Kekerasan Terhadap Wartawan Harus Dihentikan

Foto ilustrasi istimewa

Catatan D. Supriyanto Jagad N *)

Aksi kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi. Nico Saragih (38), wartawan salah satu media online di Kota Medan, ditemukan tak bernyawa di kamar mandi kosnya di Jalan PWS, Kecamatan Medan Petisah, Sumatra Utara, Jumat (5/9/2025).

Informasi yang dihimpun menyebutkan, korban pertama kali ditemukan sekitar pukul 09.00 WIB dalam kondisi kritis. Dia sempat dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Advent Medan, namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.

Menurut sumber, korban diduga menjadi korban pembunuhan. Pasalnya, di tubuh korban terdapat sejumlah luka mencurigakan, terutama di bagian wajah dan kepala belakang.

Meski demikian, hal ini masih sebatas dugaan awal karena belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian.

Sebagai pekerja media, saya sangat sedih dan terpukul mendengar kabar ini. Semoga arwah almarhum mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan atas ujian ini.

Dalam berbagai kesempatan, saya berulang kali menyampaikan kepada teman-teman yang sedang melakukan tugas jurnalistik agar lebih berhati-hati.

Jurnalis atau wartawan, pada dasarnya, adalah setiap orang yang berurusan dengan warta atau berita. Kebutuhan terhadap informasi kini sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap harinya.

Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik telah menjadi kewajiban dunia internasional. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria, dalam resolusi yang telah disepakati seluruh anggota tanggal 27 September 2012 untuk pertama kali menegaskan, pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur fundamental kebebasan ekspresi.

Dalam resolusi itu, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan kepada negara-negara di dunia agar mengembangkan lingkungan yang aman bagi wartawan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan pekerjaan secara independen. Resolusi ini juga menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan dengan melakukan investigasi yang tidak memihak, cepat dan efektif.

Peran jurnalistik dan komunikasi di era milenium seperti sekarang ini semakin terasa. Seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers. Dalam masa kebebasan pers sekalipun, justru semakin banyak kasus kekerasan yang menimpa wartawan.

Jika ada pihak yang paling berperan dalam menyediakan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, itu adalah insan pers. Insan pers—wartawan, redaktur, dan seluruh pekerja di lembaga pers—setiap hari bekerja mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyiarkan berita kepada khalayak. Namun, dalam menjalankan tugas, insan pers ada kalanya tidak benar-benar leluasa. Dengan kata lain, kebebasan pers belum benar-benar hadir, termasuk di Indonesia.

Pers disebut-sebut sebagai pilar keempat demokrasi, dan pers yang bebas merupakan hak asasi manusia (HAM). Sayangnya, kebebasan pers di Indonesia masih menjadi persoalan hingga saat ini. Ancaman perusakan alat kerja, kekerasan fisik dan seksual, serangan digital, pemenjaraan, penyensoran, hingga pembunuhan masih mengintai jurnalis dan pekerja pers lainnya dalam menjalankan tugas.

Menjadi seorang wartawan memang merupakan profesi yang rentan terhadap bahaya. Namun demikian, lahirnya kebebasan pers ini diikuti pula oleh meningkatnya ancaman keamanan terhadap pekerja pers termasuk para wartawan.

Jenis kekerasan fisik yang dialami oleh jurnalis beragam, mulai dari penyeretan, pemukulan baik dengan tangan maupun dengan benda tajam atau tumpul, hingga pengeroyokan oleh oknum. Baik yang berupa ancaman/intimidasi, tekanan dari para pihak yang menjadi obyek berita maupun tindakan pemukulan, perampasan atau pengrusakan perlengkapan tugas jurnalistik (kamera, film, kantor) sampai pada pembunuhan terhadap insan pers.

Kekerasan terhadap wartawan tidak akan terjadi, jika masyarakat memilki budaya menghargai fungsi dari tugas jurnalis. Budaya yang tidak menghargai tugas wartawan merupakan sebuah ancaman terhadap jurnalis yang sedang menjalankan pekerjaannya.

Kekerasan terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan dan harus dihentikan. Wartawan memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi serta menjaga transparansi di masyarakat, sehingga mereka harus dilindungi.

Mencegah kekerasan terhadap wartawan

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap wartawan, dalam bentuk apapun,  tentu sangat mengganggu wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Cara-cara seperti itu merupakan pelanggaran terhadap hak wartawan untuk mencari dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Tindakan semacam itu sudah melanggar hak asasi wartawan dan hak publik untuk mendapat informasi.

Indonesia sebagai negara demokrasi menjamin kemerdekaan pers. Pasal 4 UU No 4 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Pers nasional tidak dikenai penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.

Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pasal tersebut dengan tegas memberi hak kepada pers untuk melaksanakan tugas jurnalistiknya.

Pemberian hak itu sekaligus sebagai jaminan kepada wartawan dalam melaksanakan tugasnya tanpa ada rasa takut. Karena itu, kasus-kasus kekerasan dan berbagai bentuk ancaman terhadap wartawan dalam melaksanakan tugasnya merupakan pelanggaran hukum.

Perlindungan hukum untuk wartawan juga dipertegas dalam Pasal 8 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal itu menegaskan dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Di dalam konteks hak asasi manusia (HAM), perlindungan terhadap wartawan menjadi bagian dari HAM yang berkaitan dengan tugas jurnalistik. Itu artinya perlindungan hukum terhadap wartawan hanya berlaku saat ia melaksanakan tugas jurnalistik.

Jadi, UU tentang Pers hanya menjamin wartawan terbebas dari berbagai kasus kekerasan selama yang bersangkutan melaksanakan tugas jurnalistik. Di luar tugas, wartawan dinilai sama dengan warga negara lainnya. Namun, bukan berarti wartawan saat tidak bertugas dapat diperlakukan semena-mena.

Sebagai warga negara, wartawan tetap mendapat perlindungan sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 dan UU tentang HAM. Dengan demikian, wartawan baik saat bertugas maupun tidak bertugas tetap mendapat perlindungan hukum.

Karena itu, semua bentuk kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran hukum yang pelakunya harus ditindak. Bahkan kekerasan terhadap wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik merupakan ancaman terhadap kemerdekaan pers

 

*) Pekerja media, penikmat kopi pahit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *