Anggota DEN Chatib Basri Ungkap Dampak Kebijakan Tarif Baru Amerika Serikat

Anggota Dewan Ekonomi Nasional Chatib Basri

NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Chatib Basri  mengungkapkan pandangannya mengenai dampak kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap perekonomian Indonesia.

Menurut Chatib, kebijakan ini akan memberikan efek signifikan, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi hampir seluruh negara di dunia, mengingat posisi AS sebagai salah satu pasar ekspor utama global.

Basri menyoroti bahwa sektor-sektor ekspor unggulan Indonesia, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, udang, elektronik, serta lemak dan minyak hewani/nabati, akan menjadi yang paling terdampak. Kenaikan tarif impor sebesar 32% yang dikenakan AS terhadap Indonesia—sebagai bagian dari kebijakan tarif resiprokal yang mulai berlaku pada 9 April 2025—dapat menyebabkan penurunan daya saing produk Indonesia di pasar AS.

Hal ini berpotensi mengurangi volume ekspor, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi domestik dan meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor-sektor tersebut.

“Itu seperti misalnya TPT, tekstil dan produk tekstil. Kemudian alas kaki. Kemudian juga udang, saya kira ya. Jadi itu adalah sektor-sektor yang akan terkena. Ini kita bisa lihat di sini misalnya mesin perlengkapan elektronik, kemudian lemak minyak hewan nabati. Itu akan terkena,” ujar Chatib, seperti dilansir dari CNN Indonesia, Senin (7/4/2025).

Namun, Basri juga menekankan bahwa dampaknya terhadap Indonesia relatif lebih terbatas dibandingkan negara-negara yang lebih terintegrasi dengan ekonomi global, seperti Singapura atau Vietnam.

Tidak hanya Indonesia, Chatib menilai seluruh negara juga akan terpengaruh dari pengenaan tarif baru Trump.

“Kita harus ingat bahwa rasio dari ekspor Indonesia terhadap GDP itu hanya sekitar 25%. Jadi Indonesia itu share dari ekspor terhadap GDP-nya masih lebih kecil dibandingkan dengan Singapura yang 180% atau misalnya Vietnam,” katanya.

Ia menyebutkan bahwa rasio ekspor Indonesia terhadap PDB hanya sekitar 25%, jauh lebih kecil dibandingkan Singapura (180%) atau Vietnam.

Menurut Chatib, ini menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia pada ekspor tidak sebesar negara-negara tersebut, sehingga efeknya bisa lebih terkendali. Meski begitu, ia memperingatkan bahwa kebijakan tarif Trump berpotensi memicu resesi global, yang tetap akan memengaruhi Indonesia meskipun dalam skala yang lebih kecil.

Di sisi lain, Chatib melihat adanya peluang dari pelemahan nilai tukar rupiah yang mungkin terjadi akibat kebijakan ini.

Depresiasi rupiah dapat membuat produk ekspor Indonesia menjadi lebih murah dan kompetitif di pasar internasional, asalkan diimbangi dengan strategi yang tepat. Ia mencontohkan, jika tarif naik 5% dan rupiah terdepresiasi sebesar 5%, maka dampak kenaikan tarif bisa “terkompensasi”.

Untuk menjaga daya saing, ia menyarankan pemerintah dan pelaku usaha memangkas biaya produksi melalui deregulasi ekonomi, sehingga harga jual di pasar global tetap terjangkau tanpa mengorbankan margin keuntungan.

Basri juga menegaskan perlunya langkah proaktif untuk meminimalkan dampak negatif, seperti diversifikasi pasar ekspor dan penguatan efisiensi produksi domestik. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme Trump.

[Jagad N]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *