Konversi Hagia Sophia di Mata Kaum Fundamentalis Indonesia

Foto ilustrasi Museum Hagia Sophia di Istambul, Turki

 

Al Chaidar : Departemen Antropologi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

(alchaidar@unimal.ac.id)

 

Al Chaidar

Keputusan pengadilan Turki untuk mengubah Museum Hagia Sophia menjadi mesjid di Istanbul ternyata direspon dengan nada yang tidak setuju oleh kalangan fundamentalis Indonesia. Dalam sebuah grup WhatsApp yang selama ini saya ikuti, Eskatologi Islam, ada banyak diskusi tentang ketidaksetujuan kaum fundamentalis terhadap keputusan pengadilan Turki tersebut.

Alasannya, pertama, pengadilan tersebut bukanlah mahkamah syariah sehingga keputusan tersebut dianggap sebagai keputusan sekuler. Kedua, secara teologis tidak dibenarkan merampas atau mengambil alih fungsi gereja untuk dikonversi fungsinya menjadi masjid. Ketiga, pemerintah Turki memiliki dana lebih dari cukup untuk membangun mesjid baru yang lebih besar atau lebih mewah dari Hagia Sophia.

Keempat, konversi ini terjadi lebih karena tujuan politik demokrasi dimana partai berkuasa saat ini ingin memperbesar dukungan konstituennya melalui keputusan-keputusan populis yang ditentang banyak kalangan non-muslim, namun akan menjadi pendongkrak suara dalam pemilu yang akan datang.

Kalangan atau kaum fundamentalis yang saya maksudkan di sini adalah kalangan konservatif Muslim yang cenderung mengasosiasikan dirinya dengan hal-hal yang tekstual, skriptural dan banyak dari mereka mendukung atau menyetujui sesuatu karena pertimbangan-pertimbangan tekstual, yang merujuk pada kitab-kitab salaf yang diproduksi oleh para ulama hadist dan ulama mazhab awal periode Islam (sekitar abad 7 hingga abad ke-13).

Pengamatan saya menemukan debat yang menarik dari kalangan yang selama ini banyak diidentifikasi sebagai kalangan radikal dan nyaris-nyaris dekat dengan kaum Wahabi Takfiri. Kaum terakhir ini, adalah kaum teroris yang banyak melakukan gerakan dan serangan kepada publik non-militer karena pemahaman mereka yang linear dan tekstual.

Dekonstruksi Khilafah Turki Ustmany

Meskipun tak banyak, secara netnografis saya menemukan ada beberapa kalangan fundamentalis yang tak setuju dengan Khalifah Turki Ustmany yang telah merebut Konstantinopel tahun 1453. Bagi mereka Khilafah Ustmany tidak legitimate mengklaim dirinya sebagai khilafah, karena hanya khalifah Abbasiyah yang merupakan ahlul-bait yang dianggap legitimate untuk menyandang gelar tersebut.

Selain itu, Turki Ustmany juga dipandang telah merusak perjanjian Saint Katerina di Sinai, Mesir, yang pernah dibuat oleh Nabi Muhammad SAW untuk melindungi kaum Kristen Timur (Kristen Ortodoks) yang mereka pandang secara kanonik sebagai kaum yang paling dekat persabahatannya dengan kaum Muslim. Sultan Selim I dari Turki Ustmany telah memindahkan naskah testamentum (perjanjian) ini ke Istanbul pada tahun 1517 ketika menganeksasi Mesir. Tindakan pemindahan ini dianggap sebagai tindakan merusak bukti arkeologis yang serius.

Ada semacam arus dekonstruksi terhadap kekhilafahan Turki Ustmany yang selama ini justru dirujuk oleh banyak kalangan fundamentalis, khususnya Hizbut Tahrir dan juga Khilafatul Muslimin, sebagai paragon kekhilafahan. Dekonstruksi teologis dan kesejarahan ini tidak banyak diperhatikan oleh para pengamat dan peneliti gerakan-gerakan Islam.

Kaum fundamentalis Islam di Indonesia ternyata memiliki pertimbangan arkeologis dan kesejarahan yang brilian. Bagi mereka, Hagia Sophia haruslah dikembalikan sebagai gereja bagi umat Kristen Ortodoks, bukan mendukung konversi tahun 1935 dimana Kemal Attaturk mengubahnya menjadi museum. Memperhatikan perkembangan pemikiran kaum fundamentalis ini sangat menarik karena banyak sisi kemanusiaan yang justru lebih menarik daripada keputusan-keputusan politik yang yang tak berdasarkan pertimbangan teologis apapun.

Kebangkitan teologi saat ini haruslah diperhatikan oleh pemerintah sebelum membuat kebijakan-kebijakan strategis yang berdampak pada munculnya gerakan imagined solidarity (solidaritas bayangan) dari kalangan non-muslim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *