Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.,M.Kn.*)
Di platform media sosial youtube beberepa waktu lalu, beredar ceramah Habib Riziq Sihab yang menuding Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi musrik melalui pembangunan patung. Tuduhan Riziq pun dibantah Kang Dedi Mulyadi, bahwa apa yang dilakukan tidak ada sangkut pautnya dengan kemusrikan, namun lebih kepada upaya melestarikan budaya leluhur Jawa Barat.
Tuduhan Rizieq jelas tidak berdasar, dimana Rizieq tidak mampu membedakan urusan agama dan budaya. Seperti kata Gus Dur, Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita menjadi budaya Arab. Bukan untuk ‘aku’ jadi ‘ana’ bukan ‘sampeyan’ jadi antum, sedulur jadi ‘akhi’.Pertahankan apa yang menjadi milik kita, kita harus serap ajarannya, bukan Arabnya.
Apa yang disampaikan Gus Dur, bisa ditarik kesimpulan, agama dan budaya tidak perlu dibenturkan, melainkan dapat berjalan berdampingan dan saling melengkapi. Keduanya memiliki peran penting dalam pembentukan jati diri bangsa Indonesia.
Apa yang disampaikan Rizieq, sudah menciderai kehidupan berbangsa dan bernegara. Keluhuran budaya sudah dicerabut dengan membentur benturkan dengan ajaran agama.
Agama dan budaya memiliki sejarah panjang dalam pembentukan jati diri bangsa Indonesia. Agama dan budaya dapat saling melengkapi. Agama dapat menyebarkan ajarannya melalui budaya, dan budaya dapat dilestarikan dengan agama. Agama dan budaya dapat memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan.
Harmonisasi budaya dan agama selama ini sudah tertata dengan baik. Tarian Bali dipengaruhi oleh agama Hindu, tarian Jawa dipengaruhi oleh Kejawen, dan tarian Aceh dipengaruhi oleh agama Islam. Contoh-contoh seperti ini, harusnya dijadikan rujukan untuk membangun sikap toleransi
Menyikapi pertentangan antara agama dan budaya akan bisa dilakkan dengan menanamkan jiwa toleransi, Memahami bahwa agama dan budaya dapat berjalan berdampingan, Menghargai nilai-nilai prinsipil dalam agama.
Para Wali, dalam menyebarkan agama Islam tidak mencerabut akar budaya leluhur yang sudah tertanam sejak jaman nenek moyang. Dengan memadukan unsur budaya dan agama, pada Wali berhasil menyebarkan agama Islam, hingga berkembang sampai saat ini.
Sunan Kalijaga adalah Wali Songo yang memadukan ajaran Islam dengan budaya Jawa, seperti gamelan dan wayang. Ia dikenal sebagai pencipta wayang kulit dan pengarang cerita-cerita wayang berjiwa Islam. Sunan Kalijaga memanfaatkan budaya Jawa, yang saat itu masih kental dengan wayang, sebagai strategi dakwahnya. Sunan Kalijogo melakukan hal ini untuk membuat Islam tidak asing bagi orang-orang Jawa dan mudah diterima.
Sunan Kalijaga juga menghormati kearifan lokal atau budaya, bahkan simbol yang ada di masyarakat. Sebagai tokoh agama seharusnya Riziq bisa bersikap lebih bijak, tidak merusak nilai-nilai budaya dan toleransi.
Wali Songo menyebarkan agama Islam menggunakan pendekatan kebudayaan dengan menyerap seni budaya lokal (ajaran Hindu-Budha) yang dipadukan dengan ajaran Islam seperti tembang jawa, gamelan, wayang, upacara adat yang digabungkan dengan unsur-unsur Islam. Mereka memasukan nilai-nilai agama Islam ke dalam budaya tersebut, sehingga kedua unsur dalam ajaran Hindu-Budha bergabung bersama unsur ajaran Islam membentuk sebuah keserasian.
Selain Sunan Kalijaga, Sunan Muria juga menyebarkan agama Islam dengan pendekatan budaya berupa seni pewayangan. Sunan Muria suka menggelar pertunjukan wayang karya milik Sunan Kalijaga seperti Dewa Ruci dan Jimat Kalimasada.
Melalui pertunjukan wayang, Sunan Muria memberikan ajaran-ajaran tentang ketauhidan Islam kepada masyarakat. Sunan Muria juga tidak menghilangkan tradisi keagamaan lama yang telah dianut masyarakat. Tetapi dikembangkan menjadi tradisi keagamaan baru dengan menambahkan nilai-nilai Islam seperti tradisi bancakan dengan tumpeng yang dulunya dipersembahkan ke tempat-tempat angker diubah menjadi kenduri, yaitu upacara mengirim doa kepada leluhur dengan menggunakan doa-doa Islam di rumah orang yang menyelenggarakan kenduri.
Jadi jangan mudah menghakimi masyarakat dengan mengatakan bahwa pelestarian budaya identik dengan kemusrikan. Itu anggapan yang melukai bangsa Indonesia, dimana toleransi selama ini sudah terjaga dengan baik.
Dengan demikian budaya dan agama dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi untuk membentuk manusia Indonesia yang beradab sesuai nilai-nilai Islam.
Jangan memprovokasi umat hanya untuk kepentingan politik sesaat. Hidup di bumi Nusantara harus mengikuti aturan-aturan dan budaya luhur bangsa Nusantara.
Implementasi dari keragaman budaya dengan agama menjadi harmoni tentu tidak terlepas para penganut agama-agama itu sendiri.
Tidak akan bisa terjadi harmoninasi manakala aspek kemanusiaan yang terdalam yaitu hati tidak diikutsertakan dalam beragama dan berbudaya. Hati merupakan kunci dari harmonisasi beragama atau agama dengan budaya.
Manakala agama dibenturkan dengan budaya maka hendaknya agama bisa mewarnai atau menginfiltrasi budaya menjadi beragama. Ini tentu konotasinya adalah budaya dengan agama Islam. Budaya yang dimunculkan dalam kehidupan masyarakat tentu sudah menjadi tradisi yang mandarah daging artinya sudah diikuti secara tutun temurun sejak zaman nenek moyang.
Agar tidak berbenturan dengan budaya agama yang kita yakini kebenarannya maka sikap perilaku kita adalah memasuki ranah budaya tersebut dengan nilai-nilai agama. Mencari akar masing-masing kekuatan lalu mencari jalan menyelesaian.
Mari kita dukung Kang Dedi Mulyadi untuk tetap konsisten mempertahankan ajaran-ajaran luhur budaya Nusantara.
Bila kelompok-kelompok intoleran yang membentur-benturkan budaya dan agama, tidak menghargai toleransi, silahkan meninggalkan negara ini. Pemerintah harus mengambil tindakan tegas dari upaya rongrongan yang memecah belah persatuan dan kesatuan, merusak kewibawaan dan kejernihan budaya luhur nusantara.
*) Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia