Memacu Hilirisasi Sektor Perkebunan

Foto ilustrasi istimewa

NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Indonesia serius untuk mengakselerasi dirinya menuju negara maju atau dikenal dengan sebutan Indonesia Emas pada 2045. Salah satu caranya adalah melakukan strategi lompatan dengan mendorong program penghiliran.

Wujud penghiliran kini sudah mulai tampak. Di sektor pertambangan, misalnya, kini didorong untuk mendirikan smelter-smelter sehingga komoditas mentah tambang, seperti nikel, tembaga, bauksit, dan sebagainya bisa diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai tambah.

Sebenarnya, aktivitas penghiliran bukan hanya milik sektor pertambangan. Penghiliran bisa dilakukan terhadap semua komoditas. Demikian juga dengan pelakunya. Tak hanya pengusaha besar, pelaku penghiliran bisa saja berskala UMKM.

Pernyataan itu dikemukakan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) di acara pembukaan Rapat Kerja Nasional XVIII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) 2023 di Tangerang, Banten, pada Kamis (31/8/2023). Menurut Kepala Negara, upaya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ikut mendukung hilirisasi industri patut diapresiasi.

“Hilirisasi itu bukan hanya untuk (industri) yang besar-besar. Bukan urusan nikel atau tambang tembaga saja, bahkan yang UKM pun kita harus hilirisasikan semua produk yang masih mentah nilai ekonominya,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden pun mencontohkan salah satu UMKM anggota Hipmi Banten yang memproduksi kopi bubuk kemasan serta gula semut lokal dari provinsi tersebut.

“Ini kopi alami yang tanaman kopinya ada di Banten, saya lihat bagus sekali setelah (kopi) di-roasting kemudian masuk packaging seperti ini. Ini bagus sekali, brand ‘Haji Rocker Coffee’ ini bagus sekali,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden pun berharap, praktik hilirisasi industri bisa diikuti oleh UMKM di daerah-daerah lain di Indonesia, dengan dimotori oleh para pengusaha muda yang kreatif dan inovatif.

“Jangan sekali-kali kita lanjutkan ekspor dalam bentuk biji (kopi) mentahan. Buat seperti ini (produk olahan). Kuasai pasar di dalam negeri, begitu kita siap (dengan industri olahan) baru diekspor semua,” tutur dia.

Selain kopi, Presiden Jokowi menginginkan hilirisasi untuk komoditas lain, seperti rumput laut dan kelapa sawit. Menurut Jokowi, hilirisasi tidak hanya penting dilakukan untuk menambah nilai jual, tetapi juga untuk membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, yang kemudian akan meningkatkan penerimaan negara.

Melalui hilirisasi industri, kata Presiden, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan pendapatan per kapita penduduk Indonesia akan meningkat menjadi USD10.900 pada 2033 dan mencapai USD25.000 pada 2045.

“Inilah tujuan kita, tidak hanya visi besar (2045) tetapi kita harus memiliki visi taktis,” ujar Jokowi.

Kakao Indonesia untuk Dunia

Selain itu, Presiden Jokowi juga menyebut, komoditas produk perkebunan seperti komoditas kakao juga bisa dibuat produk nilai tambahnya, seperti cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder.

Adalah Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika yang menjelaskan bahwa sebagian produk tersebut telah mampu diolah lebih lanjut di dalam negeri dengan porsi sekitar 20 persen. Selebihnya diekspor ke lebih dari 96 negara di lima benua.

“Ekspor produk intermediate tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok rantai global komoditas kakao dengan kontribusi sekitar 9,17 persen dari kebutuhan dunia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

Menurut Dirjen Industri Agro, peningkatan nilai ekspor kakao olahan didukung oleh sejumlah investasi perusahaan multinasional. “Hal ini merupakan dampak dari kebijakan bea keluar terhadap ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 67 tahun 2010,” terangnya.

Kementerian Perindustrian akan terus fokus untuk menjalankan kebijakan nasional hilirisasi industri pegolahan produk berbasis perkebunan, termasuk kopi dan kakao di dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Khusus pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat, lemak cokelat, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao, serta pengembangan cokelat artisan.

Kemampuan Indonesia menumbuhkan industri olahan berbasis komoditas kakao tidak lepas dari keberadaan perkebunan kakao di sejumlah daerah, terutama di Sulawesi, baik Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.

Di luar wilayah Sulawesi, sentra komoditas kakao juga dibudidayakan di Sumatra Barat, Papua Selatan, dan beberapa daerah lainnya. Total luas areal perkebunan kakao, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat mencapai 1,33 juta hektare (ha). Luas areal itu turun 1,23 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 1,46 juta ha.

Masih menurut data yang sama, dari sisi kepemilikan, perkebunan kakao diusahakan rakyat yang tercatat mencapai 1,43 juta ha pada 2022. Sementara itu, luas perkebunan kakao yang diusahakan negara dan swasta 6.100 ha.

Masih menurut data BPS, produksi kakao di Indonesia tercatat mencapai 667.300 ton pada 2022. Dari sisi ekspor, Indonesia melakukan ekspor biji kakao pada 2013 sebesar 188.420 ton (senilai USD446 juta), turun menjadi 24.603 ton (senilai USD64 juta) pada 2022.

Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari 196.333 ton (senilai USD654 juta) pada tahun 2013 menjadi 327.091 ton (senilai USD1,1 miliar) tahun 2022.

“Sejak 2015, ekspor kakao olahan kita selalu di atas USD1 miliar. Bahkan, Indonesia sudah menjadi pemain global kakao olahan, dengan posisi ekspor cocoa butter kita nomor dua di dunia setelah Belanda,” ungkap Putu.

Sumber: Indonesia.go.id

Penulis: Firman Hidranto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *