NUSANTARA-NEWS.co, Jakarta -Dewan Pimpinan Pusat Corruption Investigastion Commiittee (CIC) mendung langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Kortas Tipikor dalam upaya pemberantasan korupsi.
CIC menilai dalam mengubah Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menjadi Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) sangatlah tepat langkah Kpolri, dimana jabatan Kortas nanti akan diisi oleh perwira tinggi (Pati) Polri berpangkat jenderal bintang dua atau Inspektur Jenderal (Irjen) dan di bawah Kapolri langsung, ini merupakan wujud pemberantasan korupsi kedepan.
Kortas Tipikor nantinya memiliki empat orang Direktur yang akan mengisi jabatan di Kortas Polri tersebut, yakni Direktur Pencegahan hingga Direktur Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Polri.
Dari survei persepsi masyarakat terhadap kinerja Polri dalam mengungkap Korupsi dengan divisi baru Kortas Tipikor belum terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada Polri bukan hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan masyarakat,terkait tindak pidana korupsi.
Teknologi Informasi Dan Perbaikan Pelayanan Publik
CIC menyambut baik langkah Kapolri membentuk Kortas Tipikor tujuan untuk upaya pemberantasan korupsi disatu padukan dengan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik disamping untuk berbagai tujuan lain.
”Pada pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk mendorong efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kehadiran Kortas Tipikor yang langsung dibawah komando Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sangat diharapkan oleh seluruh elemen masyarakat, apa lagi kemajuan teknologi informasi juga dapat menghemat APBN dalam kegiatan pengadaan barang/jasa untuk kepentingan pemerintah,diharapkan e-procurement yang menyediakan fasilitas pengadaan melalui jaringan elektronik akan meningkatkan transparansi proses pengadaan sehingga bisa menekan kebocoran informasi yang mungkin terjadi,” tegas R.Bambang.SS Kamis (16/12/2021) kepada wartawan di Jakarta.
Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.
Kapolri Mewujudkan Upaya Pemberantasan Korupsi melalui Kortas Tipikor
CIC berharap, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani para Pimpinan,Kapolri,Kejagung dan KPK, namun ditubuh KPK sendiri yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan penyelidikan.
Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah.
Ketua Umum CIC menegaskan, dalam melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK tidak menganggap lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakan lawfull interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan kehati-hatian ekstra, apakah di institusi Polri dan Kejaksaan sama hal pasalnya,ini yang harus dibenahi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran dalam melakukan penyadapan
Pasukan Kortas Tipikor Dibawah Langsung Kapolri
Sementara, KPK tidak pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang pengadilan, yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, apakah Polri dan Kejaksaan hal yang sama.
R.Bambang.SS memaparkan,”Kalimat di atas bisa jadi merupakan salah satu alasan undang-undang ini mengatur kembali pemberian kewenangan penyadapan kepadaPolri,sekalipun kewenangan yang sama telah diberikan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang dimungkinkannya alat bukti petunjuk berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
CIC mengharapkan kehadiran Kortas Tipikor Polri dapat mempersempit ruang bagi koruptor dan menjadi garda terdepan dalam upaya mengungkap kasus tindak pidana korupsi,dan menjadi barometer pemberantasan korupsi di Indonesia.
(JS/red)