Prof. Dr. Muhammad Azhar, MA.
Dosen FAI-Pascasarjana UMY dan LARI (Lingkar Akademisi Reformis Indonesia)
Tahun 2023 segera berlalu, bangsa Indonesia pun akan memasuki era baru di tahun 2024 dan seterusnya. Segenap komponen bangsa pasti menginginkan kemajuan Indonesia yang lebih baik lagi di masa depan. Berikut beberapa “belanja ide” yang mungkin bermanfaat untuk melihat masa lalu, sekaligus apa saja hal terbaik yang harus dilakukan bagi kemajuan Indonsia di masa depan.
Pertama, ke depan perlu dipikirkan kembali tentang urgensi dihidupkan kembali GBHN. Menurut Prof. Yusril IM, GBHN itu sesuatu yang diperlukan bagi bangsa dan negara ini agar arah pembangunan dan perjalanan bangsa selama lima tahun ke depan, betul-betul merupakan kesepakatan seluruh warga bangsa yang diputuskan oleh MPR.
GBHN adalah panduan arah pembangunan yang harus dijalankan Presiden. GBHN ditetapkan oleh MPR, bukan pihak eksekutif pemerintahan. Namun bila GBHN dihidupkan, MPR harus kembali seperti dulu lagi, bukan MPR seperti yang sekarang. Menurut beliau, MPR yang dimaksud tentulah bukan MPR seperti sekarang sebagaimana dihasilkan oleh amendemen UUD 1945.
MPR-nya haruslah merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan daerah-daerah dan golongan-golongan.
Konsekuensi dihidupkannya kembali GBHN adalah MPR perlu kembali menjadi versi terdahulu, yakni lembaga tertinggi sebagai tempat presiden mempertanggungjawabkan hasil kerjanya.
Kalau sudah demikian keadaannya, maka kembali harus bertanggungjawab kepada MPR, bukan seperti sekarang, Presiden tidak jelas bertanggungjawab kepada siapa.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190817195834-4-92768/dampak-gbhn-dihidupkan-presiden-bertanggung-jawab-ke-mpr
Kedua, selain soal GBHN, penting pula adanya revisi UU MK setelah pemilu nanti. Gonjang ganjing putusan MK soal usia capres-cawapres dll beberapa bulan yang lalu, menunjukkan pentingnya revisi UU MK. Menurut Prof Jimly perlu juga dipikirkan tentang pembentukan KEN (Komisi Etika Nasional) yang membawahi berbagai komisi etik yang ada di berbagai profesi.
Ketiga, walaupun mengalami tren penurunan, isu radikalisme dan terorisme tetap penting untuk terus dicermati sekaligus terus melanjutkan program moderasi keagamaan. Sepanjang tahun 2023, masih ada 146 tersangka teroris yang ditangkap. Namun indeks serangan terorisme mengalami penurunan 56%.
Ini merupakan hal yang positif tentunya. Program moderasi keagamaan yang digagas oleh Kemenag bersinergi dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulan Terorisme) dan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) harus tetap dilanjutkan dan diperluas ke berbagai segmen social, terutama di segmen, yang menurut hasil riset, masih cukup potensial tumbuhnya benih radikalisme.
Menurut riset Setara Institute, 83,3 persen siswa SMA berpandangan Pancasila bisa diganti. Ini merupakan darurat ideologi secara nasional
https://kinerjaekselen.co/lainnya/opini/memprihatinkan-survei-setara-833-persen-siswa-sma-anggap-pancasila-bisa-diganti/.
Dalam riset yang lain, PPIM UIN Jakarta, beberapa rohis di SMA cenderung mengajarkan benih radikalisme keagamaan. BPIP dan Kemenag perlu masuk di sini. Pasca pembubaran FPI, HTI dan NII, suhu politik Indonesia relatif aman.
Presiden Jokowi tentu berjasa besar karena semakin sukses memoderasi Islam Indonesia yang tentu menjadi contoh bagi dunia internasional, terutama di kalangan dunia Islam. Radikalisme bisa tumbuh karena adanya gap ekonomi, kurangnya keteladaanaan elit dalam berdemokrasi, pengaruh medsos yang massif terutama di kalangan anak muda, virus radikalisme yang ditanamkan oleh sebagian pendidik, juga pemahaman kagamaan yang terlalu sempit dan tekstual, dan lain-lain.
Keempat, pemahaman agama dan budaya yang deterministik, serba transendental-ilahiah, namun minus dengan pengayaan visi antroposentrik dan kosmologik, cenderung beku serta menghambat akselerasi terutama dalam menghadapi derasnya dinamika social dan sains yang ada.
Kedepan, perlu dikembangkan pola pemahaman keagamaan dan kebudayaan yang lebih kontekstual agar lebih adaptatif dan akomodatif dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat dan massif.
Nilai-nilai dasar budaya dan agama memang harus tetap dipertahankaan sepanjang masa, namun daya kelenturan adaptatif dan akomodatifnya dengan perkembangan sosial dan sains harus terus dikembangkan melalui mekanisme ijtihad kebudayaan dan keagamaan yang genuine.
Pengalaman bangsa Indonesia saat menghadapi pandemi Covid 19 yang lalu menjadi hikmah tersendiri yang “memaksa” bangsa Indonesia untuk lebih adaptatif dalam berbagai aspek kehidupan di semua segmen social. Di masa yang akan datang, tantangan climate change serta fenomena konflik politik dan ekonomi global, tentu membutuhkan pula daya adaptasi yang baru.
Kelima, pemerintahan mendatang perlu melakukan evaluasi terhadap perjalanan reformasi secara menyeluruh serta dampaknya terhadap otonomi daerah (OTDA). Demikian pula terkait dengan fenomena KKB di Papua yang belum juga teratasi hingga saat ini. Pemerintah yang akan datang perlu terus memperjuangkan disepakatinya RUU perampaan aset koruptor menjadi UU.
Demikian pula penyitaan aset koruptor seperti kasus Lukas Enembe, dll.
Keenam, dari aspek seleksi dan keterpilihan partai, segenp waarga bangsa perlu didorong untuk lebih memilih parpol yang baru. Ketersediaan tiga pasangan capres-cawapres yang ada merupakan hasil seleksi social yang tersedia bagi rakyat untuk dipilih secara demokratis. Tiga pasangan yang ada memberi kesempatan terhadap umat dan warga bangsa untuk memilih sesuai dengan nurani masing-masing. Mayoritas ulama di Muhammadiyah, NU, MUI, serta kelompok keagamaan non-Muslim ummnya tetap bersikap netral dan memberi kesempatan pada umat dan segenap warga bangsa untuk memilih secara demokratis.
Semua gagasan yang disiapkan oleh para panelis KPU plus rumusan gagasan oleh tim capres-cawapres merupakan gambaran dari angan-angan social bangsa Inonesia lima tahun yang akan datang. Pemilu, terutama pilpres, harus steril seminimal mungkin dari pengaruh: informasi hoax, golput, money politics, politik identitas, dan sejenisnya. Rumah-rumah ibadah harus bersih dari kampanye low politics (politik dukung-mendukung figur dan partai tertentu). Sesuai dengan UU, tempat ibadah hanya dibolehkan membicarakan tentang nilai keluhuran politik (high politics).
Ketujuh, dalam perspektif ekonomi, perimbangan APBN-APBD yang sudah disusun di era terakhir Jokowi-Ma’ruf tentu akan terus berjalan. Jika pemerintahan Jokowi-Maruf telah banyak menyediakan anggaran pembangunan infrastruktur besar, maka pemerintah baru nantinya harus lebih fokus pada pemanfaatan APBN-APBD (terutama dana desa) untuk pembangunan SDM seperti: gizi dan Kesehatan keluarga, audit konsumsi makanan dan minuman yang layak, beasiswa pendidikan, dll. Gagasan tentang dana abadi pesantren, penghapusan atau keringanan pajak bagi lembaga pendidikan, meneruskan pajak 35% bagi orang kaya harus lebih diintensifkan lagi di masa depan.
Hilirisasi tentu harus dilanjutkan dan diperluas lagi ke bidang-bidang SDA unggulan, kompetitif dan bernilai tinggi, yang ketersediaan bahan bakunya berdimensi jangka panjang. Partai baru dan wakil rakyat yang terpilih harus mengkritisi APBD yang selama ini umumnya 70 persen hanya full untuk sektor jasa dan barang, yang ditengarai hasil kolusi antara pemda, partai dan pengusaha. Yang tersisa untuk kesejahteraan hanya 30% dari budget APBD yang ada.
Wirausahawan muda secara massif mendesak untuk diprogramkan, mengingat 60 persen rakyat adalah anak-anak muda. Program satu keluarga satu entrepreneur, santriprenenur, bisa lebih akseleratif lagi untuk mengurangi pengangguran kaum muda (SMP sd PT), sekaligus menyiapkan fondasi SDM yang siap menyambut terwujudnya program Indonesia Emas hingga 2045 (indonesia 2045.go.id). Selain itu perlu internasionalisasi ekonomi kreatif yang kini sudah dalam posisi ketiga di dunia.
Utang Indonesia sudah tembus 8000-an triliun, namun dinilai masih terkendali atau sekitar 40% dari PDB, belum mencapai 60% batas maksimum ketetapan UU. Kedepan, utang yang ada secara bertahap harus dikurangi sejalan dengan penerimaan pajak yang bertambah dari dampak program hilirisasi, maupun pengetatan kedisiplinan para pembayar pajak terutama para pengusaha kaya.
Gagasan tentang akan dibentuknya Badan Penerimaan Negara yang langsung dibawah Presiden, merupakan gagasan yang positif, namun harus dikawal dengan sistem audit yang ketat, terutama dari PPATK, Kejagung dan BPK.
Adapun program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sejauh ini telah mencapai 15 kawasan dengan nilai investasi sekitar 95,3 triliun (2021), yang kini mungkin sudah semakin bertambah. Pembangunan IKN wajib diteruskan sebagai solusi Jakarta yang semkain crowded, banjir, macet dan polutif, bahkan akan mengalami bencana tenggelam di tahun 2050 (terutama wilayah Jakarta utara).
Gagasan 40 kota baru tentu bagus, tinggal diwujudkan secara bertahap bersamaan dengan IKN. Pemerintahan yang akan datang perlu menambah kementerian baru atau gabungan dari Kemendes yakni kementerian perkotaan dan desa yang fokus pada masalah pelestarian air bersih, sanitasi, public service, infrastrukur Pendidikan, kesehatan (satu kecamatan satu rumah sakit terutama di wilayah yang lebih luas) yang lebih layak serta mengatasi problem sampah (Surabaya dan Solo bisa jadi kota percontohan). Demikian pula yang tak kalah pentingnya, gagasan tentang pembanguna 10 juta rumah tentu sangat baik, terutama untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi kaum muda.
Ketahanan dan kedaulatan pangan seperti food estate dan sejenisnya wajib dievaluasi dan dikembangkan lagi secara lebih intens di masa yang akan datang.
Kedelapan, program PIS-PK atau yang lebih dikenal dengan Program Keluarga Sehat adalah salah satu program puskesmas yang menggunakan pendekatan keluarga untuk meningkatkan jangkauan sasaran. Program ini ada 12 indikator:
1) Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan; 2) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap; 3) Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif; 4) Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan; 5) Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar; 6) Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur; 7) Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan; 8) Anggota keluarga tidak ada yang merokok; 9) Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); 10) Keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan 11) Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat; 12) Mengikuti program KB.
Program ini bisa diberi substansi nilai-nilai Keluarga Sakinah yang sangat mendesak untuk diwujudkan di seluruh penjuru tanah air demi terciptanya keluarga Indonesia yang sejahtera dan damai, lahir batin. Program ini mengatasi fenomen stunting, bunuh diri, kekerasan dalam keluarga. Juga semakin menekan budaya merokok dalam keluarga yang banyak menghabiskan anggaran BPJS serta semakin membuat rakyat miskin menjadi lebih miskin.
Akhirnya, selain banyak masalah yang dihadapi bangsa Indonesia, tidak sedikit pula raihan prestasi yang dicapai seperti: telah terbangunnya ribuan infrastruktur: jalan tol, modernisasi transportasi terutama yang berbasis energi terbarukan, bendungan, kereta cepat, MRT, LRT, tol laut yang menghubungkan antarpelabuhan di Indonesia, prestasi olahraga, lomba keagamaan di forum internasional, rupiah nomor 3 terbaik dunia, kereta Woosh tembus satu juta penumpang, juga kereta cepat bikinan anak negeri, kapal buatan PT PAL, ekonomi kreatif nomor 3 dunia, batik, bahasa Indonesia semakin diakui dunia.
Secara politik, pilpres 2024 lebih terasa adem kecuali di TV dan medsos. Jika pilpres bisa satu putaran akan lebih efisien. Adapun hasil survei merupakan gambaran aspirasi mayoritas rakyat.
Siapa pun yang menjadi pemenang pilpres, dua pasangan capres-cawapres yang kalah sebaiknya diajak masuk kabinet, dan semua gagasan digabung menjadi satu, serta dieksekusi sesuai skala prioritas dan ketersediaan APBN yang ada.
Kesuksesan pemilu dan pilpres merupakan kemenangan demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia. Pilihan politik boleh berbeda, namun kita semua tetaplah bersaudara, yakni saudara sebangsa dan setanah air. Wallahu a’lam bisshawab.