Polemik pemberlakuan JHT 56 tahun, ini penjelasan staf khusus Menaker

Foto ilustrasi Gedung Kemnaker

 

NUSANTARA-NEWS.co, Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengubah aturan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan pada saat peserta BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek yang berhenti bekerja maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah berusia 56 tahun.

Keputusan tersebut menimbulkan polemik di kalangan pekerja.

Bahkan, sejumlah pihak menilai, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) terkesan seperti kepanikan pemerintah tak punya uang. Sekonyong-konyong Permenaker ini ditetapkan pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada tanggal 4 Februari 2022.

Aturan ini sekaligus mencabut Permenaker Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua. Permenaker yang dikeluarkan oleh Menaker Ida Fauziyah ini mematok kaum buruh yang belum berusia 56 tahun tidak bisa cair, karena harus menungggu sampai usia pensiun.

Dalam peraturan yang lama (Permenaker Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua), JHT bisa diklaim hanya dalam waktu satu bulan setelah pekerja mengundurkan diri dari tempatnya terakhir bekerja.

Permenaker No. 19 Tahun 2015 menyebutkan, “Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan.”

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari angkat bicara terkait hal tersebut. Dia menyebut saat ini BPJS mempunyai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. Sehingga, kata dia, pemberian manfaat JHT bisa digeser ke JKP.

“Keluhan teman-teman soal kenapa JHT gak bisa langsung diambil setelah PHK bisa dipahami. Namun faktanya sekarang kita punya program baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. Dulu JKP gak ada, maka wajar jika dulu teman-teman terPHK berharap sekali pada pencairan JHT,” tulis Dita pada akun Twitter pribadinya, Sabtu (12/2/2022).

Dia menerangkan, melalui program JKT ini peserta akan mendapatkan bantuan berupa uang tunai, pelatihan gratis hingga akses ke lowongan kerja lainnya.

“Karena sudah ada JKP dan pesangon, maka JHT digeser agar manfaat BPJS bisa tersebar. Karena ada kata ‘hari tua’. Ya sudah dikembalikan sebagai bantalan haru tua sesuai UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) 40/2004. Memang aslinya untuk itu,” tuturnya.

Diakui, keputusan mengubah JHT ini tidak akan dilakukan jika tidak ada program JKP tersebut. Karena ia sadar bahwa JHT sangat dibutuhkan bagi pekerja yang terkena PHK. Namun saat ini sudah ada program JKP, sehingga peruntukan JHT dikembalikan untuk hari tua.

Dita menegaskan bahwa keputusan mengubah aturan JHT ini diambil setelah mempertimbangkan masukan-masukan dari pekerja melalui forum tripartit nasional.

“Sudah konsultasi dengan pekerja? Sudah. Di forum Tripartit Nasional. Ini adalah soal kehadiran negara pada saat kekinian dan keakanan (masa depan). Masa tua juga penting, saat tenaga kita sudah tidak kuat dan sehat seperti sekarang,” pungkasnya.

( nug/red )

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *