NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Penanganan aksi massa oleh aparat kepolisian di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, seharusnya mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif terhadap warga.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia [DPR RI] Puan Maharani, dikutip dari Antara, Sabtu 9 September 2023.
Puan menilai, pendekatan humanis dan persuasif dalam pembebasan lahan di Rempang, Batan, perlu dilakuka untuk menghindari bentrok dan perlawanan warga yang berpotensi menimbulkan korban.
Puan menyebut, adanya penolakan dalam pembangunan merupakan suatu hal yang biasa terjadi, sehingga penolakan-penolakan tersebut sepatutnya disikapi dengan cara-cara kemanusiaan dan bersifat persuasif.
“ Apalagi, jika pembangunan ini demi peningkatan perekonomian rakyat, maka jangan sampai merugikan rakyat,” kata Puan Maharani.
Menurut dia, terjadi kericuhan pun seharusnya aparat menggunakan pendekatan lain, dan belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa penggunaan gas air mata bisa berdampak fatal.
“ Apalagi gas air mata digunakan di tengah lingkungan yang banyak warga dan siswa sekolah. Pastinya membuat warga dan anak-anak ketakutan. Suasana menjadi sangat mencekam karena ada letupan tembakan di tengah bentrok,” ujarnya.
Puan mengatakan, apabila aparat menemui adanya tindakan pidana yang dilakukan silahkan diproses secara hukum.
“ Tapi bukan berarti langkah represif aparat dibenarkan. Apalagi pengguaan gas air mata memiliki efek yang membahayakan bagi kesehatan, khususnya terhadap anak-anak,” ucap dia.
Puan pun mengingatkan pentingnya kajian sosial sosial budaya, sebab erat kaitannya dengan keberadaan masyarakat adat Pulau Rempang yang berusaha mempertahankan ruang hidup mereka di lokasi hingga hari ini.
“ Berikan masyarakat edukasi dan informasi tentang keuntungan adanya proyek strategis nasional. Ini akan membantu mereka dalam membuat keputusan yang tepat dan merasa lebih termotivasi untuk mendukung proses pembangunan di wilayah mereka,” papar Puan.
Untuk itu, Puan meminta pemerintah mencari jalan tengah terkait permasalahan tersebut, termasuk bagaimana menyikapi respon warga yang menolak direlokasi.
“ Daerah Rempang memiliki kekayaan budaya yang unik. Pemerintah harus menghargai dan melindungi warisan budaya ini dalam proses pembebasan lahan. Ini harus dilakukan dengan hormat dan penuh kehati-hatian,” ujarnya.
Pemerintah dan pihak terkait lainnya, pinta Puan, untuk mengedepankan dialog dan konsultasi yang inklusif dengan masyarakat yang terdampak.
“ Ini harus melibatkan rasa karena warga sudah lama tinggal di sana. Dengarkan kegelisahan dan kekhawatiran mereka. Serta apa kebutuhan warga sebagai upaya mencari jalan keluar dari kebuntuan. Saat masyarakat merasa didengar, biasanya mereka akan merasa lebih terbuka,” ucap dia.
Terakhir, Puan berharap persoalan bentrok atas pembangunan Rempang Eco City pada akhirnya bisa menemukan jalan terbaik untuk semua pihak.
“ Kami di DPR akan berkomitmen mencari solusi atas permasalahan ini. Mari kita cari jalan keluar terbaik, yang tidak merugikan masyarakat. Kita upayakan secara persuasi,” kata Puan mengakhiri.
Sumber: Antara
[nug/red]