Oleh: Muhammad Toriq Fahri, S.H.
Kasubsi Pertimbangan Hukum Datun Kejaksaan Negeri Banyuwangi
Istilah Kejaksaan sebenarnya telah lama ada dan digunakan di Nusantara. Kerajaan Majapahit menggunakan kata Dhyaksa, Adhyaksa, dan Dharmadhyaksa dari Bahasa Sansekerta sebagai nama dari jabatan tertentu yang berkaitan dengan penuntutan, peradilan dan kehakiman.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan direpresentasikan melalui Openbaar Ministerie. Dalam praktiknya, Jaksa zaman Belanda mengemban tugas untuk melakukan penuntutan segala tindak pidana dan melaksanakan putusan pengadilan pidana.
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan pertama kali oleh pada zaman pendudukan Jepang. Eksistensi kejaksaan pada masa ini berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri).
Pada masa ini pula, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara, menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal, serta mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara Republik
Indonesia. Dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Berawal dari hal ini, Kejaksaan dijadikan sebagai lembaga satu-satunya yang berwenang untuk melakukan penuntutan.
Kewenangan Kejaksaan yang Jarang Diketahui
Sejarah pembentukan Kejaksaan tersebut tak pelak mematri persepsi dalam masyarakat bahwa Kejaksaan adalah sebuah lembaga yang hanya berwenang dalam melakukan penuntutan pada proses peradilan pidana. Belum lagi lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang mengisyaratkan bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Kejaksaan didapuk sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis) yang mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum. Hal ini berarti bahwa hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak.
Di samping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satusatunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Namun tidak banyak yang mengetahui jika wewenang Kejaksaan ternyata tidak terbatas pada persoalan penuntutan maupun hal-hal yang berkaitan dengan pidana saja.
Ternyata, selain berwenang untuk melakukan penuntutan, ada banyak kewenangan lain yang dimiliki oleh Kejaksaan.
Merujuk pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, selain berwenang pada bidang pidana dalam ranah penuntutan, melakukan pengawasan dan melaksanakan putusan pengadilan, serta melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu, Kejaksaan ternyata juga memiliki kewenangan di bidang perdata dan tata usaha negara di samping kewenangannya di bidang ketertiban dan ketenteraman umum.
Pengabdian Jaksa sebagai Pengacara Negara
Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia memberikan kewenangan Kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha negara.
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Di sinilah lahir tugas pengabdian Jaksa sebagai pengacara negara.
Hampir di setiap kantor kejaksaan, baik Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi, maupun kantor Kejaksaan Agung di Jakarta terpampang tanda Jaksa Pengacara Negara, disertai bahasa Inggris ‘Government Law Office’.
Jaksa pengacara negara diberikan tugas pengabdian dan wewenang untuk melakukan penegakan, bantuan, pertimbangan dan pelayanan hukum kepada instansi pemerintah dan negara, termasuk dan menegakkan kewibawaan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Memang, tidak ada satu pun undang-undnag yang memberi penjelasan terntang yang dimaksud Jaksa Pengacara Negara (JPN). Bahkan setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terbit, tetap tidak ada penjelasan mengenai JPN. Yang ada hanyalah definisi jaksa, yaitu pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Meskipun Undang-Undang Kejaksaan tak mengenal istilah JPN, bukan berarti maknanya tak bisa ditelusuri. Mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Martin Basiang, dalam tulisannya ‘Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara’, berasumsi makna ‘kuasa khusus’ dalam bidang keperdataan sebagaimana tercantum dalam UU Kejaksaan, dengan sendirinya identik dengan pengacara.
Istilah pengacara negara sebenarnya adalah terjemahan dari Landsadvocaten.
Landsadvocaten adalah seseorang yang bertindak untuk pemerintah sebagai penanggung jawab negara dalam suatu proses (atau sengketa) yang ditangani secara perdata. Namun demikian, posisi jaksa selaku pengacara negara tak lantas membuat seluruh jaksa bisa menjadi JPN. Sebutan itu hanya dapat diberikan kepada jaksa-jaksa yang
secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas-tugas perdata dan tata usaha negara. Sebutan ‘pengacara’ dalam Jaksa Pengacara Negara tak bermakna pula bahwa JPN tunduk pada dan diikat Undang-Undang Advokat.
Produk dan Jasa Hukum Jaksa Pengacara Negara
Selain bertindak untuk mewakili pemerintah dan negara, JPN juga memiliki wewenang untuk melaksanakan penegakan hukum, memberikan bantuan hukum, memberikan pertimbangan hukum, melaksanakan tindakan hukum lain, serta memberikan pelayanan hukum.
Sebagaimana definisi Jaksa Pengacara Negara pihak yang dapat diberikan jasa hukum oleh JPN adalah Negara atau instansi Pemerintah dan Lembaga negara maupun BUMN atau BUMD di mana terdapat kepentingan pemerintah di dalamnya. Kecuali dalam hal Pelayanan Hukum masyarakat umum dapat berkonsultasi mengenai permasalahan hukum yang tengah dihadapinya.
Dalam melaksanakan tugasnya, JPN juga dapat mengeluarkan produk hukum. Produk yang dapat diberikan JPN dalam hal ini antara lain Bantuan Hukum secara litigasi (di dalam pengadilan) maupun Bantuan Hukum non-litigasi (di luar pengadilan).
Di bidang litigasi, JPN dapat bertindak sebagai pengacara di pengadilan. Sementara dalam bidang non-litigasi, jasa hukum berupa Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Bantuan Hukum.
Jasa hukum di bidang pertimbangan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh JPN dalam beberapa bentuk. Pertama, Pendampingan Hukum (Legal Assistance), diberikan terhadap kegiatan atau pun proyek strategis pemerintah yang dilakukan secara bertahap dari tahap awal sampai dengan tahap akhir kegiatan maupun pendampingan Hukum yang dilakukan secara parsial terhadap tahapan suatu kegiatan, yang mana kegiatan ini adalah akan dilakukan (future).
Kedua, Pendapat Hukum (Legal Opinion) diberikan secara tertulis maupun lisan terhadap permasalahan hukum yang timbul dalam suatu kegiatan atau kebijakan, yang mana kegiatan ini adalah sedang dilakukan (on progress). Ketiga, Audit Hukum (Legal Audit) dilakukan terhadap suatu badan hukum secara keseluruhan atau terhadap suatu kegiatan tertentu, yang mana kegiatan ini adalah telah dilakukan (past).
Bagaimana cara untuk menggunakan jasa hukum JPN? Mudah sekali, hanya dengan mengajukan permohonan secara tertulis dengan mengajukan produk hukum yang dibutuhkan. Selain itu, pemohon juga perlu menyertakan lampiran kasus posisi permasalahan hukum yang dihadapi kepada JPN.
Pemohon juga perlu memastikan bahwa permasalahan hukum yang dihadapi masih di dalam lingkup hukum Perdata ataupun Tata Usaha Negara.
Prestasi yang Ditorehkan oleh Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Banyuwangi
Dalam melaksanakan kewenangannya sebagai pengacara negara, JPN Kejaksaan Negeri Banyuwangi telah menorehkan beberapa prestasi sebagai bentuk pengabdiannya kepada negara. Pada awal tahun 2021 lalu misalnya, JPN Kejaksaan Negeri Banyuwangi telah melakukan pendampingan hukum kepada anak perusahaan BUMN ternama di Indonesia, PT. Perkebunan Nusantara XII, yakni PT. Industri Gula Glenmore dalam pengadaan barang dan jasa pengangkutan tebu.
Pendampingan tersebut dinilai sangat berhasil. Keberhasilan pendampingan hukum oleh JPN Kejaksaan Negeri Banyuwangi tidak hanya selesai pada tahap pengadaan jasa pengangkutan saja, namun lebih dari itu, pada proses litigasi, JPN Kejaksaan Banyuwangi memberikan bantuan hukum berupa kuasa khusus untuk mewakili PT. Industri Gula Glenmore dalam perkara perdata wanprestasi melawan PT. Argen Bangkit Sentosa.
Berkat pendampingan oleh JPN Kejaksaan Negeri Banyuwangi, proses pengadaan barang dan jasa pengangkutan tebu PT. Industri Gula Glenmore dapat terselesaikan dengan baik.
Selain pendampingan hukum pada PT. Industri Gula Glenmore, JPN Kejaksaan Negeri Banyuwangi juga berhasil menorehkan prestasi dalam melakukan pendampingan ke sejumlah instansi. Seperti pendampingan hukum kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Di antaranya, pendampingan hukum dalam rangka refocusing, realokasi anggaran, pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 d Kabupaten Banyuwangi, pendampingan hukum pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka Pembangunan Jalan Tol Probolinggo-Banyuwangi Seksi III Wilayah Kab.Banyuwangi, termasuk memberikan pendapat hukum terkait divestasi saham Kabupaten Banyuwangi pada PT. Merdeka Coper Gold (MCG) dan Pendampingan Hukum Akademi Penerbangan Indonesia Banyuwangi, serta pemberian bantuan hukum berupa kuasa khusus Bupati Banyuwangi dalam perkara perdata sengketa batas wilayah Gunung Ijen Banyuwangi – Bondowoso.
Tak hanya sampai di situ, pada proses pendampingan kepada badan negara lainnya, JPN Kejaksaan Banyuwangi beberapa waktu yang lalu melalui pengabdiannya juga telah berhasil melakukan pendampingan hukum kepada Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) Kabupaten Banyuwangi dalam rangka pembangunan gedung lanjutan kantor pertanahan Kabupaten Banyuwangi.
Di samping itu, JPN Kejaksaan Negeri Banyuwangi juga telah menyelesaikan dengan baik tugas pendampingan hukum kegiatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan Kabupaten Banyuwangi.
Harapan akan Dukungan Berbagai Pihak
Cerita perjalanan pengabdian JPN Kejaksaan Republik Indonesia di atas menunjukkan bahwa keberadaan JPN Kejaksaan tak dapat dipandang sebelah mata, apalagi dilupakan. Keberadaan Kejaksaan menjadi semakin penting, sehingga diperlukan dukungan dan komitmen bersama terlebih oleh berbagai stakeholder.
Terlebih, segenap perjalanan tugas dan pengabdian yang dilakukan oleh JPN Kejaksaan tidak akan berarti tanpa adanya sokongan dari masyarakat. Tugas yang diemban oleh JPN Kejaksaan tidaklah mudah, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi.
Ada banyak target yang harus digapai oleh JPN Kejaksaan agar menjadi lebih baik, terutama dalam komitmennya melakukan percepatan transformasi digital. Puncaknya, JPN akan selalu terbuka bagi kritik dan saran yang membangun, demi mewujudkan Kejaksaan yang lebih professional, transparan, dan akuntabel ke depannya.
(MTF)