Ketika Seorang Pemimpim Zalim

foto ilustrasi

 

Khazanah Ramadhan oleh : Chaidir *)

Menjadi seorang pemimpin, tidaklah semudah yang kita bayangkan. Sebab ada hal yang harus di pertanggungjawabkan tidak saja saat didunia fana ini, pertanggungjawaban yang paling utama adalah di hari akhirat kelak.

Oleh karena itu, selain sifat-sifat yang lain yang harus dimiliki seorang pemimpin, sifat yang paling utama dan yang paling penting adalah sifat amanah itu yang paling utama dan yang paling harus melekat pada diri seorang pemimpin. Karena Allah SWT paling tidak suka terhadap para pemimpin yang berani dan tega berbuat zalim kepada rakyatnya ataupun kepada orang-orang yang menjadi pengikut atau bahawannya didalam sebuah kegiatan yang ia pimpin.

Chaidir bersama salah seorang ulama Aceh Abu Mudi Mesra Samalanga.

“Siapa pemimpin yang menipu rakyatnya, maka neraka tempatnya”(HR Ahmad).
“Sesunguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas dibumi tanpa (Mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih” (QS Asy-Syura : 42).

Seorang pemimpin yang tega dan berani berbuat zalim, ia akan merasakan akibat dari apa yang telah ia perbuat dari atas perbuatanya kelak di hari pembalasan. “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah SWT pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya disisi Allah ialah seorang pemimpin yang adail. Sedangkan orang yang paling dibenci Allah SWT dan yang paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).

Rasulullah SAW, berpesan kepada kaum muslimin agar mematuhi kepada pemimpin (Ulil Amri) dari kalangan mereka, selama pemimpin tersebut tidak menyuruh para rakyat atau bawahan atau orang-orang yang menjadi pengikutnya agar bermaksiat kepada Allah. Maka dari itu apabila seruan atau diperintahkan untuk berbuat maksiat oleh seorang pemimpin terhadap rakyatnya, maka hilanglah kewajiban untuk mentaati pemimpin tersebut.

“Ketaatan hanyalah dalam perkara yang Ma’ruf”, diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Sudah pasti dan barang tentu, seorang pemimpin yang zalim cenderung dijauhi oleh orang-orang yang masih berpegang teguh kepada sebuah kebenaran bukan pembenaran.

Dengan demikian disinilah letak perlunya peran para kalangan ulama, cedikia atau orang-orang pintar dan baik untuk dapat menginggatkan atau memberi masukan ataupun kritikan kepada setiap pemimpin, agar tetap menjalankan sebuah amanah yang telah diamanahkan kepada pemimpin tersebut agar dijalankan dengan sebaik-baik mungkin agar terhindar dari perbuatan yang dapat menyebabkan salah arah atau salah tujuan dari apa yang sudah diamanahkan. Karena sudah tentu saran seorang ulama yang disampaikan kepada pemimpin tersebut dengan mengunakan bahasa atau dengan penyampaian yang baik dan sopan dengan mengesampingkan sebuah niat untuk mempermalukan si pemimpin tersebut.

Nabiullah Muhammad SAW, sangat benci terhadap seorang pemimpin yang tega berbuat zalim kepada rakyat dan bawahannya, dan Rasulullah SAW akan mendoakan kesusahan bagi para penguasa/pemimpin yang tega menindas umatnya. ” Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku lalu kemudian menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Dan siapa yang mengurusi umatku dan memudahkannya, maka mudahkanlah dia”, demikian munajat Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Do’a tersebut diperuntukan kepada dua sifat seorang pemimpin. Ada pemimpin yang kerap menyusahkan rakyatnya atau kepada pemimpin yang selalu memberikan kemudahan kepada rakyat yang ia pimpin.

Dengan demikian, sudah seharusnya seorang pemimpin tersebut menjalankan setiap tugas dengan sebaik-baiknya dan juga dengan seadil-adilnya. Apabila dia terus menerus berupaya untuk selalu berbuat kebaikan bukan tidak mungkin , Allah SWT selalu memberikan pertolongan kepadanya kelak.

Dan seharusnya apabila ia seorang pemimpin, selalu menyepelekan sebuah amanah yang telah diberikan kepadanya, maka kesulitan akan menimpa kepadanya.

“Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum, kemudian ia meninggal dalan keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).

Dalam sebuah pengertian, seorang pemimpin harus berani menjalankan amanah yang telah di amanahkan kepadanya agar dijalankan dengan sebenar-benarnya agar amanah tersebut nantinya dapat menjadikan pemimpin tersebut mendapakan sebuah keridhaan Allah SWT.

Hari ini semua kembali kepada siapa yang menjadi pemimpin hari ini, semua dapat terlaksana kembali kepada pemimpin itu sendiri mau atau tidak mau ia menjalankan sesuai apa yang sudah di amanahkan atau keluar dari amanah yang sudah diamanahkan.

Semoga goresan ini nantinya dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan harapan menjadi ikhtibar bagi para pembaca nantinya. Mohon maaf apabila ada tulisan yang salah yang itu datangnya dari penulis sendiri dan apabila itu menjadi sebuah pembenaran dan pembelajaran semua karna ridhanya Allah SWT.

* Ketua PWRI Aceh Tengah – Bener Meriah dan juga pemerhati sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *