NUSANTARA-NEWS.co, Fakfak (Papua Barat) – Menanggapi pernyataan sikap beberapa pengurus pusat pemuda katolik atas penyelengaraan Musyawarah Komisariat Daerah (MUSKOMDA) ke III Pemuda Katolik Provinsi Papua Barat Tahun 2022 di kabupaten Fakfak yang disampaikan melalui beberapa Media online, Ketua Komisariat Cabang Fakfak Bartholomeus Nauri memberikan tanggapan atas sekian poin yang tertuang dalam pemberitaan dimaksud, bahwa terpilihnya Sdri. Yustina Ogoney sebagai ketua pemuda katolik Komda Papua Barat adalah berdasarkan kedaulatan organisasi yang di atur dalam AD/ART Pemuda Katolik.
Bahwa kehadiran serta sikap pengurus pusat justru memperkeruh dan malah mengagalkan pleno Muskomda Papua Barat Tahun 2022.
Ketua komcab Fakfak berpendapat bahwa Pengurus Pusat yang hadir saat Muskomda III Pemuda Katolik Papua Barat pada Tanggal 18 Februari 2022, juga tidak dapat menunjukan kepada panitia Surat perintah tugas sebagai utusan pengurus pusat, SK Kepengurusan dan/atau sertifikat mapenta yang menandakan mereka adalah benar-benar berstatus sebagai Anggota Biasa (aktif).
“Berarti mereka termasuk peserta yang tidak jelas juga dong..ini sama juga kalau kita suru tukang ojek ngaku pengurus pusat jadi pimpinan sidang,” ujarnya.
Secara kepanitiaan OC dan SC Muskomda III Papua Barat tidak hanya dilakukan di hotel Grand Papua. Bahwa untuk menuju pada puncak pelaksanaan Muskomda, Panitia OC telah menyelenggarakan rangkaian kegiatan (pramuskomda) dan juga Pembukaan (opening ceremoni) pada Tanggal 18 Februari 2022 (siang) yang dihadiri oleh tamu undangan, para pejabat daerah setempat, Bupati dan juga Staf Ahli Gubernur Provinsi Papua Barat yang hadir menyampaikan sambutan Gubernur Papua Barat.
Bartholomeus mengatakan bahwa Muskomda tidak sesuai mekanisme organisasi yang disampaikan oknum pengurus pusat ini disebabkan karena kehadiran pengurus pusat dianulir tidak lagi berintegritas.
” Kehadiran pengurus pusat seharusnya menjadi penengah jika terjadi dualisme pendapat, dualisme kepentingan, dll yang terjadi pada peserta sidang Muskomda. Pasalnya pengurus pusat yang saat itu bertindak sebagai pimpinan sidang mengambil keputusan sepihak untuk meninggalkan sidang sebelum membuka sidang secara resmi. Bahwa proses dinamika dan tensi argumentasi pada peserta sama sekali tidak memberikan ancaman secara langsung (fisik dan non fisik) kepada pimpinan sidang dan masih dalam batas wajar,” tuturnya.
Sebut Bartholomeus pimpinan sidang tidak bersikap sebagai penengah untuk kembali ke ruang sidang dan mencermati persoalan, sehingga dianggap mendukung salah satu kepentingan peserta. Pimpinan sidang juga telah dimintai secara baik dan terhormat untuk diskusi terbuka dimasa datelock namun sama sekali tidak merespon, bahkan sampai ditemui peserta di kamar yang bersangkutanpun oknum pimpinan sidang ini berkeberatan.
“Saya curiga pengurus pusat suda tidak netral. Pasalnya seluruh pembiayaan keberadaan pengurus pusat difasilitasi oleh Sdri. Ketua Komda Papua Barat (calon demisioner) yang juga akan mencalonkan diri sebagai ketua Komda periode berikutnya,” terangnya/
Di bagian yang lain kecurigaan ketua komcab fakfak atas tersampaikannya sambutan Gubernur yang mana mengarahkan secara terbuka untuk memperthankan posisi ketua Komda periode berikutnya kepada sdri. Yosepha Faan (calon ketua demisioner).
Setelah mendapat konfirmasi dari staf humas dan protokoler Provinsi Papua Barat ternyata redaksi sambutan tersebut tidak dibuat oleh staf ahli Gubernur melainkan dibuat oleh panitia .
“Sambutan gubernur ini patut dicurigai bahwa dibuat tanpa sepengetahuan Gubernur, masa staf ahli gubernur tidak menguasai sambutan yang dibuatnya sendiri sampai beliau kaget waktu ada kalimat yang sifatnya dukungan langsung dan terbuka, ada apa ini?, setahu saya Panitia OC dalam komunikasi dengan Humas Protokoler Kabupaten tidak membahas soal penyiapan sambutan Gubernur, ini kemungkinan Panitia SC yang adalah pengurus Komda dan Pengurus Pusat yang menulis sambutan gubenur” ujarnya.
Hal ini, menurut dia, semakin memperkuat dugaan bahwa kehadiran pengurus pusat untuk mengamankan kepentingan salah satu peserta yang akan mencalonkan diri sebagai ketua komda Papua Barat.
Menurut ketua komcab Fakfak, pernyataan yang disampaikan oleh pengurus pusat dalam beberapa poin pada media sangat tidak berdasar.
“ini bukan soal Yosepha atapun Yustina, bahwa dinamika peserta pada saat Roll Call adalah soal pembuktian legalitas dokumen kepengurusan beberapa Komcab dan pengurus Komda yang ingin dibuktikan karena selama ini dianggap diputuskan sepihak oleh pengurus Komda,” tuturnya.
Menurutnya, terkait legalitas kepesertaan Muskomda, Panitia OC sejak awal telah menyediakan link pendaftaran namun oleh pengurus pusat dan pengurus komda tidak ada yang mengisi form tersebut. Form tersebut dimaksud untuk meminimalisir potensi terdatanya kepengurusan dan kepesertaan ganda.
Link ini juga mewajibkan pengurus pusat dan komda untuk mengisi form tersebut namun sama sekali tidak diindahkan.
“Sepertinya pengurus pusat dong takut klo pamer data diri sebagai peserta Muskomda” ungkapnya.
Bahwa pengurus pusat yang bersangkutan harus membuktikan peryataannya bahwa peserta “tidak jelas” yang ditemui dikamar hotel “semua dipengaruhi alkolhol”, karena sebagai ketua komcab definitif beliaupun hadir dan berdiri tepat didepan pengurus pusat yang bersangkutan dalam kondisi normal dan tidak dipengaruhi oleh alkohol.
”Mungkin waktu itu si dianya lagi reaktif jadi indra penciumannya terganggu gitu” tambah ketua komcab
Ada lagi oleh panitia OC kepada ketua komcab fakfak disampaikan bahwa pengurus pusat yang bersangkutan telah berutang dana kepada panitia, yang menurut pengurus pusat tersebut via WA akan diganti setibanya di Fakfak, namun sampai dengan kepulangannya belum diganti dan sama sekali tidak ada etika baik untuk mengkomunikasikan hal ini kepada panitia.
“Ulah oknum pengurus pusat seperti ini akan mencederai wajah pengurus pusat pada umumnya, bikin malu ketua umum ni orang kaya gini” ujar ketua komcab fakfak.
Menurutnya bahwa puncak dari dinamika saat itu (kacau) terjadi dikernakan peserta yang menjabat sebagai ketua komda tidak profesional dalam berargumen, sehingga tidak mampu mengontrol emosinya dan memicu kemarahan dari peserta lain.
Menurut ketua komcab fakfak yang kerap disapa “cia made” ini, bahwa masih banyak kelalaian pengurus pusat dan juga pengurus komda Papua Barat terhadap perkembangan kaderisasi organisasi.
Usulnya bahwa segala persoalan yang nantinya terjadi saat penyelenggaraan Muskomda baik itu syarat kepesertaan,syarat pencalonan dan syarat calon seharusnya diselesaiakan dan/atau ditetapkan saat Rapimda, sehingga pada saat Muskomda kita tidak harus menjumpai persoalan seperti saat Muskomda beberapa saat yang lalu.
Tambahnya lagi bahwa setiap ketetapan dan aturan-aturan organisasi yang dibuat oleh pusat segera disosialisasikan kepada Komda dan Komcab agar tidak tekesan tiba saat tiba akal, ditambahkan lagi bahwa tingkat pemahaman dan pengetahuan setiap orang berbeda dan kisruh muskomda Papua Barat kemarin disebabkan oleh pimpinan sidang yang adalah pengurus pusat dan Komda tidak terbuka dalam menanggapi permintaan peserta yang sifatnya masih sangat wajar.
“Intelektualmu bukan intelektualku, ini Papua bro ko tra terbuka ko dapat tutup” pungkasnya.
( e orun )