Oleh: Prof.Dr. IP Sudiarsa Boy Arsa, Ph.D_
Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak mulai merdeka yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang telah mengadopsi berbagai sistem Demokrasi. Sistem Demokrasi dalam sebuah pemerintahan suatu negara adalah bukan suatu sistem pemerintahan terbaik. Sir Winston Leonard Spencer-Churchill seorang politikus, perwira militer, penulis Britania Raya dan seorang Perdana Menteri Britania Raya dari tahun 1940 hingga 1945, memimpin Britania yang meraih kemenangan dalam Perang Dunia Kedua, sehingga menjabat kembali dari tahun 1951 hingga 1955 telah mengatakan “Sistem Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang terburuk dalam sebuah negara, sistem demokrasi biasanya diterapkan biasanya setelah semua bentuk sistem pemerintahan yang lain sudah dicoba untuk diterapkan dari waktu ke waktu disuatu negara, (The worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time)”.

Pemerintahan dengan sistem Demokrasi adalah suatu sistem yang mengadopsi dan mengimplementasikan sistem Trias Politica di Montesquieu (Montesquieu’s Trias Politica) lalu dilanjutkan dengan Separation of powers (Pemisahan kekuasaan) yaitu pemisahan kekuasaan antara Eksekutif, Legislatif dan yudikatif sehingga terjadi Cek & keseimbangan (Check & balances) dalam mengelola sebuah negara.
Lembaga Legislator mempunyai tugas paling penting sebagai ” Control over the Executive (Kontrol atas Eksekutif)” dengan tujuan agar Presiden (Eksekutif) dengan kekuasaannya tidak menjadi diktator. Selain sebagai control pemerintah, Legislator (anggota Dewan) juga ikut menentukan kebijakan kebijakan yang diambil pemerintah contoh seperti Upah minimum, upah lembur, mandat daur ulang, (Minimum wage, overtime pay, recycling mandates) dan bahkan masalah kecil seperti perpakiran pun ikut ditentukan Legislator.
Idialnya Latar Belakang (Background) Seorang Legislator adalah kaum intelektual seperti yang pernah diutarakan oleh seorang filosof politik yang bernama Prof. David Estlund Profesor Filsafat dari Brown University (USA), yang mengajar sejak 1991 dengan kosentrasi ilmu filsafat politik, dengan pendapatnya yang terkenal yaitu “epistocracy (epistokrasi)” adalah “government by the knowledge (pemerintahan dengan ilmu)”.
Beberapa Anggota DPR-RI termasuk kategori sebagai “Tokoh Nasional”, selebihnya sebagian besar hanya dikenal oleh konstituennya didaerah pemilihannya masing masing.
Tanpa diketahui media, anggota Dewan kerap sekali membantu dan melayani konstituennya, contoh Seperti konstituennya Yang sakit, yang dipersekusi oknum aparat, dan lain-lain. Mereka adalah media ” Expression of Public Opinion (Ekspresi Opini Publik)” yang artinya menyuarakan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Kinerja seorang Anggota DPR bisa dinilai dari hal tersebut diatas, contoh seperti kasus perseteruan antara warga Villa Taman Meruya melawan Gubernur Anies, mestinya Legeslator harus membela warganya. Contoh yang lain misalnya Gubernur Baswedan yang telah membangun Rumah ibadah dikawasan RTH tetapi tidak disetujui warganya sehingga terjadi demo lalu kemana Legislator lokal yang dulu kampanye untuk minta dukungan ditempat tersebut yang seharusnya membela konstituennya?
Sesungguhnya Anggota Dewan baiknya mewakafkan waktunya selama 24 jam untuk melayani rakyat terutama konstituennya, siap tidak liburnya, selain aktivitas rutinitas, seorang Legeslator sering sekali melakukan kegiatan rapat partai sampai pagi.
Dengan kedudukannya sebagai orang yang terhormat, fungsi jabatannya yang pital, peran dan Arti pentingnya kedudukan seorang Legislator dan prestise menjadi seorang pejabat politik membuat seorang Legislator sangat dihargai oleh rakyat disertai dengan gaji yang tinggi, uang mengalir ke arah yang berharga (Money flows in the direction of value) menjadikan seorang Legislator menjadi warga negaras kelas satu.
Diluar Negeri seorang Legislator memiliki kedudukan yang sangat istimewa misalnya Legislator dikota New York (USA) negara menggaji seorang Legeslator dengan harga sebesar $174.000 per tahun (Sekitar 2,6 milyar Rupiah) hanya dengan bekerja paruh waktu sehingga waktunya bisa diselingi dengan berbisnis. Contoh yang lain adalah negara Nigeria adalah salah satu negara yang paling tinggi mengupah legislatornya didunia yaitu sebesar 50x lebih tinggi dari PDB perkapita negaranya.
Seorang profesor ilmu politik di University of Missour ( a political science professor at the University of Missouri) yang bernama Peverill Squire dalam risetnya menyimpulkan: “Gaji yang lebih tinggi meningkatkan kinerja seorang Legislator yg memiliki tugas pokok sebagai pembuat undang-undang di kantor Legislatif (Higher salaries improve lawmakers’ performance in office)”.
Gaji yang tinggi terhadap seorang yang menjabat sebagai Legislator menarik banyak peminat sehingga menimbulkan kompetisi yang lebih sengit untuk menduduki jabatan itu sehingga rakyat diberi banyak pilihan untuk menentukan calon Legislator yang berkualitas.
Tentunya seorang anggota DPR-RI sangat tersanjung akan hak dan kewajibannya yang melekat pada dirinya sesuai dengan UU, dengan mempunyai tugas yang istimewa yaitu melayani masyarakat setiap hari walaupun Gajinya kecil yaitu sebesar 16 juta per bulan ditambah dengan tunjangan 59 juta tidak sebanding dengan beban yang dipikul, biasanya gaji seorang Legislator itu dipakai sebagai sumbangan misalnya sebuah Organisasi kemahasiswaan mau mengadakan kongres biasanya meminta sumbangannya ke Anggota DPR.
Untuk Dana Aspirasi dan atau dana Kunjungan sepenuhnya kembali kepada konstituennya, tidak masuk kekantong pribadi Legislator itu sendiri. Biasanya dana dana tersebut dikonversi menjadi banyak kegiatan misalnya membikin kegiatan vaksinisasi, sembako, hewan qurban, pendidikan-pendidikan politik, acara lomba, khitanan massal dan lain sebagainya.
Dengan situasi kerja yang penuh dengan peluh, Lelah akibat banyak kegiatan, kecapean karena berpikir dan waktu libur terbatas untuk keluarga adalah makanan sehari-hari seorang Anggota DPR-RI, yang lebih mengharukan lagi adalah menjadi obyek caci-makian kaum radikal yang anti demokrasi selain itu pada saat terjadi insiden korupsi dikantor DPR apabila ada salah satu orang anggota DPR saja yang tertangkap dalam kasus korupsi maka seluruh anggota DPR dicap brengsek
Melihat fenomena seperti ini sebagian besar anggota Legislator tidak pernah mengeluh terhadap segala caci-makian yang diterimanya bahkan disikapi dengan arif dan bijaksana oleh seorang anggota Legislator. Belum lagi dalam melakukan Aktifitas yang pro terhadap Rakyat seperti berkolaborasi dengan Satgas Lawan Covid-19 untuk penanggulangan bencana Pandemi Covid-19 yang kesemua ini mereka anggap hal yang biasa.
Dengan gaji kecil seorang Legidlator kadang harus merogoh kantong sendiri yang tidak pernah mereka sadari. Masyarakat dan publik harus belajar menjadi konstituen yang adil kepada anggota Legislator dengan menggunakan hati nuraninya.
(red)