NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang pernah diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto dan kawan-kawan menggegerkan publik.
Pengakuan tersebut disampaikan Agus Rahardjo dalam bincang di sebuah program KompasTV, yang dipandu presenter Rossianna Silalahi. Agus melontarkan pernyataan yang membuat gerah istana.
“Waktu jaman saya mau dijadikan alat kekuasaan, waktu itu masih independent tidak di bawah presiden kita masih bisa menyangkal atau tidak mengikuti yang diinginkan oleh presiden,” Demikian disampaikan Agus Rahardjo.
Agus kemudian menjelaskan bahwa kali ini dirinya mau mengungkapkan dihadapan media yang ditonton banyak orang.
“Mohon maaf ini perlu saya ungkapkan biar jelas. Saya pikir baru kali ini saya ungkapkan di media yang ditonton orang banyak. Bicara kepada teman banyak tapi kepada media seperti ini belum,” ungkap Agus.
Agus kembali membeberkan, saat itu dirinya dipanggil Presiden Jokowi, yang ia sendidi belum mengetahui maksud dari pemanggilan tersebut.
“Saya terus terang waktu kasus E-KTP saya dipanggil oleh presiden sendirian, saat itu presiden ditemani oleh pak Pratikno. Biasanya dipanggil itu berlima ini kok sendirian dan dipanggilnya bukan lewat ruang wartawan tapi lewat ruang masjid kecil itu. Begitu saya disana presiden sudah marah menginginkan “teriak hentikan!” (menirukan ucapan Jokowi) Kan saya heran hentikan apanya?” kata Agus heran.
Ketika mendengar suara lantang Jokowi untuk hentikan, Agus kemudian duduk dan baru menyadari arti teriakan hentikan Jokowi kepadanya.
“Setelah saya duduk ternyata baru saya tahu kasus yang dihentikan adalah kasusnya pak Setnov (Setya Novanto), Ketua DPR waktu itu yang punya kasus E-KTP supaya tidak diteruskan,” ujar Agus Rahardjo.
Namun saat itu Agus mengaku tidak mengindahkan perintah Jokowi. Sebab menurutnya, KPK tidak punya wewenang untuk menghentikan kasus yang sudah berjalan.
“Sprindik itu kan sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu. Karena KPK tidak bisa SP3 jadi tidak mungkin saya berhentikan. Karena tugas di KPK seperti itu makanya saya tidak perhatikan jadi saya jalan terus,” jelas Agus.
Menanggapi pengakuan Agus, Praktisi Hukum Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn mengatakan, ersoalan ini adalah persoalan sangat serius yang harus diusut tuntas, tidak bisa didiamkan begitu saja, sehingga pada akhirnya menguap tanpa ada penyelesaian.

Jika pengakuan Agus tersebut benar, kata Suriyanto, Jokowi bisa dipidana dengan alasan menghalangi pemberantasan korupsi.
“ Persoalan ini buka persoalan main-main, karena ada perintah Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kasus skandal korupsi yang saat itu tengah ditangani KPK. Jika pengakuan Agus tersebut benar, ini adalah bentuk kejahatan luar biasa dalam penegakan hukum dan secara nyata melanggar ketentuan pidana,” kata Suriyanto, Senin [4/12/2023]
Suriyanto kembali menegaskan, Jokowi bisa saja dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan secara sadar dan sengaja merintangi atau menghalang-halangi penegakan hukum dalam kasus mega korupsi e – KTP.
“ Memanggil Ketua KPK seorang diri dan meminta menghentikan kasus korupsi, ini bukti Presiden Jokowi tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi, malah ada kesan melindungi koruptor,” ujarnya.
[jgd/red]