OPINI  

Tegakkan Hukum Meski Langit Runtuh

Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn

Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn *)

Fiat justitia ruat caelum, Keadilan Harus Ditegakkan meski langit runtuh (Lucius Calpurnius Piso Caesoninus: 43 SM). Fiat justitia et pereat mundus, benar-benar menegasikan pengecualian kondisi penegakan hukum.

Kalimat ini lama menjadi bagian dari jargon penegakan hukum di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Kalimat yang diutarakan Lucius Calpurnius Piso ini, sudah tidak digunakan atau relevan dengan penegakan hukum saat ini. Persoalan yang bersinggungan dengan hukum, penyelesaiannya membuat masyarakat menepuk jidat, memprihatinkan.

Jargon  tersebut, harusnya bisa dimaknai oleh pengambil kebijakan bidang hukum, dan diimplementasikan dengan baik dan benar untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, yang terjadi saat ini, justru sebaliknya.

Hukum sudah menjadi alat kekuasaan, untuk memuluskan tujuan-tujuan tertentu untuk kepentingan kekuasaan.

Contoh kasus yang membelalakkan mata publik adalah putusan Nomor 90/PUUXXI/2023 putusan yang melanggar etik dan moralitas hukum, seharusnya seluruh elemen hukum negara paham dengan hal tersebut. Tetapi tetap juga dilaksanakan, seharusnya juga KPU menolak karena penambahan norma baru itu tugas DPR sebagai open legal policy. Putusan Nomor 90 juga bukan kewenangan MK, jadi jika ada ahli yang tetap berpendapat putusan Nomor 90 tetap harus dilaksanakan karena putusan MK final dan mengikat tanpa melihat dan mengkaji prosesnya sekalipun tidak sesuai aturan dan cacat etika dan moral itu adalah suatu kebenaran artinya hukum konstitusi kita ini memang sudah runtuh.

Keputusan tersebut menjadi cerminan bahwa hukum sudah menjadi alat kekuasaan dan dipergunakan untuk kepentigan-kepentingan kekuasaan. Hukum konstitusi telah runtuh semua harus ikut dengan satu kehendak yang salah.

Kasus lain yang masih menjadi perbincangan publik hingga hari ini, pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang pernah diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto dan kawan-kawan menggegerkan publik.

Agus membeberkan, saat itu dirinya dipanggil Presiden Jokowi, yang ia sendidi belum mengetahui maksud dari pemanggilan tersebut.

Menurut pengakuan Agus, ketika mendengar suara lantang Presiden Jokowi untuk hentikan, Agus kemudian duduk dan baru menyadari arti teriakan hentikan Jokowi kepadanya, adalah kasusnya  Setnov (Setya Novanto), Ketua DPR waktu itu yang punya kasus E-KTP supaya tidak diteruskan.

Kedua contoh di atas, adalah bentuk kejahatan hukum yang tidak bisa didiamkan begitu saja, dan harus dituntaskan dengan terang benderang agar masyarakat mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.

Penegak hukum memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas penegakan hukum di sebuah negara. Di Indonesia, kinerja para penegak hukum sering kali dianggap kurang memuaskan.

Ketidakpuasan masyarakat ini menjadi pertanda lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hukum yang dianggap sebagai cara untuk mencari keadilan bagi masyarakat malah memberikan rasa ketidakadilan. Salah satu penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah kualitas para penegak hukum. Masih rendahnya moralitas mengakibatkan profesionalisme kurang dan terjadi ketidakmauan pada penegak hukum.

Sebagai anak bangsa yang hidup di bumi Indonesia, harusnya turut menjaga norma-norma hidup berbangsa dan bernegara yang telah disepakati, termasuk di dalamnya adalah penegakan hukum.

Salah satu peribahasa yang populer di kalangan masyarakat adalah ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’. Peribahasa tersebut mengandung arti bahwa seseorang sudah sepatutnya mengikuti atau menghormati adat istiadat maupun aturan-aturan yang berlaku di mana ia tinggal.

Jika penegak hukum sudah mengingkari aturan-aturan hukum yang sudah menjadi ketetapan, tinggal tunggu saja, bisa jadi alam yang akan menegurnya.

*) Praktisi Hukum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *