Dosen UMY Supports Komunitas Muslim Indonesia di Groningen Belanda Dalam Rangka Pembentukan Stichting

Pemerintah daerah di Groningen Belanda sangat membatasi suatu komunitas tanpa badan resmi dan dianggap illegal untuk mengumpulkan donasi. Jika terpaksa ibadah bersama dilaksanakan outdoor, pelaksanaan biasanya dilakukan dengan cuaca ekstrim berangin (kurang kondusif) dan Belanda memiliki aturan yang perlu ditaati dalam rangka menegakkan toleransi bermasyarakat. Sehingga tidak dapat dilakukan terlalu mencolok dan mengganggu ketenangan masyarakat di sekitarnya.

 

NUSANTARANEWS.coThe Mosque Foundation dan Islamic Center of Groningen, dan St. Moskee en Islamitisch Centrum Groningen didirikan tahun 1983 sebagai upaya mendukung kegiatan keislaman untuk seluruh muslim dari berbagai negara yang berdomisili di kota paling utara negara Belanda yaitu Groningen (ESN Groningen, 2023).

Akan tetapi, hingga saat ini masjid tersebut masih tertutup karena sedang diperbaiki. Masjid tersebut merupakan salah satu dari 3 tempat beribadah umat Islam yang ada di kota Groningen. Walaupun beberapa masjid yang telah berdiri, terdapat banyak kendala dan keterbatasan yang dialami oleh masyarakat muslim Indonesia (baik pelajar, maupun diaspora) berdomisili di Groningen, khususnya  dalam mendapatkan fasilitas tempat beribadah untuk ibadah bersama, berjamaah.

Sebetulnya suatu komunitas yang mewadahi dan memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan ibadah bagi masyarakat Indonesia di Groningen bernama deGroningen’s Indonesian Muslim Society (deGromiest) telah dibentuk sedari tahun 2000. Akan tetapi, 23 tahun berlalu pengurus deGromiest belum dapat maksimal memfasilitasi dan mendukung ketenangan dan kenyamanan jamaah dalam kegiatan beribadahnya hingga saat ini.

Komunitas ini belum memiliki masjid maupun tempat tetap untuk beribadah indoor dan masih terbatas dalam merencanakan pengelolaan finansial dari kas jamaahnya. Hal ini dikarenakan, komunitas ini belum memiliki atau berbentuk badan hukum resmi (legal formal) dalam bentuk stichting (yayasan).

Pemerintah daerah di Groningen Belanda sangat membatasi suatu komunitas tanpa badan resmi dan dianggap illegal untuk mengumpulkan donasi. Jika terpaksa ibadah bersama dilaksanakan outdoor, pelaksanaan biasanya dilakukan dengan cuaca ekstrim berangin (kurang kondusif) dan Belanda memiliki aturan yang perlu ditaati dalam rangka menegakkan toleransi bermasyarakat. Sehingga tidak dapat dilakukan terlalu mencolok dan mengganggu ketenangan masyarakat di sekitarnya.

Dalam menjaga keimanan dan ketakwaan, pada umumnya kajian keislaman perlu disampaikan dengan Bahasa yang dimengerti jamaah, sedangkan di semua masjid tersebut, seluruh khutbah dan kajian baik untuk sholat jumat, dan shalat hari raya disampaikan dalam Bahasa Turki, tidak dalam Bahasa Inggris.

Komunitas deGromiest juga tidak dapat menyewa ruangan di masjid-masjid tersebut untuk praktek shalat Idul Fitri, Idul Adha, pengajian dan kegiatan ibadah lainnya. Padahal komunitas ini sering sulit mendapatkan tempat yang dapat memfasilitasi sejumlah jamaah deGromiest berkisar 200-300 orang. Menyewa tempat menjadi suatu tantangan utama, dengan frekuensi keberhasilan yang rendah. Kendala tersebut diketahui dan pernah dirasakan oleh ketua pengabdian masyarakat Prof Azhar saat berkunjung dalam riset tour di Eropa pada tahun 2023 yang lalu. Kegiatan kajian keislaman yang juga menghadirkan beliau dan Dr. Purnomo UMY di Groningen hanya dapat dihadiri oleh 30 orang dari total (+-) 300 jamaah dengan menggunakan ruang tamu.

Pengurus deGromiest dalam beberapa tahun terakhir sebetulnya telah berupaya menyusun kelengkapan administrasi untuk mengajukan komunitasnya memiliki stichting (Yayasan). Peran stichting menjadi prioritas dengan fungsi komunitas  dapat dikenal oleh pemerintah setempat sebagai komunitas, dapat lebih leluasa mengumpulkan donasi, dan menyewa tempat tetap. Pada tahun 2024 ini, upaya pengurus deGromiest mendapatkan dukungan dari tim pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diketuai oleh Prof. Muhammad Azhar dan Ibu Genesiska sebagai anggota.

Tentu hal ini merupakan bentuk kerjasama dan kolaborasi yang baik dalam rangka  implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi yang semestinya  dilakukan oleh setiap universitas di Indonesia sebagai tanggung jawab moral dalam mendukung setiap aktvitas masyarakat baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sehingga, keberadaan universitas sebagai penunjang dalam berkegiatan di masyarakat dirasakan secara nyata oleh masyarakat secara luas.

[red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *