Catatan D. Supriyanto JN *)
Pada dekade terakhir ini, banyak motivator berlomba memberi resep jitu bagaimana membuat hidup ini lebih bermakna dengan menggenggam kesuksesan. Bahkan, dalam setiap seminar motivasi, sering dijejali pengunjung yang ingin menyerap secara langsung rahasia sukses dari sang motivator.
Apa sih sebenarnya sukses itu? Kebanyakan orang menganggap pengertian sukses sebagai pada saat berhasil meraih sesuatu yang diinginkannya. Misalnya naik jabatan, atau pada saat mendapatkan limpahan materi karena kerja kerasnya. Masih banyak diantara kita yang mengukur kesuksesan hidup lewat besarnya materi yang diperoleh.
Menurut hemat saya, pengertian sukses tidaklah seperti itu. Sukses bukan suatu tujuan akhir dengan kualitas seadaanya dengan menghalalkan segala cara untuk mencapainya, namun sebagai suatu proses melalui tahapan demi tahapan, hari demi hari, dan waktu yang cukup panjang.
Pada hakikatnya, rezeki adalah segala sesuatu yang diberikan Tuhan untuk memelihara kehidupan. Oleh karenanya, rezeki yang digunakan sepatutnya merupakan rezeki yang halal dan diperoleh dengan cara yang benar. Dengan demikian, kehidupan akan terpelihara dengan baik.
Karena itu, perlu melihat suatu kesuksesan dalam perspektif yang luas, jernih dan arif, sebagai bentuk pertanggung jawaban kita terhadap pinjaman kesuksesan itu sendiri.
Segala sesuatu di dunia ini, termasuk dalam urusan menjemput rezeki, memang tidak selalu mudah untuk diperoleh. Tidak seperti membalikkan telapak tangan, sebab kendala dan kegagalan datang silih berganti. Sayangnya, manusia sering terburu dalam menjemput rezekinya. Naluri diabaikan, gaya hedonism pun tak terelakkan. Akhirnya berbagai cara yang salah dipersiapkan dengan rapi sebagai jalan pintas demi memenuhi kehendaknya.
Patut disadari, bagaimanapun bagusnya rencana yang dibuat jika berpangkal pada kecurangan dan keserakahan, tidak akan bermuara pada kebahagiaan. Gantinya, suatu saat nanti aka nada cercaan bahkan nestapa, yang bukan hanya ditanggung oleh diri sendiri, melainkan juga kerabat, teman, dan lingkungan yang turut merasakan akibatnya.
Hal yang perlu diingat, Tuhan memiliki kuasa atas umatNya. Manusia tidak bisa memaksakan kehendaknya atas apapun, termasuk urusan rezeki. Sepatutnya manusia meyakini bahwa rezeki yang dijemput dengan kerja keras dan doa semata-mata anugerah Tuhan.
Kesabaran dalam kerja keras boleh jadi dianggap sebagai benih pahit, tetapi kelak siap dipanen di masa depan. Sabar dalam penantian, dan doa menjadi cermin keimanan manusia kepada Yang Maha Memberi Kehidupan, bagaimanapun hasil akhirnya.
Bukan masalah berapa banyak yang diperoleh dari hasil kerja keras kita. Justru semakin banyak peluh yang menetes, dan semakin banyak doa yang dilantunkan, itulah kelak yang akan dibayar penuh berupa rezeki yang berkah. Seandainya ditemui kegagalan, tentu merupakan kegagalan dalam kemuliaan dan itu lebih utama dibandingkan dengan sebuah keberhasilan dalam kehinaan.
Apapun dan seberapapun anugerah yang Tuhan berikan, sudah sepatutnya kita syukuri. Sebab materi bukan satu-satunya tolok ukur kesuksesan hidup. Disinilah kearifan manusia diperlukan untuk memahami sebuah kesuksesan, hingga materi tidak lagi membutakan.
*) Pekerja media, penikmat kopi pahit