakan intimidasi terhadap jurnalis
Al Araf dari koalisi tersebut bahkan meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi posisi Hasan karena dianggap melanggar prinsip demokrasi dan kebebasan sipil.
Di sisi lain, ada pula yang melihat ucapan Hasan sebagai upaya untuk meredakan ketegangan, sejalan dengan pernyataannya bahwa pemerintah tidak ingin terlibat dalam konflik antara Tempo dan pihak lain.
Namun, candaannya soal “memasak” kepala babi dianggap tidak tepat oleh banyak pihak, termasuk aktivis dan akademisi, karena simbolisme teror seperti itu memiliki sejarah panjang sebagai bentuk intimidasi yang serius.
Setelah reaksinya menjadi viral dan menuai kritik, Hasan mengklarifikasi ucapannya pada 23 Maret 2025.
Dalam klarifikasinya, Hasan menegaskan bahwa pemerintah tetap mendukung kebebasan pers sesuai konstitusi dan undang-undang yang berlaku. Ia menyatakan bahwa tindakan teror harus ditanggapi serius, meski tetap berusaha mempertahankan pandangannya bahwa insiden itu tidak boleh dilebih-lebihkan demi tujuan teroris, yaitu menyebar ketakutan.
Hasan menegaskan bahwa pernyataan “Dimasak aja” bukanlah opininya sendiri, melainkan kutipan dari akun X jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana alias Cica.
“Padahal kan saya mengutip dari X-nya Francisca, wartawati yang dikirimi kepala babi itu. Saya tuh sebenernya jarang sepakat sama Tempo lho, ya tapi saya setuju dengan cara Francisca merespons itu,” kata Hasan, Sabtu, 22 Maret 2025.
Menurut Hasan, tujuan teror adalah menanamkan ketakutan. Namun, ia menilai respons Cica justru melecehkan tindakan tersebut, sehingga maksud peneror tidak tercapai.
“Justru itu cara melecehkan peneror yang bagus, itu dengan cara kaya gitu. Cara Francisca itu menurut saya cara bagus untuk melecehkan si pengirim kepala babi itu, dan saya mendukung dia untuk melakukan itu, biar tujuan si peneror nggak sampai kan,” ujar Hasan.
“Saya ngomong gitu dalam rangka mendukung dia (Francisca) merespons teror itu, bukan menganggap remeh teror ke Tempo, tapi justru si peneror ini harus kita lecehkan. Kalau kepala babinya dimasak kan berarti terornya nggak berhasil,” kata Hasan.
Hasan juga membantah adanya upaya pembungkaman terhadap media kritis. Menurutnya, sejauh ini media tetap bebas meliput tanpa ada sensor dari pemerintah.
“Kalau dari pemerintah kan sudah terbukti, jadi kalaupun ditanyakan kita pakai bukti aja jawabnya. Nggak ada yang disensor, nggak ada yang dihalang-halangi, boleh nulis berita bahkan boleh siaran. Sekeras apapun kontennya mereka,” jelasnya.
[jgd/red]