NUSANTARANEWS.co, Medan — Judi online (judol) kini menjadi fenomena global yang berkembang pesat seiring kemajuan teknologi internet. Tanpa memandang usia maupun status sosial, siapa pun bisa terjerat praktik ini. Hanya dengan bermodal ponsel dan koneksi internet, seseorang dapat dengan mudah masuk ke dunia judol yang kerap menggoda dengan janji kekayaan instan dan kemewahan semu.
Namun di balik euforia sementara yang ditawarkan, tersembunyi risiko besar berupa kecanduan. Banyak orang akhirnya kesulitan mengendalikan diri dan terus bermain meski sudah mengalami kerugian finansial maupun tekanan emosional. Lalu, mengapa begitu sulit bagi seseorang untuk berhenti dari judol?
Kemudahan Akses dan Situasi Ekonomi
Melansir dari Antara, dokter spesialis kesehatan jiwa lulusan Universitas Indonesia, Adhi Wibowo Nurhidayat, mengatakan, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang berjudi. Salah satunya adalah karena kemudahan akses akibat perkembangan teknologi.
Dalam sebuah webinar tentang gangguan jiwa pada, Kamis, 7 September 2023, Adhi menjelaskan, dahulu orang harus pergi ke kasino atau membeli lotre untuk berjudi. Namun kini, berkat kemajuan teknologi, aktivitas tersebut bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan ponsel.
Kemudahan akses ini menjadi salah satu faktor meningkatnya kasus judol. Ditambah lagi, kondisi ekonomi yang dirasa sulit oleh sebagian orang mendorong mereka mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang.
“Sebagian orang ingin cepat kaya dengan cara instan,” ujar Adhi.
Harapan Mendapatkan Uang Secara Instan
Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sekaligus dokter spesialis jiwa konsultan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti, menjelaskan judol bisa memberikan sensasi kesenangan dan keuntungan secara instan.
“Yang mendasari kebutuhan secara instan, yang ingin mendapatkan uang secara segera dan mendapatkan kesenangan secara segera,” kata Siste dalam acara diskusi daring, pada 26 Juli 2024.
Menurutnya, banyak orang awalnya melihat judol sebagai solusi cepat untuk melunasi utang atau mengatasi masalah keuangan. Namun, rasa senang yang muncul saat menang justru bisa memicu keinginan untuk terus bermain.
“‘Kalau aku sudah menang sekali, aku bisa berhenti’, namun kenyataannya ketika menang atau kalah dia tidak akan berhenti bermain judi sehingga ini membawa kita pada suatu ranah tentang adiksi,” ucapnya.
Kehilangan Kendali
Siste juga menjelaskan alasan ilmiah mengapa seseorang susah berhenti bermain judol. Dia mengatakan, saat seseorang berjudi dan menang, otak akan mengalami lonjakan dopamin—zat kimia yang menimbulkan perasaan senang dan euforia. Sensasi menyenangkan itulah yang membuat orang terdorong untuk terus berjudi demi mengejar rasa puas tersebut.
Ketika aktivitas berjudi dilakukan secara berulang, otak akan mulai terbiasa dan menciptakan pola perilaku otomatis yang sulit dihentikan. Siste menjelaskan, kebiasaan berjudi dalam jangka panjang bisa merusak bagian otak yang disebut korteks prefrontal, yakni area yang berperan penting dalam pengambilan keputusan dan pengendalian diri.
“Ketika prefrontal cortex terganggu, individu kehilangan kendali atas perilaku mereka. Misalnya, meski sudah kalah banyak uang, mereka tidak mampu berhenti bermain,” ujar Siste.
Munculnya Pikiran yang Salah
Salah satu faktor lain yang membuat judol sulit dihentikan adalah munculnya cognitive error atau pikiran yang salah. Banyak pecandu judol percaya mereka memiliki kemampuan untuk membaca pola permainan atau memprediksi hasil.
“Padahal, permainan seperti bakarat itu berdasarkan probabilitas, bukan keahlian. Namun, mereka merasa memiliki kekuatan untuk menang. Ini adalah kesalahan kognitif yang perlu diluruskan melalui terapi,” tuturnya.
Iklan Judol yang Menargetkan Mantan Pemain
Selain itu, keberadaan iklan judol di berbagai media sosial semakin memperparah situasi. Iklan-iklan ini dirancang dengan algoritma yang secara otomatis menargetkan orang yang pernah mengakses situs judi sebelumnya.
“Iklan itu kemudian menstimulus otak bagian depan, maka langsung muncul craving, ingin bermain judi dengan mengklik link-nya,” ujar Siste.
Efek Domino Judol
Siste menjelaskan, gejala kecanduan judol tidak hanya bersifat psikologis tetapi juga fisik. Saat sedang tidak berjudi, pecandu dapat merasa sangat cemas, jantung berdebar cepat, bahkan gemetar. Gejala tersebut menyerupai gejala withdrawal syndrome, yang merupakan respons tubuh ketika pecandu menghentikan penggunaan zat adiktif, yang jika tidak segera ditangani dapat memicu depresi berat, frustrasi, hingga munculnya ide-ide untuk mengakhiri hidup.
Efek domino kecanduan judol juga sering menjerumuskan orang ke dalam lingkaran setan yang sulit dihentikan. Siste memaparkan, ketika kalah, pecandu judol meminjam uang dari aplikasi pinjaman online, di mana uang itu dipakai untuk berjudi lagi dengan harapan menang dan mampu melunasi utang. Namun ketika kalah lagi, dia akan meminjam lebih banyak uang.
Siklus ini bisa terus berulang hingga mereka terjebak dalam jeratan utang. Lebih parah lagi, dalam banyak kasus orang yang kecanduan judol mulai melakukan tindakan kriminal seperti mencuri barang-barang di rumah untuk mendapatkan modal berjudi. Hal ini menunjukkan betapa dalam dampak judol terhadap moral dan perilaku, seperti dikutip dari Tempo.co, Jumat (6/6/2025) malam.
(KTS/rel)