Polemik Sumberdaya Ekosistem Pesisir Pantai Wosi, Perlu Penanganan Serius dan Terpadu

Biro Manokwari – Papua Barat

NUSANTARA-NEWS.CO, Manokwari – Wilayah pesisir merupakan salah satu ekosistem yang telah lama diketahui menyimpan permasalahan yang cukup serius bagi kelangsungan hidup manusia yang memanfaatkannya. Permasalahan ini terutama menyangkut trade off pemanfaatan sumber daya pesisir yaitu antara kepentingan ekonomi dan preservasi fungsi ekologisnya.

Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir merupakan ekosistem penting bagi keberlanjutan hidup, baik manusianya sendiri maupun lingkungan secara keseluruhan. Beberapa fakta menunjukan bahwa sumberdaya alam ditingkat pesisir telah mengalami kerusakan yang menghawatirkan.

Adanya penurunan tangkapan perikanan secara global telah mengalami penurunan, kerusakan terumbu karang dan kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat kegiatan seperti reklamasi pantai, kebutuhan bahan bangunan, pembangunan kawasan pemukiman, wisata, pembukaan lahan tambak bahkan akitifitas pembuangan sampah serta alih fungsi lahan.

Menurut Kepala Seksi Perencanaan Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Manokwari, Yulius Kocu, bahwa untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih jauh, diperlukan adanya kawasan sempadan pantai.

” Daerah yang disebut sebagai sempadan pantai tersebut harus dijadikan daerah konservasi. Dalam ketentuan Keppres No. 32 Tahun 1990, diatur perlindungan sempadan pantai sejauh 100 meter. Peraturan yang telah ada tersebut, hendaknya ditaati, ditegakkan, dan ditindaklajuti dengan aturan-aturan pelaksana dibawahnya baik di tingkat pusat maupun daerah. Fenomena banyaknya bangunan-bangunan di sepanjang pantai dan kerusakan lingkungan pantai serta kepentingan nelayan tradisional yang termarjinalkan harus segera mendapat perhatian sekaligus penangan serius,” kata Yulius Kocu, Jumat (18/9/2020)

” Perlu diingat bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pantai bersifat lintas sektoral karena sektor kelautan melingkupi kewenangan beberapa institusi negara yang memiliki bidang kerja yang berkaitan dengan laut baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, misalnya Dinas Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, Pariwisata, Bappeda, Pekerjaan Umum dan penataan ruang, Dinas Lingkungan Hidup, BKSDA, BPPD. Problemnya, institusi-institusi tersebut tidak memiliki platform dan arah kebijakan pembangunan yang sejalan dalam bidang kelautan. Masing-masing institusi Negara berjalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas,” terang Kocu.

Sehingga, Pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan memegang peranan dalam mengendalikan pemanfaatannya tersebut, bisa dengan jalan kontrol memberikan ijin pemanfaatan bagian-bagian tanah kawasan pantai pada pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban mengadakan pengawasan terhadap pengelolaan kawasan pantai oleh pihak ketiga tersebut.

Penetapan garis sempadan pantai tersebut, hendaknya ditindaklanjuti dengan penegakan hukum (law enforcement) sehingga dapat tegas terhadap pelanggaran yang terjadi, untuk semua pihak tanpa kecuali. Daerah sempadan pantai harus dijadikan sebagai daerah konservasi. Dimana untuk daerah yang sudah terlanjur dipenuhi dengan bangunan di sepanjang pantainya, perlu dilakukan pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar di kawasan sempadan pantai atau paling tidak diminimalkan dampaknya. Sedangkan daerah yang belum dibangun diupayakan agar kelestariannya dapat terjaga dengan cara memperketat pemberian izin lokasi dan izin mendirikan bangunan (IMB). Pemberian izin tersebut harus ditindaklanjuti dengan melakukan pengawasan secara berkesinambungan.

Lanjut Kocu, permasalah utama di kawasan pantai wosi berdasarkan hasil monitoring instansi terkait, diantaranya bahwa status kepemilikan lahan masyarakat perlu ditinjau apakah mereka membangun di tanah milik pemda atau tanah milik pribadi, kepemilikan lahan masyarakat hanya berdasarkan surat pelepasan tanah adat yang sudah sering dijual dan berpindah tangan, banyaknya bangunan liar (rumah kost, rumah tinggal dan tempat usaha) yang dibangun melewati garis sempadan pantai dan tidak memiliki ijin membangun (IMB), aktifitas pembuangan sampah ke laut yang tidak terkendali.

Hal lain juga yang dijumpai dilapangan reklamasi pantai yang telah mengubah pola arus air laut, abrasi, tingginya sedimentasi lumpur berkolaborasi dengan sampah bahkan ekositem mangrove dan terumbu karang yang telah terdegradasi.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manokwari, Yohanes ada’ Lebang menjelasakan, bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor: 19 tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut disebutkan : “Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya”.

” Dalam perspektif global, pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktifitas di daratan (land-based pollution), maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi,” terang Yohanes ada ‘Lebang

Dikatakan dia, kerusakan lingkungan wilayah pesisir Kabupaten Manokwari terjadi secara alami maupun campur tangan manusia. Kerusakan lingkungan seperti kemunduran garis pantai, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, konflik penggunaan ruang overfishing dan lain sebagainya lebih kondisi yang cukup parah terjadi lingkungan pesisir kawasan perkotaan Manokwari dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi dan banyaknya aktifitas pembangunan. Kerusakan sumberdaya pesisir yang terjadi di Pantai Wosi, Pantai Maruni, Pantai Anday, Pantai Mandopi dan lain sebagainya di Kabupaten Manokwari.

Yohanes mengungkapkan, dari sisi pelestarian pengembangan wilayah sangat perlu mendapat perhatian khusus. Wilayah pesisir Pantai Wosi misalnya merupakan salah satu wilayah yang terletak dijantung kawasan perkotaan Manokwari secara teknis permasalahan pemanfataan ruang seperti pemukiman yang terlalu dekat dengan pantai yang didominasi oleh bangunan rumah kost, rumah tinggal, tempat usaha dan lain sebagainya, jalan utama yang berbatasan langsung dengan pantai, abrasi dan akresi, banyaknya aktifitas reklamasi pantai, timbulan sampah sedangkan secara non teknis terjadi perubahan pola arus dan erosi akibat reklamasi pantai.

” Belum adanya perangkat hukum yang memadai ditingkat daerah yang memadai yang mengatur masalah garis sepadan pantai, pemanfataan tanah sepadan, reklamasi pantai, penambangan pasir, penebangan mangrove, kerusakan terumbu karang dan sebagainya. Pemahaman hukum oleh masyarakat masih minim misalnya tingginya pembuangan sampah di pantai, pembuangan limbah ke laut, ijin usaha di pantai/laut. Status kepemilikan lahan/tanah yang masih didominasi oleh surat pelepasan tanah adat dan belum memiliki sertifikat tanah,” papar Yohanes.

Untuk itu, diharapkan, Upaya penanganan permasalahan pantai wosi dan pantai-pantai lain di sekitar Kabupaten Manokwari harus dilakukan secara lintas sektor, dan perlu mengaktifkan kembali Tim penataan Ruang daerah (TKPRD) sesuai amanat undang-undang 26 tahun 2007 dan Perda RTRW Kabupaten Manokwari Nomor 05 Tahun 2013, perlunya penetapan aturan batas sepadan pantai ditingkat Kabupaten baik melalui Perbup ataupun Perda batas sepadan pantai.

“Pada tataran sangsi harus dilakukan penertiban bangunan liar dari garis sempadan pantai, penghentian reklamasi pantai, penertiban aktifitas pembuangan sampah hal utama yang perlu dilakukan adalah Tata kelola pengelolaan wilayah sempadan pantai dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat pemilik hak ulayat. Selain itu, perlunya digalakkan suatu “gerakan terpadu” yang menghimpun masyarakat terutama daerah pesisir untuk senantiasa menjaga dan melestarikan pesisir dan segala potensinya,” jelas Yohannes ada’Lebang mengakhiri.

( nug/red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *