NUSANTARANEWS.co, Bandung – Nama upacara “Ngertakeun Bumi Lamba” terinspirasi dari salah satu bagian pembuka dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M), manuskrip yang ditulis oleh Prabu Siliwangi (Jayadewata) dari Kerajaan Sunda Galuh (Pajajaran) yang berisi tuntunan dalam mewujudkan kesejahteraan.
“Ini pakeun urang ngretakeun bumi lamba, caang jalan, panjang tajur, paka pridana, linyih pipir, caang buruan. Anggeus ma imah kaeusi, leuit kaeusi, paranje kaeusi, huma kaomean, sadapan karaksa, palana ta hurip, sowe waras, nyewana sama wong (sa)rat. Sangkilang di lamba, trena taru lata galuma, hejo lembok tumuwuh sarba pala wo(h)wohan, dadi na hujan, landung tahun, tumuwuh daek, maka hurip na urang reya. Inya eta sanghyang sasana kreta di lamba nga-rana”
“Ini (jalan) untuk kita mensejahterakan dunia kehidupan, bersih jalan, subur tanaman, cukup sandang, bersih halaman belakang, bersih halaman rumah. Bila berhasil rumah terisi, lumbung terisi, kandang ayam terisi, ladang terurus, sadapan terpelihara, lama hidup, selalu sehat, sumbernya terletak pada manusia sedunia. Seluruh penopang kehidupan, rumput, pohon-pohonan, rambat. semak, hijau subur tumbuhnya segala macam buah-buahan, banyak hujan, pepohonan tinggi karena subur tumbuhnya, memberikan kehidupan kepada orang banyak. Ya itulah (sanghyang) sarana kesejahteraan dalam kehidupan namanya.
Dalam upaya melestarikan nilai dan budaya leluhur, digelar Upacara Ngertakeun Bumi Lamba yang bertujuan untuk menghadirkan kembali nilai luhur yang pernah membawa kesetaraan bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia dan keharmonisan terhadap alam semesta.
Acara budaya yang digelar di Gunung Tangkuban Perahu, Bandung, Jawa Barat ini, dihadiri oleh ribuan peserta yang terdiri dari para pemangku adat se-nusantara, tokoh adat , budayawan dan tokoh agama.
Semua perwakilan dari beberapa agama hadir untuk berdoa bersama dengan kepercayaan masing-masing. Diikuti oleh tokoh agama : Islam, Konghucu, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Katolik dan Kepercayaan. Semua berdoa untuk Kesejahteraan, Keamanan, kemakmuran bangsa dan Negara NKRI tercinta ini.
Marsekal Muda Eding Sungkana , S.AB,M.Tr, ( Han ) Komandan Sesko TNI AU, sekaligus sebagai tuan rumah dan Tokoh Budayawan, dalam hal ini sebagai Ketua Padepokan Bhuwana UGA Padjadjaran dalam sambutannya mengatakan, Upacara Ngertakeun Bumi Lamba diselenggarakan untuk menghadirkan kembali nilai luhur yang pernah membawa kesetaraan bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia dan keharmonisan terhadap alam semesta.
“ Upacara Ngertakeun Bumi Lamba, harus dilestarikan untuk mengingat kita tentang ajaran-ajaran leluhur yang arif, agar kita tidak salah dalam memahami dan menjalani kehidupan ini. Upacara bukan sekedar estetika, tapi merupakan sandi-sandi yang mengandung pesan leluhur, yang secara garis besar mengajarkan bagaimana manusia Nusantara menata kehidupan, baik itu menata diri sendiri, menata hubungan dengan sesama, dan menata alam. Pengetahuan ini sesungguhnya menjawab banyak permasalahan era sekarang seperti krisis iklim dan permasalahan sosial,” kata Marsekal Muda Eding Sungkana.
Selain itu, tambah Marsekal Muda Eding Sungkana, Upacara Ngertakeun Bumi Lamba sebagai pernyataan adat yang menggaungkan pesan tentang bagaimana alam harus disucikan, karena akan menjadi akar dari keharmonisan kehidupan dunia. Serta pernyataan bahwa gunung adalah paku alam yang merupakan kabuyutan (tempat suci) yang harus kembali dihormati dan disakralkan, sebagai penyangga dan penyedia sumber kehidupan kita, dan sebagai inspirasi spiritual dan keilmuan tentang siklus kehidupan.
Dan tak kalah penting, kata Marsekal Muda Eding Sungkana, Upacara Ngertakeun Bumi Lamba menampilkan cara ciri masyarakat adat dari berbagai penjuru nusantara.
“ Upacara adat ini mewadahi keberagaman suku, ras, budaya, dan agama, untuk saling melepas sekat pembeda menjalin persatuan, patarema rasa untuk siliwangi (silih asah, silih asih, silih asuh) terhadap alam dan sesama. Menggerakkan energi bangsa, yang meyakini jalan Ke-Semesta-an, Ke-Manusia-an dan ke-Tuhan-an, “Tri-Tangtu” dalam makna universal. Inilah Kebhinekaan dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Cecep Muhidir sebagai Maha Resi dari Padepokan Bhuwana UGA Padjadjaran menyambut baik diselenggarakannya Upacara Ngertakeun Bumi Lamba.
Menurut dia, melalui acara budaya ini, akan terpelihara budaya tradisi leluhur Nusantara. Sehingga kerinduan dan keingintahuan masyarakat luas terhadap adat tradisi terwadahi, dan budaya tradisi tetap lestari, dihargai, dipraktikan, dan mampu bersaing dengan infiltrasi budaya dari luar akibat dari kemajuan teknologi dan globalisasi.
“ Acara ini berkaitan dengan gerakan kebudayaan. Sehingga nilai-nilai luhur tidak hanya menjadi tontonan, tetapi berdampak pada keseharian dan kemajuan pola pikir masyarakat serta kesejahteraan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Memperkuat ikatan antar masyarakat adat Nusantara. Sehingga tercipta sinergi antar masyarakat adat Nusantara untuk terciptanya nilai kebhinekaan,” kata Cecep Muhidir.
Selain itu, tuturnya, melalui acara ini diharapkan dapat mengembalikan karakteristik budaya bangsa. Sehingga kita memiliki daya saing sekaligus pertahanan kuat terhadap budaya yang datang dari luar, yang berdampak pada kemajuan sumber daya manusia, daya tarik pariwisata, serta kekuatan eksistensi budaya.
Penulis: Jagad Nuswantoro