OPINI  

Ekspresi Dari Rasa Syukur Dalam Dimensi Spiritual Adalah Puncak Ketaqwaan Manusia Yang Tidak Mampu Diucapkan

Jacob Ereste

Jacob Ereste :

Tasyakur dalam Islam adalah ekspresi dari rasa terima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah dikaruniakan oleh Tuhan dalam bentuk rezeki, keberuntungan, kesuksesan, kesehatan serta keberuntungan dalam berbagai bentuk yang disadari atas karunia Tuhan melalui berbagai perantara, termasuk usaha dari diri kita sendiri yang melakukannya.

Bentuk dari tasyakur itu bisa saja dilakukan melalui do’a bersama sahabat, kerabat serta siapa saja yang berkenan ikut melakukannya, sesudah itu terus dilakukan dengan acara makan bersama. Bahkan tak jarang membagi-bagikan bingkisan mulai dari makanan dalam besek atau nasi kotak hingga souvenir yang dianggap dapat memberi banyak manfaat, mulai dari peci, sajadah atau tasbih hingga baju Koko atau barang lainnya. Bahkan tak jarang disertai dengan uang.

Dalam ekspresi rasa syukur atas karunia dan nikmat dari Tuhan ini tidak jarang satu keluarga memilih cara dengan membagikan Sembako yang cukup untuk makan selama beberapa bagi sebuah keluarga. Sebab dengan begitu, Sohibul hajat merasa telah berbagi kebahagiaan yang telah dia peroleh untuk sahabat dan kerabatnya yang lain.

Karena itu, ketulusan dan keikhlasan dalam mewujudkan rasa syukur ini tidak ada unsur sombong atau pamer dengan membanggakan diri agar terkesan lebih hebat dari orang lain. Tetapi semuanya dikakukan dengan sepenuh kerendahan hati — berterima kasih kepada Tuhan semata-mata, karena telah memperoleh kenikmatan, kesenangan dan kebahagian atas segala pemberian Tuhan dalam bentuk rizki, kesehatan, keselamatan serta kenikmatan hidup bagi diri sendiri atau bersama seluruh keluarga yang didasari merupakan kebaikan dan kemurahan serta cinta kasih dari Tuhan.

Kesadaran untuk bersyukur ini sungguh tidak dimiliki oleh semua orang. Karena tidak sedikit diantaranya yang merasa — bahkan percaya bila kesuksesan yang dia peroleh itu atas usaha keras serta kemampuan dirinya sendiri, tanpa ada kekuatan atau bantuan dari pihak lain. Dari sifat dan sikap serupa inilah kesombongan dan kepongahan yang menjadi penyebab bagi manusia semakin jauh dari kesadaran terhadap kekuasaan Tuhan yang bisa melakukan dan menentukan apa dari kondisi hidup siapa saja sebagai makhluk ciptaan-Nya

Makna tasyakur pada intinya adakah ucapan terima kasih kepada Tuhan dalam bentuk sedekah yang biasanya diawali oleh do’a, hingga kemudian menikmati makan bersama dengan mengundang banyak orang dalam kemampuan yang k dimiliki, sehingga mencapai rasa puas dari ekspresi rasa bersyukur tersebut. Karenanya, dalam acara tasyakuran ini acap kali biaya tidak lagi menjadi bilangan yang harus dihitung dalam jumlah besar dan kecil, karena yang terpenting adalah kepuasan hati dari rasa bersyukur itu bisa tersampaikan. Ibarat menyatakan cinta kepada sang kekasih, tak jagi penting diterima atau tidak ekspresi dari rasa cinta itu, karena yang lebih penting adalah mengungkapkan rasa dari kejujuran itu yang lebih penting dan lebih utama.

Oleh karena itu, orang yang tidak pernah merasa untuk berterima kasih kepada Tuhan dengan melakukan do’a syukur atau pun tasyakur, dapat segera dipastikan tidak memiliki kedekatan dengan Tuhan dalam arti psikososial maupun emosional. Sebab rasa syukur itu dari berbagai perspektif keagamaan merupakan wujud nyata dari keyakinan dan ketaqwaan seseorang kepada Tuhan.

Rasa syukur itu sendiri merupakan ekspresi dari wujud rendah hati, bahwa segala nikmat dan keberhasilan yang telah dirasakan bukan semata-mm atas usaha dan keberhasilan dari diri kita sendiri. Namun adanya keridhoan dan perkenaan dari Tuhan. Dalan konteks inilah kesadaran dan pemahaman serta kecerdasan spiritual setiap manusia itu sangat diperlukan.

Agar tidak jumawa dan pongah atas keberhasilan atau kesuksesan yang telah diraih itu sesungguhnya bukan semata-mata atas kemampuan dan kesuksesan yang dilakukan sendiri, tetapi adanya kekuatan serta dorongan atau dukungan dari luar kemampuan diri sendiri yang hidup dalam kendali Yang Maha Kuasa serta memiliki jagat raya ini. Sebab hubungan manusia dengan alam — sebagai ciptaan Tuhan — akan menjembatani hubungan manusia yang juga harmoni terhubung dengan Tuhan.

Inilah pemaknaan dari falsafah hidup “manunggaling kawulo lan Gusti” itu. Karena Tuhan itu sesungguhnya bersemayam di setiap ruh dan jiwa manusia yang hidup maupun yang telah mati. Dan dari penahanan ini pula, konsep pendengaran spiritual bangsa Timur dapat dimengerti orientasinya ke dalam diri, sedangkan spiritual bangsa Barat orientasi justru ke luar.

Meski begitu, boleh saja upaya untuk menjelajahi wilayah spiritual bisa juga dilakukan ke luar diri kita, sekedar untuk menambah luasnya cakrawala pandang serta pengalaman batin agar dapat lebih luas dan memperkaya dimensi spiritual yang lebih komprehensif — lengkap — dan utuh. Seperti ekspresi dari rasa syukur atas tasyakur — dalam dimensi spiritual adalah adalah wujud nyata dari keyakinan dan kepercayaan bahwa Tuhan itu adalah Maha Pemilik Kekuasaan dan Kejayaan di bumi ini.

Banten, 14 November 2025

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *