82 WNI Masih Terlantar di Camp Militer Myanmar, Menanti Kepastian Pemulangan dari Pemerintah

NUSANTARANEWS.co, Cirebon, 22/2/2025 – Sebanyak 82 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih tertahan di sebuah camp militer di Myanmar setelah lebih dari 18 hari menunggu kepastian pemulangan. Para korban, yang mayoritas merupakan pekerja migran non-prosedural dalam kasus online scam, mengaku belum mendapatkan kepastian dari pemerintah Indonesia terkait proses pemulangan mereka.

Salah satu korban, Fauzi, yang masih berada di camp militer, mengungkapkan bahwa pihak militer Myanmar telah menyampaikan kesediaan untuk membantu pemulangan mereka. Namun, kepastian keberangkatan bergantung pada respon dari pemerintah Indonesia.

“Army di sini bilang kami harus mendorong pemerintah kami sendiri, karena mereka masih menunggu instruksi. Ratusan warga negara lain seperti Tiongkok dan Afrika sudah lebih dulu dipulangkan dalam waktu singkat, sementara kami yang lebih dulu sampai di sini justru belum mendapat kepastian,” ujar Fauzi dalam wawancara melalui sambungan telepon kepada nusantaranews.co

Dari total 82 orang yang berada di camp, sejauh ini baru 10 orang yang telah dijemput dan dipulangkan melalui Bandara Yangon. Rombongan dijadwalkan terbang ke Indonesia pada 22 Februari 2025. Namun, 72 orang lainnya masih harus menunggu karena kendala administratif dan diplomasi.

Kendala Pemulangan: Jalur Masuk ke Myanmar Berbeda

Salah satu alasan utama yang membuat KBRI mengalami kesulitan dalam memulangkan para korban adalah perbedaan jalur masuk mereka ke Myanmar. Dari 82 korban, 10 orang yang telah berhasil dipulangkan sebelumnya masuk ke Myanmar langsung melalui Bandara Yangon, sehingga proses administrasi pemulangan mereka lebih mudah.

Sementara itu, 72 orang yang masih tertahan masuk ke Myanmar melalui jalur darat dari Thailand. Hal ini menyebabkan tantangan tambahan karena selain harus berkoordinasi dengan pemerintah Myanmar, KBRI juga perlu mendapatkan izin dari pemerintah Thailand untuk memulangkan mereka.

“Kami sudah dijemput pihak imigrasi dan dibawa ke dinas sosial untuk pendataan pada 4 Februari 2025, tetapi sampai sekarang belum ada kepastian kapan kami bisa pulang,” keluh Fauzi.

Respon KBRI dan Tantangan Proses Pemulangan

Melalui pesan WhatsApp yang diterima para korban, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok dan Yangon menyatakan bahwa mereka terus berupaya menyelesaikan permasalahan ini. Namun, proses pemulangan tidak bisa segera dilakukan karena jumlah WNI yang besar dan koordinasi lintas negara yang masih berlangsung.

“Persoalan ini tidak hanya terkait pemindahan, tetapi juga akomodasi di Thailand serta pengaturan lanjutan di Indonesia. Karena belum ada prosedur tetap dalam menangani kasus dengan jumlah WNI sebanyak ini dalam satu waktu, pemerintah Thailand pun kewalahan,” tulis pihak KBRI dalam pesannya.

KBRI juga mengingatkan agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk selalu mengikuti prosedur resmi saat bekerja di luar negeri. Mereka menegaskan bahwa bekerja di luar negeri tidak cukup hanya bermodalkan harapan mendapatkan gaji besar tanpa memahami regulasi dan risiko yang ada.

PWRI kota Cirebon: Ada Upaya KBRI, Namun Percepatan Dibutuhkan

Menanggapi hal ini, Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kota Cirebon, Raden Kemal, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia, khususnya melalui KBRI Bangkok dan Yangon, memang telah melakukan berbagai upaya untuk menangani kasus ini. Namun, percepatan tetap sangat dibutuhkan mengingat ini menyangkut keselamatan dan kepastian nasib warga negara Indonesia.

“Kita harus mengapresiasi upaya KBRI yang terus berusaha memulangkan para korban. Dari surat yang disampaikan kepada mereka, terlihat ada berbagai kendala teknis yang harus diatasi, mulai dari koordinasi lintas negara hingga akomodasi dan prosedur yang belum ada presedennya. Namun, mengingat kondisi mereka yang sudah cukup lama menunggu, percepatan tetap sangat dibutuhkan,” ujar Raden Kemal.

Ia juga menegaskan bahwa negara harus hadir lebih cepat dalam situasi seperti ini, terutama untuk memastikan para korban segera mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan yang layak.

“Ini bukan hanya soal administrasi, tetapi soal kemanusiaan. Pemerintah harus mencari cara terbaik agar pemulangan mereka bisa dilakukan secepat mungkin. Mereka adalah warga negara kita yang membutuhkan perlindungan,” tambahnya.

Harapan Korban: Kepulangan yang Lebih Cepat

Para korban berharap pemerintah Indonesia dapat memberikan respon lebih cepat agar mereka segera dipulangkan. Mereka juga meminta perhatian lebih terhadap nasib mereka, mengingat negara-negara lain telah lebih dahulu menyelesaikan pemulangan warganya dalam waktu singkat.

“Kami hanya ingin pulang. Kami bersyukur mendapat perlakuan baik dari militer di sini, tapi ketidakpastian ini membuat kami semakin khawatir. Kami berharap pemerintah segera memberikan kepastian dan menyegerakan pemulangan kami,” tambah Fauzi mewakili teman temannya

Dengan semakin banyaknya WNI yang terjebak dalam kasus serupa, publik pun menantikan langkah konkret dari pemerintah dalam menangani kasus perdagangan orang, terutama dalam memastikan kepulangan mereka yang saat ini masih tertahan di Myanmar.

[raden kemal]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *