NUSANTARA-NEWS.co, Jakarta – Pemerintah memutuskan akan lebih mengintensifkan kegiatan kepolisian siber pada 2021 mendatang. Keputusan tersebut diambil, mengingat akhir-akhir ini banyak bermunculan pernyataan ujaran kebencian di media sosial.
Mengutip dari Kompas.id, Sabtu (26/12/2020) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan serangan digital memang dilematis.
“ Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber. Tahun 2021 akan diaktifkan sungguh-sungguh karena terlalu toleran juga berbahaya,” ucap Mahfud.
Polisi siber yang dimaksud Mahfud nantinya akan berupa kontra-narasi.
Mahfud mengungkapkan, apabila ada kabar yang tidak benar beredar di media sosial, maka akan diramaikan oleh pemerintah bahwa hal itu tidak benar. Sementara, jika ada isu yang termasuk dalam bentuk pelanggaran pidana maka akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
“Sekarang polisi siber itu gampang sekali, kalau misalnya Anda mendapatkan berita yang mengerikan, lalu lapor ke polisi. Dalam waktu sekian menit diketahui dapat dari siapa, dari mana, lalu ditemukan pelakunya lalu ditangkap,” kata Mahfud MD.
Mahfud mengatakan, polisi siber Indonesia sudah memiliki kemampuan untuk mendeteksi dengan cepat pelaku pelanggaran siber
Pentingnya Mengedukasi Masyarakat
Merespon pernyataan Mahfud , pengamat kebijakan publik Nyoman Sarjana mengatakan, bahwa memasifkan polisi siber patut didukung untuk mencegah semakin meluasnya ujaran kebencian. Kendati begitu, kata Sarjana, hal yang penting dilakukan adalah mengedukasi masyarakat.
Untuk kepentingan edukasi ini, kata Ketua DPD Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Provinsi Bali ini, harus melibatkan beberapa lembaga di Indonesia, sehingga pesan moral bisa tersampaikan dengan baik.
“ Pemerintah memang harus menertibkan, dan melakukan penegakan hukum terhadap akun-akun nakal yang menyebarkan ujaran kebencian,” ucap Sarjana.
Selain itu, lanjut dia, literasi tentang moral, hukum dan teknologi harus diberikan kepada anak-anak muda, karena mayoritas anak-anak muda adalah pengguna internet dan aktif di media sosial.
“ Disaping itu, pemerintah harus menciptakan suatu sistem informasi yang positif, mengingat sumber informasi di media sosial sangat banyak dan tidak semuanya memiliki kredibilitas atau kompetensi,” terang Sarjana.
( nug/red )