Catatan : Emi Hidayati
Kami semua menyayangi kalian dan turut mendoakan agar kalian para Dokter, Bidan dan semua tenaga medis di Negeri ini terlindungi dan sehat selalu. Dedikasi serta kerja keras kalian tak terbantahkan saat ini, menjadi garda penopang bagi kesembuhan wabah Covid – 19.
Saya berharap dapat menjadi sahabat kalian, meski profesi dan keilmuan kita tidak sama, tapi percayalah saya juga pembaca buku tak terkecuali tentang gizi, sejarah masakan dan yang berkaitan dengan makanan. Sungguh tidak bermaksud sok pamer lho yaa ? sekedar info kecil, untuk menerimaku sebagai sahabat, sekitar tahun 90 -an saya sempat menjadi kader teladan dan juara 1 Kader Bina Balita Tingkat Kabupaten dan hanya juara harapan di tingkat Jatim. Saya mensyukuri pernah mendapat kesempatan belajar bersama para Dokter dan petugas lapangan KB. dari situlah ketertarikan saya pada hal – hal yang bersentuhan dengan gizi , tumbuh kembang anak, dan ketahanan keluarga .
Hingga suatu masa, ibu saya sakit hampir 3 tahun, tidak bisa berjalan, persendian nya sering bengkak, wasir menahun, jantung nya sering berdebar, lemes , mudah masuk angin. Saat sudah “mentok” harus menyuguhkan menu apa yang mengurangi sakitnya, hadirlah sahabat alm. Bapak ku , beliau Pak dr. Zaenal Ghani menyapa kami dan memberiku buku tentang kelapa.
Kami membacanya dan mulai mempercayai kepada ahlinya. Alhamdulillah ibu aaya perlahan sehat, lalu kami sekeluarga, se- kampung , se – pertemanan mulai makan serba kelapa.
Memang tidak mudah melawan phobia kelapa yang telah bertahun – tahun mendapatkan kutukan sebagai penyebab sakit jantung dan kolesterol , juga kermien ( cacing kecil ) pada anak, maaf bukan kapasitas saya untuk menjelaskan tentang yang sebenarnya, jadi silahkan membaca hasil- hasil penelitian sejarah “Perang Minyak” Tahun 1990 -an.
Sekedar mencuplik karya dan kesaksian peneliti Harvard Medical School, Dr. George Black Burn, juga Mary G. Enig Ph.D. ahli lemak dan mantan rekanan riset di University of Maryland. Dr. C Everret Koop, mantan Surgeon General of the United States . Dr David Kluferd, ketua dan profesor Departemen of Nutrition and Food Science di Wayne State University , ketiganya senada menegaskan tentang betapa bodohnya sikap ketakutan terhadap minyak kelapa hanya untuk kepentingan komersial dan meneror masyarakat agar takut mengkonsumsi kelapa dan minyaknya, padahal minyak kelapa ini telah dikonsumsi selama ribuan tahun oleh masyarakat tanpa ada bukti yang merugikan, betapa kita banyak kehilangan manfaat kesehatan dari konsumsi produk kelapa.
Ditambahkan oleh dr. Zaenal Ghani yang menjelaskan bahwa hingga sekarang bara perang minyak makan ini meninggalkan abu berupa penyakit Iatrogenetis Kultural yaitu Santanaphobia bagi masyarakat Indonesia dan terus dihembuskan secara disadari atau tidak oleh kalangan industri kesehatan, dan tidak sedikit jatuh korban dari kalangan tenaga kesehatan sendiri.
Ketakutan konsumsi kelapa saat ini semakin meluas sampai ke desa- desa terpencil bahkan ke pulau pulau kecil penghasil kelapa, kalangan terpelajar nya juga menghindari konsumsi santan kelapa.
Mengutip dari berbagai buku referensi bahwa menghindari makanan olahan kelapa akan menghilangkan kesempatan memperoleh kesehatan yang mengagumkan dari Medium Chain Saturated Fatty Acid yang terdapat dalam buah kelapa.
Meski bukan ahli gizi, saya percaya kejujuran hasil analisa yang dilakukan para ilmuwan di negeri ini, saya juga percaya karena si Mbah dan Ayah saya mengobati kami saat batuk, pilek, demam, korengen, dan sejenisnya menggunakan minyak kelapa. Apalagi air kelapa nya tentu tidak asing dan tidak perlu penjelasan lagi, semua kita telah menikmati segar dan manfaatnya.
Jadi Ibu atau Bapak dokter dan semua petugas kesehatan, makanlah kelapa, percayalah, please yaa, berhenti mengutuk kelapa. Kami terus berdoa untuk kesehatan warga negeri ini.
Pesan Hipocrates ” Let the food be the madicine and medicine the food”. ” Gunakan makanan sebagai obat dan obat sebagai makanan ”
*) Ketua LPPM IAI Ibrahimy Banyuwangi