Tim Hukum Nasional SOKSI Gugat SK Menkumham, Singgung Dugaan Suap di Dirjen AHU

NUSANTARANEWS.co, Jakarta,- Polemik dualisme organisasi Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) kembali memanas. Kementerian Hukum RI cq Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) diduga menjadi pemicu kekisruhan setelah menerbitkan SK Menkumham Nomor AHU-0001556.AH.01.08 Tahun 2025, yang mengesahkan DEPINAS SOKSI sebagai badan hukum dengan nama SOKSI.

Padahal, SOKSI telah lebih dulu memiliki legalitas badan hukum yang sah melalui SK Menkumham RI No. AHU-0033252.AH.01.07.Tahun 2016, yang kemudian diperkuat kembali dengan SK Menkumham RI No. AHU-0000901.AH.01.08.Tahun 2018 dan SK Menkumham RI No. AHU.0000578.AH.08.Tahun 2023. Penerbitan SK baru tersebut dinilai melanggar prinsip kepastian hukum dan berpotensi menimbulkan kebingungan publik.

Tim Hukum Nasional SOKSI, yang di ketuai Eka Wandoro Dahlan, S.H., M.H., saat ini sedang menggugat penggunaan nama “SOKSI” oleh DEPINAS SOKSI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Perkara No. 439/PDT.G/2025/PN Jkt.Sel) menilai, penerbitan SK Menkum melalui Dirjen AHU itu diduga sarat dengan indikasi tindak pidana.

“Dugaan kuat ada suap menyuap atau gratifikasi dalam proses pengesahan di Dirjen AHU. Selain itu, kami menemukan indikasi dugaan adanya keterangan palsu dalam pembuatan akta notaris yang diajukan DEPINAS SOKSI,” ujar Eka dalam keterangannya, Jumat (05/09/2025).

Tim hukum menuding, Notaris yang membuat Akta No. 1/2025 bersama pengurus DEPINAS SOKSI telah memasukkan data yang bertentangan dengan fakta hukum dan tidak memverifikasi dokumen dengan benar dan berpihak yakni bahwa SOKSI sudah berstatus badan hukum sah sejak 2016.

Lebih jauh, mereka menilai tindakan Menkum cq Dirjen AHU masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang.

“Bagaimana mungkin pejabat negara mengeluarkan SK baru yang jelas-jelas bertentangan dengan SK yang sudah ada? Ini jelas bentuk detournement de pouvoir (penyalahgunaan kewenangan),” tegasnya.

Tidak tinggal diam, Tim Hukum Nasional SOKSI memastikan akan menempuh langkah hukum pidana. Laporan akan segera diajukan ke Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang, serta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi atau suap dalam proses penerbitan SK tersebut.

Tim hukum juga menyinggung posisi Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI yang sekaligus menjabat Ketua Umum DEPINAS SOKSI. Menurut mereka, jabatan publik tidak bisa dijadikan tameng untuk merampas legalitas organisasi yang sah.

“Jangan mentang-mentang sebagai pejabat publik lalu seenaknya mengangkangi hukum. Legalitas SOKSI sudah jelas ada pada kepengurusan yang dipimpin oleh Ir. Ali Wongso Sinaga (Ketua Umum) dan Dr. Ilyas Indra (Sekretaris Jenderal),” tegasnya.

Ketua Tim Hukum Nasional SOKSI, Eka Wandoro Dahlan, S.H., M.H., menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar soal organisasi, tetapi soal prinsip dasar negara.

“Indonesia ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Semua pejabat negara wajib tunduk pada hukum, bukan sebaliknya. Jika hukum dilanggar, kami akan lawan dengan instrumen hukum yang berlaku,” ujar Eka Wandoro Dahlan.

Dengan adanya dugaan tindak pidana berupa pemalsuan dokumen, keterangan palsu, penyalahgunaan wewenang, hingga indikasi gratifikasi, kisruh dualisme SOKSI kini tak hanya menjadi persoalan hukum administrasi, tetapi juga berpotensi menyeret sejumlah pejabat dan pihak terkait ke ranah pidana.

[valentino]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *